Part 23

6.3K 307 24
                                    

"Setelah engkau dewasa dan bisa memahami situasi ini ... aku akan menjelaskan semua."
Ucapan Syifa itu mampu membuat Zee merasa geram. Ia tahu wanita bercadar itu tengah meremehkannya.

___________________oo0oo_____________________

Merasakan ada pergerakan di sampingnya Fatih menoleh sebentar untuk memastikan lalu matanya kembali fokus ke jalanan.
"Anti sudah bangun?"

"Hem? Aku gak tidur kok." Zee menjawab cepat sambil melebarkan mata dan mengedip beberapa kali.

Lelaki yang bertanya itu tersenyum. "Ini ambil!" Ia menyerahkan tissue dan menunjuk ke bibirnya sendiri. Bermaksud meminta mengelap sesuatu di mulut gadis itu.

"Ouh." Cepat Zee meraih dan mengusap mulutnya. Pipi gadis itu merah karena malu. Bagaimana bisa ada iler di sudut bibirnya. Padahal ia merasa hanya tidur sebentar. Perjalanan ke pesantren abine memang memerlukan waktu beberapa jam.
Lagipula semalam ia kesulitan tidur lantaran peristiwa sore hari yang membuat pikirannya tak bisa tenang sekamar dengan Fatih. Lebih tepat ciuman itu telah mengusik hatinya.
'Dan ... apa Gus memang harus sejujur ini?' Batinnya merutuk, kesal.

"Berarti aku tadi tertidur Gus," ucap gadis itu pelan.
Fatih masih senyum-senyum melihat reaksi perempuan yang bersamanya.
"betul antara tidur dan tertidur itu berbeda."

Mendengar ucapan itu, Zee semakin malu dibuatnya.

Setelah mendapat kesadaran penuh, perempuan itu kembali ingat kenapa ia ada di mobil sekarang. Menuju rumah abine.

'Apa yang Syifa lakukan di rumah Abine?'

Sepanjang jalan pikiran tak menentu memnuhi benak Zee. Pertanyaan itu seolah tak berujung. Namun, ia tidak berani berprasangka buruk pada suami. Terlebih setelah apa yang Fatih ucapkan kemarin saat menyatakan cinta pertama kali. Hubungan mereka baru saja semakin dekat. Tak elok rasanya jika harus bertengkar karena pikiran yang belum jelas kebenarannya.

Di sisi lain, ada mobil pick up yang mengikuti mereka. Seolah tak ingin kehilangan jejak dan terus mengawasi untuk waktu yang lama. Mereka tak boleh lengah. Usaha mencari tahu segala sesuatu tentang Zee telah berhasil, dan gadis itu harus mereka dapatkan di saat yang tepat.

Namun, pasangan muda itu belum juga sadar dan tak menghiraukan kala Fatih melihat dua orang berkendara di belakang mereka. Barangkali hanya pengemudi yang kebetulan mengambil rute yang sama.

"Iya Mbah, kami sudah ada di pesantren lain, kami juga sudah tau di mana rumah gadis itu. Melihatnya masih belajar, saya yakin dia belum dijamah suaminya," ucap seorang pria yang memegang kemudi.
"Baik, kami mengerti," sambung pria itu pada pria di ujung telepon dengan senyum kemenangan.
Penumpang lain menepuk bahu pengemudi itu seraya melempar senyuman.

***

Sebelum turun, Fatih menarik lengan Zee saat perempuan itu akan turun dari mobil.

"Ada apa, Gus?"

Pikiran lelaki itu menerawang kala netra beradu dengan manik cokelat di depannya. Bayangan Joo yang tadi pagi menemuinya dan menjelaskan banyak hal tentang Zee. Meski menganggap ucapan Joo adalah omong kosong, tapi itu cukup mengganggu hingga ia merasa perlu mengkonfirmasi pada istri mudanya itu.

"Gus?" Bola mata dengan manik cokelat itu bergerak-gerak memperhatikan ekspresi Fatih. Wajah mereka begitu dekat. Ia mengira bibir merah milik lelaki itu akan kembali mendaratkan kecupan seperti kemarin.

"Hemh, ya!" Lelaki itu tersentak. Suara sang istri membuyarkan pikiran.
"Oh, ya. Tadi mau bilang apa ya? Em ...." Fatih nampak berpikir. "Anti cantik hari ini."

"Em?" Perempuan itu tersipu sebentar. Mimiknya berubah ketika pria yang bersamanya menarik gagang pintu mobil. Perasaan yang tak nyaman bukannya membuat perempuan itu bersemu malu lantaran pujian suami. Dahinya mengerut melihat sikap aneh pria yang bersamanya.

Istri MudakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang