Part 21

5.4K 278 7
                                    


"Ada apa lagi, Gus?" Zee kembali bertanya melihat ekspresi pria yang ada di depannya.

"Em, nggak. Afwan ana harus bergegas. Teman-teman sudah menunggu." Fatih berlalu dengan sikap yang menurut Zee aneh. Mengambil jas koko yang sempat di gantung dalam almari, juga kupyah di meja samping tempat tidur.

Baru saja akan mencapai pintu, pria itu berbalik. Mengambil sebuah buku yang terletak di nakas.
"Em. Sudah ana duga masih ada sisa. Sepertinya akan mubazir jika dibiarkan kosong. Jadi ana minta isi beberapa lembar ini. Oke?"

"Tugas lagi?"

"Emm." Lelaki yang terlihat rapih itu mengacak kasar kepala Zee yang terbalut khimar berwarna dusty pink. Tak lama ia mengeluarkan hape kecil dari saku kantong.

"Jangan membuka pintu teras balkon ini. Kalau ada apa-apa, panggil kontak atas nama 'Muhammad 2' itu nomer ana." Fatih mengangkat sebuah gadged di tangan.

"Oke." Tanpa basa-basi gadis itu mengiyakan permintaan sang suami.

Fatih akhirnya keluar, meninggalkan gadis itu dengan perasaan sedikit lega. Setidaknya dengan kesibukan menulis, Zee tidak sempat memikirkan Fatih yang mungkin akan lama di luar sana. Mengingat sebelumnya Jalal memberi info mendesak.

"Harus penuh ya!" seru pria itu melongok dari luar, sebelum akhirnya menutup pintu dan pergi.

____________

Ghazali sudah duduk di depan kantornya dengan Alquran mini di tangan. Hal yang biasa anak kyai itu lakukan, murojaah hafalan atau sekadar menguatkan dalil yang ia pahami tentang suatu dengan beberapa ayat lain.

"Assalamualaikum, Khi."

"Waalaikumsalam." Gus Ghazali refleks menjawab dan berhenti komat-kamit membaca ayat dalam kitab yang dipegang.

"Ke mana Syaifullah dan yang lain?" tanya Fatih sembari celingukan mencari sosok teman yang sahabatnya kabarkan telah menunggu.

"Ohya. Mereka masih di ruangan Abah. Katanya sekalianlah nunggu antum, jadi bisa bagi-bagi waktu."

Fatih manggut-manggut.
"Ana tadi juga banyak dinasehati Kiyai Mashur." Wajahnya pias setelah mengucap hal itu.

"Tapi ... kenapa wajah antum begitu,  Khi?"

"Hem." Fatih tersenyum dingin.

Ghazali semakin bingung melihat ekspresi tak biasa sahabatnya. "Ada masalah? Apa soal Joo?"

"Ya, salah satunya. Kenapa pemuda itu iseng sekali pada Zee?"

"Apa yang dia lakukan?"

"Dia melempar surat kaleng ke atas balkon."

"Apa antum melihatnya?"

Fatih menggeleng pelan. "Ndak,  Khi. Tapi sepertinya ...."

"Em,  mungkin antum terlalu khawatir saja Khi.  Bisa jadi cuma santri iseng. Biar ana urus soal itu. Lagi pula ruqyahnya sudah berjalan lancar dan sampai sekarang ana belum menemukan hal yang janggal pada anak itu."

"Yah, bisa jadi." Pria yang sering Zee sebut mirip vokalis Timur Tengah itu menjawab pelan. Tidak begitu memikirkannya walaupun ia tahu,  hanya Joo yang mengetahui nama istrinya. Santriwan lain mana mungkin tahu nama Zee dan iseng tanpa tujuan. Namun, pikirannya lebih berat pada kasus yang mengancamnya.

Pandangan Fatih yang terlihat kosong membuat Ghazali mengerutkan kening. Ia sadar betul sahabatnya tengah memikirkan sesuatu yang berat.
"Ada apa, Khi? Apa ada masalah?"

Fatih tersenyum miris. "Entahlah. Ini soal laporan seseorang tentang ana yang menikahi gadis di bawah umur."

"Melapor?"

Istri MudakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang