Tiga sosok dalam kegelapan melangkah dengan berjinjit, nyaris tidak terdengar suara. Masing-masing dari mereka membawa kotak berukuran sedang. Dan satu di antara mereka menggunakan senter kepala sebagai penerang jalan.
Tiba di tempat tujuan, mereka membuka pintu dengan perlahan. Tampak di dalam ruangan itu sesosok perempuan yang sedang berselimut.
Atas aba-aba, mereka mulai berhitung. Satu, dua, tiga.
"DINDAAA! BARAKALLAH FII UMRIK!"
Lampu kamar menyala. Mata Dinda tentu saja melotot karena terkejut. Di depannya ada Mami, Papi, dan juga Daris yang tampak mengenakan senter kepala.
Dinda memandang jam di dinding lalu berkata, "Masih 15 menit sebelum jam 12, kan?"
"Nggak apa-apa, kan? Supaya kami lebih cepat tidurnya," jawab Papi. Segera Mami menyubitnya karena gemas dengan jawaban Papi. Papi segera meralat, "maksudnya, supaya nggak keduluan sama temanmu yang ngucapin."
Dinda tersenyum. Ia mengambil headband miliknya lalu memasangkannya di kepala. Rambutnya menjadi lebih rapi sekarang.
Papi, Mami, dan Daris lalu duduk di tempat tidur Dinda. Saling berpelukan lalu bersama-sama membuka kotak yang dibawa.
Kotak pertama yang dibawa Papi berisi kue cupcake.
Kotak kedua yang dibawa Mami berisi kue bakpao.
Kotak ketiga yang dibawa Daris berisi rengginang.
Dinda segera mengambil guling terdekat dan memukul Daris. Daris tertawa terbahak tanpa menghindar.
"Kue cake udah biasa, Kak."
Dinda merangkulnya. Ia mengambil satu rengginang lalu memakannya.
"Eh, malah langsung makan," omel Mami ke Dinda. "Daris. Suapin aja!"
Dinda menggeleng. Selesai melahap satu rengginang, ia lalu menikmati bakpao dan cupcake.
"Alhamdulillah. Makasih ya, Papi, Mami, Daris."
"Udah 28 aja," ucap Papi.
Setelah mengobrol sebentar, Mami dan Daris kembali ke kamar untuk segera tidur. Tinggallah Papi bersama Dinda.
"Ada yang mau Papi bilang sama kamu. Nanti Papi mau pergi ke Belanda. Papi ada urusan di sana."
"Urusan apa?"
Papi menjelaskan, "Ada reuni alumni anggota VOC."
"Yah, Papi," merasa dikerjai, Dinda menjadi malu sendiri.
"He he he, iya, iya, serius. Papi ada bisnis di sana. Bulan depan Papi pergi."
"Bulan depan?"
"Iya."
"Berapa lama Papi di sana?"
"Sekitar seminggu."
Dinda mengangguk.
"Karena itu Papi minta satu hal sama kamu," Papi memegang tangan Dinda. "Karena bulan depan Papi pergi, Papi benar-benar harus pastiin kalau kamu udah nikah, Dinda."
Dinda mencerna kembali kata-kata Papi. Berarti dalam waktu satu bulan ini, aku harus nikah?
Melihat Dinda begitu berpikir, Papi bertanya, "Kamu bisa, kan? Papi yakin kamu udah siap. Ini termasuk kewajiban Papi untuk menikahkan kamu."
Dinda memandang Papi dan tersenyum. Ia lalu memeluk Papinya.
"Iya, Dinda janji."
Keduanya kembali mengobrol sambil menikmati kue yang ada di kotak.
"Dinda. Alfian ada hubungi kamu nggak?"
"Hah?"
"Eh," Papi mengalihkan pandangannya, apalagi melihat Dinda kini berwajah masam.
"Papi kasih nomor Dinda ke dia, ya?" terka Dinda.
"He he he, iya. Jangan marah."
"Dia nggak pernah kok hubungi Dinda."
"Oh, ya?"
"Beneran, Pi. Nggak ada."
"Hm, padahal Papi udah kasih nomormu ke dia. Nanti aja deh, ketemu langsung," jawab Papi. "Kalau pilihannya Mami, siapa namanya tuh, si Bambang?"
Dinda tertawa. "Basith, Pi. Basith."
"Eh, iya, Basith. Mami bilang waktu itu kalian udah ketemu, ya?"
"Iya."
"Gimana orangnya? Baik?"
"Baik sih, Pi. Dia sopan, ngomongnya aja pakai 'saya'. Tapi ada satu yang buat Dinda nggak suka."
"Apa itu?"
"Kenapa dia mesti pakai blangkon terus, ya?"
Papi tersenyum. "Kamu mulai penasaran, tuh. Tanya aja ke dia."
Dinda menutup wajahnya lalu menggeleng. "Kan, nggak kenal, Pi. Masa langsung nanya gitu aja?"
"Iya, makanya kenalan."
Dinda menghela napas. Dia mengangguk lagi.
"Kalau Candra?" tanya Papi.
"Udah dua kali ketemunya, Pi. Dia baik. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Dia selalu jaga jarak."
Papi diam. Dinda pun diam. Papi lalu mengusap rambut Dinda.
"Kamu tahu pilihanmu sendiri. Papi nggak akan maksa."
"And I just have a month to decide," ucap Dinda dengan wajah cemberut.
"You can do that," balas Papi dengan mengedipkan mata. "Salat Istikharah, ya."
💍
KAMU SEDANG MEMBACA
One of Them [TAMAT]
EspiritualNamanya Dinda, jomblo berusia 27 tahun. Status jomblonya itu tentu membuat geregetan keluarganya. Akhirnya Papi, Mami, dan Daris menetapkan masing-masing satu nama pria yang cocok menjadi calon pilihan Dinda. Siapakah yang akan terpilih dari tiga na...