part 20

5.2K 315 28
                                    

"Memangnya apa yang Gus pikirkan?"

****

Zee menautkan dua alis mendengar pertanyaanku. Memangnya apa yang salah? Wajar jika aku terkejut pada permintaannya,  mengingat soal penafkahan itu sudah tertulis jelas dalam kontrak yang kami sepakati. Lagipula ucapannya membuat pikiran ini semakin liar.

"Kenapa Gus terkejut begitu?" Dia masih bersikap polos rupanya.

"Terkejut? Ya-ya ... em, tentu saja ana terkejut. Bagaimana anti berpikir kita bisa tidur bersama?"

"Memangnya apa yang Gus pikirkan?"

"Sudahlah pokoknya gak boleh!" tekanku. Mengambil suapan berikutnya agar ia berhenti membahas hal tersebut.

"Tapi bukannya tadi Gus bilang mau tau masalahku. Ya ... itu masalahnya. Aku tidak bisa tidur di asrama malam ini,  karena Syifa akan memakanku hidup-hidup di sana."

"Heh. Anti berlebihan sekali. Hadapi saja. Dia kan Ustazah anti, jadi anti harus nurut padanya."

"Masalahnya tidak sesederhana itu Gus. Selama ini dia sering cari masalah. Masalah itu dibuat-buat untuk menyiksaku. Dan sekarang Gus membelanya,  apa maksud Gus membiarkan dia melakukan berbagai cara buat menyiksaku dan lalu menyerah jadi istri Gus." Sekarang gadis itu bicara tanpa jeda.

"Hem,  dan anti membahas itu lagi. Bukankah ana sudah bilang,  tidak ada pernikahan tanpa kerelaan anti sebagai istri ana. Apa itu  belum cukup?" Aku menjawab dengan santai sambil mengunyah,  tidak mau terpancing oleh emosi labilnya.

"Tapi Gus ...."

"Sudah sekali gak tetep gak. Belajarlah dewasa dan hadapi masalah anti dengan berani. Apa anti takut pada Syifa?"

"Gak lah. Ish,  ngapain takut pada nenek lampir itu!" seru Zee tidak terima. Namun,  detik berikutnya suara gadis itu melemah. "Aku kan jauh lebih kuat! Yang jadi masalah aku baru  saja ... em,  em ...." Kepala gadis yang memakai khimar pinkish itu menunduk.

"Em?"

"Aku meletakkan banyak ulat bulu di kasurnya tadi siang. Jadi setelah qoilullah dia marah-marah dan mencariku."

"Apa?!"

"Itu gak seberapa Gus. Selama ini aku lebih sering dikerjainya."

"Ya sudah kalau begitu kenapa takut?"

"Em, aku kan cuma seorang santri Gus. Dan dia Ustazahnya. Bisa-bisa ...."

"Sudah cukup. Sekali tidak tetap tidak. Anti harus tanggung jawab dengan perbuatan anti.    " Mana bisa kubiarkan dia ada dalam satu ruangan malam-malam bersamaku setelah menahan perasaan aneh selama berbulan-bulan terhadapnya. Bagaimana jika nanti malam turun hujan dan mati lampu hingga godaan itu hadir lebih dasyat?

"Ya sudahlah. Aku memang tidak bisa mengandalkan suamiku sendiri." Zee akhirnya menyerah sambil menyuap malas makanan ke mulut. Dia hanya takut pada hukuman dari Syifa, lalu bagaimana denganku? Harusnya ia tahu betapa sulit mengendalikan nafsu seorang lelaki ketika godaan itu datang.

"Setelah makan segera kemasi barang anti. Besok pagi-pagi kita akan pergi mengunjungi abine dan umi juga emak bapak."

Tidak ada jawaban selain wajah murungnya yang tengah makan.

Tidak lama suasana di antara kami hening, sama-sama terkejut saat suara seperti benda jatuh di teras balkon terdengar.

Aku segera bangkit untuk memeriksanya. Setelah mencari ke segala sudut, sebuah batu yang terbalut kertas di luarnya nampak di lantai bawah kursi. Tidak membuang waktu dan mengambilnya.
"Ck. Siapa sih, yang iseng begini?"

Penasaran aku pun membuka bundelan itu sebuah kalimat tertera di sana.
'Zee segera pergilah! Masih ada waktu.'

"Apa itu?" Zee mengambil kertas itu dari tanganku.
"Joo?!"

"Joo?"

"Iya, dia pernah bilang gitu dulu. Kukira dia sudah berhenti dari pondok. Cowok bebas kek dia mana tahan lama-lama hidup dengan aturan pondok?" Dia bicara seolah lupa bahwa dulunya dia juga gadis bebas yang juga berteman dekat dengan Joo.

"Ya sudah. Kalau gitu anti harus tidur di sini malam ini!"

"Apa?"

"Ini perintah. Jangan membantah!"

BERSAMBUNG
Masih ada bagian dua dari part ini,  tapi belum dapat ilhamnya. Hehe.

Istri MudakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang