Rumah mewah bak istana
Lantai keramiknya impor dari Cina
Di dalamnya ada kolam ikan arwana
Penghuninya ada empat orang di sana
Setiap pagi sarapan ikan tuna
Senyum mereka selalu cerah merona
Tapi ada satu jomblo yang mulai gulana
Saat jodohnya tidak tahu di mana
Maka keluarganya mulai menyusun rencanaHei, Mblo, yang lagi baca ini. Terima kasih sudah ke sini.
Saya Relianda, si jomblo yang berusaha menghibur jomblo. Cerita humor-spiritual menjadi kesukaan saya selain susu milo. Dalam cerita ini pakainya aku-kamu, bukan gue-lo.
Udah ya. Nyusun kata-kata berima gini capek juga, lho. Wkwkwk.
💍
Let the story begin!
*putar musik universal studio*Di ruang keluarga, empat orang sekeluarga mengadakan rapat. Mereka duduk saling menghadap meja marmer berkualitas tinggi.
Pukul dua dini hari, Papi membangunkan mereka semua.
"Udah bisa mulai?" tanya Papi. Mami, Dinda, dan Daris mengiyakan. Tentu saja dengan terkantuk-kantuk.
Tanpa perlu kata pengantar, Papi segera to the point. "Umur kamu sudah 27 Dinda. Sudahi masa jomblo kamu itu. Kapan kamu mau nikah?"
"Kemarin kan udah bahas ini, Pi?" protes Dinda.
"Kita akan terus bahas ini sampai kamu benar-benar nikah."
"Sama siapa, Papi? Dinda belum tahu," jawab Dinda mengucek mata. Tadi belum cuci muka.
Mami mengangkat jarinya, meminta izin untuk bicara usai menguap. "Mami punya saran."
"Apa itu?" tanya Papi.
"Kenalan sama cowok."
Dinda pun protes, hilang sudah kantuknya. "Siapa, Mi? Pi? Kenapa harus Dinda yang mulai duluan? Dinda ini cewek, lho. Gengsinya tinggi banget. Mami juga ngerti kan?"
"Tensi? Tensi Mami sih normal, nggak tinggi. Mami kan menjaga pola makan dan olahraga teratur. Nggak kayak kamu malasnya."
Dinda menepuk jidatnya. Kata gengsi terdengar tensi di telinga Mami.
"Setuju," jawab Daris (17 tahun). Dinda melotot padanya. Dinda yakin adiknya itu masih mengantuk sehingga hanya menjawab setuju-setuju saja tanpa menyimak baik apa yang dibahas.
"Sudah, sudah. Sekarang pikirkan siapa cowok yang harus kamu ajak kenalan," ucap Papi menatap Dinda penuh harap. "Saran Papi, kita buat pilihan. Masing-masing dari kita, siapkan satu nama cowok yang pantas kenalan sama Dinda."
"Setuju!" teriak Mami. Daris pun ikut teriak, meski tidak kompak.
Dinda menelungkupkan wajahnya di meja. Ia pasrah. Maka tiga nama yang disarankan nantinya mau tidak mau harus ia terima.
Papi pun memulai lebih dulu. "Papi punya kenalan. Cowok itu anaknya teman Papi. Namanya Alfian. Lulusan S3 Cambridge University. Orangtuanya itu pengusaha sukses, lho. Kemana-mana Alfian itu selalu pakai setelan jas, persis Papanya juga. Katanya karena sudah terbiasa di luar negeri seperti itu. Eksklusif banget kan, pilihan Papi?" Papi tersenyum bangga. Ia lalu meminta Daris mencatat selaku notulen rapat. "Cepat catat, Daris!"
Dinda mengangguk pasrah. Nama Alfian menjadi nama cowok pertama yang merupakan saran dari Papi.
"Sekarang giliran Mami. Mami kenal pemuda baik namanya Basith. Dia keturunan Ningrat. Basith ini sopan banget, Dinda. Dia senang pakai blangkon kemana-mana. Lebih adem kalau tertutup katanya. Itu menampakkan kalau darah birunya benar-benar kental banget, ya kan?"
Daris dengan sigap mencatat semua saran itu. Tidak peduli tulisannya yang begitu berantakan, yang penting hanya ia sendiri yang bisa membacanya. "Mi, darah biru bisa kental?" tanya Daris. Ia begitu ragu menuliskannya dalam catatan.
"Perumpamaan aja, Daris. Cepat catat!"
Dinda menghela napas. Tadi Alfian, sekarang Basith. Siapa pun mereka, Dinda tidak kenal sama sekali.
"Oke, sekarang giliran Daris ya, Kak."
Dinda memutar bola matanya. Ia mau cepat-cepat kembali ke kamar lalu tidur lalu terbangun di esok harinya dalam keadaan amnesia sekeluarga. Begitu harapnya.
"Kalau Daris pengen Kakak kenalan sama guru homeschooling Daris. Namanya Bang Candra."
"Hah, serius kamu Daris?" teriak Papi dan Mami, bukti bahwa mereka tentu mengenal sosok Candra. Tentu saja, karena yang memilihkan Candra sebagai guru homeschooling untuk Daris adalah mereka sendiri.
"Dia orangnya biasa banget. Cuma punya motor butut, kan?" ucap Papi.
"Bukan darah biru, pula," timpal Mami.
"Tapi dia soleh, Kak," jawab Daris memandang Dinda. Hanya itu yang ia rasa mampu meluluhkan hati Kakaknya.
Kata soleh pun terbayang-bayang di pikiran Dinda. Cowok seperti itu tentu sangat spesial dengan edisi terbatas.
"Iya juga sih," Mami mengangguk mengiyakan.
"Bang Candra itu, Kak, kalau pas lagi ngajarin Daris belajar terus dengar azan, dia pasti langsung ke masjid dulu. Keren kan, pilihan Daris?" ucap Daris begitu bangga.
Dinda hanya diam. Siapa pun pilihan mereka, Dinda sebetulnya belum mau menikah.
"Oke baiklah, maka rapat kali ini selesai. Setelah ini kita salat Tahajud sama-sama. Tiga nama tadi semoga salah satunya bisa menjadi jodoh Dinda, yaitu Alfian, Basith, dan Candra," demikian penutup dari Papi.
"Aamiin," Mami dan Daris mengaminkan dengan lantang. Sedang Dinda hanya mengaminkan dalam hatinya.
Iya, sebab sesuai perkataan Dinda, bahwa cewek itu gengsian.
💍
Thank you, Mblo.
Relianda
KAMU SEDANG MEMBACA
One of Them [TAMAT]
روحانياتNamanya Dinda, jomblo berusia 27 tahun. Status jomblonya itu tentu membuat geregetan keluarganya. Akhirnya Papi, Mami, dan Daris menetapkan masing-masing satu nama pria yang cocok menjadi calon pilihan Dinda. Siapakah yang akan terpilih dari tiga na...