BAB 5

1K 73 14
                                    

"Ke RO saya segera!"

Ia menjauhkan ponselnya dari telinga. Kembali membaca nama yang tertera di sana.

"Apa harus saya ulangi Fara?!"

Perempuan itu tersentak. "Baik, dok!"

Jas putihnya ia loloskan, digantikan oleh kaos hijau khusus operasi. Entah mengapa Seno memanggilnya tiba-tiba di tengah operasi berlangsung. Saat kakinya menginjakan ruang operasi, Dira menyambutnya dengan tatapan tak terbaca.

"Gantikan posisi Dira," kata Seno tanpa mengalihkan tatapan dari pasiennya.

"Kamu tidak dengar, Fara?!"

Suara bentakan Seno menggelegar seruangan. Jantungnya ikut berdetak tak karuan. Lelaki itu terlihat marah. Ia langsung menempati posisi Dira sementata cewek itu berlalu pergi tanpa kata. Ada apa? Tatapannya beralih menatap Nina yang bertugas di depan mesin anestesi.

Nina mengangguk dengan wajah pias. Ia masih tak paham.

"Fokus atau keluar!" Seno menatapnya tajam. "Cut!"

Ia langsung melakukan apa yang diperintahkan. "Cut."

Gadis itu paham betul kalau Seno sendiri yang turun tangan artinya pasien itu bukanlah orang biasa. Pasien VIP dengan banyak koneksi.

Satu jam berlalu. Keahlian Seno memang tak diragukan lagi. Tangan yang berlumuran darah itu begitu cekatan. Matanya tak pernah sedikitpun teralihkan. Begitu fokus dan terencana.

"Kamu bisa selesaikan ini?"

Ia mengangguk.

Seno menatapnya lama kemudian menganggukan kepala pelan. Ahli ortopedi itu meninggalkan ruang operasi yang langsung membuat seisi ruangan menghembuskan napas. Akhirnya suasana mencengkam sudah berlalu.

"Baik, sekarang kita bisa pindahkan pasien ke ruang ICU. Laporkan terus bagaimana perkembangannya," katanya kepada beberapa perawat di sana.

"Baik, dok."

Gadis itu melepas maskernya setelah keluar ruangan. Tubuhnya sudah tak bisa diajak kompromi. Seperti akan tumbang kapan saja mengingat baru setengah jam ia menyelesaikan operasinya, Seno tiba-tiba memanggil tadi.

"Kebiasaan! Jangan tidur di sini, mau gue seret lo?" Nina berkacak pinggang menatapnya yang sudah bersandar nyaman di ruang ganti.

"Gue masih butuh penjelasan."

"Dira... Gue beneran nggak paham kenapa dia nggak bisa fokus pas operasi. I mean, selalu ada kesalahan yang dia buat."

Ia memejamkan mata sambil menghela napas.

"Gue rasa Seno nggak akan biarin dia kali ini."

Diamnya kali ini bukanlah tidak memiliki arti. Dia hanya berusaha untuk tidak mencampuri urusan yang bukan tanggung jawabnya. Walau ada sesuatu yang sangat ia ketahui mengenai Dira. Gadis itu hanya akan tetap bungkam. Bukan tidak peduli, namun hal yang sama pasti akan terjadi sekalipun ia buka suara. Seperti satu tahun lalu.

"Kantin nggak?"

Ia mengangguk. Keduanya langsung menuju kantin khusus pegawai rumah sakit. Jam makan siang sudah berlalu jadi tidak banyak dokter atau perawat di sana.

I'm Done 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang