part 8

5.2K 278 12
                                    

#Istri_Mudaku
(8)

Otakku otomatis bekerja, gadis itu pasti sudah mengerjaiku. Bukan suudzon, tapi jelas sempat kulihat ia menahan tawa.

Wajahku pasti berubah menahan rasa asin teramat di mulut, segera kumuntahkan suapan pertama.

"Kenapa Fatih?" Umi bertanya heran.

Tidak memperdulikan pertanyaan itu, segera kuminum air putih, dan mengusap mulut.
"Em, gak papa Mi."

Ya Allah, ini anak sudah kelewatan. Suami yang seharusnya dia menyimpan hormat malah dikerjai. Sabar Fatih, sabar ... dia masih bocah ingusan yang barangkali juga belum baligh.

Aku tidak ingin masalah seperti ini menjadi besar, baru saja gadis itu dipuji, masa iya langsung kujatuhkan karena masakan yang keasinan, apalagi jika aku hanya suudzon, dan Zee tak sengaja melakukannya.

Mengetahui kelakuan Zee, orangtuaku pasti akan berbuat sesuatu dan urusan semakin panjang. Gaswatt kalau begitu!

Aku tidak mau rencana hari ini terganggu, semakin lama selesai mengurus segala sesuatu untuk melengkapi administrasi, semakin lama pula harus bersama Zee, ah tidak ... bisa-bisa aku akan lebih cepat menua menghadapi kelakuannya yang aneh setiap hari.

"Duh, hati-hati Sayang." Zee mengusap mulutku. Aku terkejut, mata ini melebar sempurna karenanya.

"MaasyaAllah." Abine menggeleng sambil tersenyum.

Merasa kesal karena dikerjai,  kutarik kasar tissue di tangan Zee.
"Sudah, ana saja!"

Gadis itu pasrah, namun senyum masih terukir di wajahnya, semua itu membuatku semakin kesal.

"Fatih, bersikap lembutlah pada istrimu. Sebaik-baik laki-laki itu yang paling baik pada istrinya." Abine menegur.
Aku mendesah. Subhanallah, kelepasan bersikap kasar di depan abine.

"Enjeh, Bi." Aku mengangguk.

"Ya, sudah. Lanjutkan makannya. Tidak baik menyisakan makanan begitu banyak."
Umi menimpali.

"Em, tapi Fatih sudah kenyang Mi."

"Masa baru sesuap, dimuntahkan pula, sudah kenyang. Umi gak mau kamu kambuh maagnya. Lagipula kasihan istrimu sejak subuh dia sudah di dapur bantu umi dan masak ini semua." Umi bicara setengah memaksa.

Mendengar ucapan umi, Zee semakin berani.
"Sini, biar aku suapin."

"Hahaha." Abine sontak tertawa, disusul umi.

Dengan terpaksa aku menelan makanan rasa upil itu. Subhanallah, hidup dengan Zee betul-betul menyiksaku. Untunglah, ia setuju dengan kontrak yang kubuat, ini adalah keputusan tepat. Setidaknya ketika nanti usia anak labil itu telah matang, kami bisa bicara dari hati ke hati, apakah bertahan dengan pernikahan atau memilih jalan masing-masing. Oh, tidak. Bukan perceraian sebenarnya yang kukehendaki. Tapi, butuh waktu untuk mencintai. Lagi pula mana tega aku menyentuh anak sekecil itu?

***

Gadis menyebalkan itu sibuk mengemas pakaian, rencananya setelah semalam kami menginap di rumah emak bapak Zee, kami akan  langsung menuju pesantren Kiyai Mashur.

"Pernikahan macam apa ini, beda sekali sama yang drama-drama itu. Ck."
Ya Allah, dia mulai lagi. Sekarang mengeluh tak jelas.

Sangat tak masuk akal, menyamakan pernikahan normal dengan drama Korea. Apa dia waras?

"Memangnya yang di drama seperti apa anak kecil?" tanyaku dengan mata sibuk pada ponsel karena membalas chat dari Ghazali. Aku harus tenang dan banyak bersabar menghadapi anak sepertinya.

Istri MudakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang