"Kalau gue ditanya Abim itu warnanya apa. Maka jawabannya adalah abu-abu. Karena Abim itu nggak bener-bener bisa jadi hitam dan nggak bener-bener bisa jadi putih juga. Dia itu samar kaya abu-abu."
Anne yang dari tadi sibuk mengunyah baksonya langsung melirik Rea yang terlihat lebih tertarik membicarakan Abim daripada makan batagor kuah di depannya. "Warna apa nih? Warna kolor?" ledek Anne setelah berhasil menelan bakso yang sudah dikunyahnya.
Rea menatap horor pada Anne dan benarlah dugaan Anne beberapa saat kemudian Rea langsung mengeglitikinya karena kesal digoda Anne.
"Bukan kolor ih... Otak lo tuh Anne astaga..."
Anne yang mulai kegelian langsung meminta ampun pada Rea. "Astaga Rea ampun Rea... Iya bukan warna kolor iya bukan..." Anne meminta ampun. "Udahan Rea gelitikinnya kalau gue muntah gimana?"
Rea menyerah. Ia menghentikan kegiatannya menggelitiki Anne.
"Rea Rea mampus Rea." kata Qilla membuat Rea panik.
"Mampus? Mampus apaan?" tanya Rea bingung.
"Itu liat, Abim lo..." Kata Qilla yang langsung menunjuk kekasih Rea itu dengan dagunya.
Rea mengikuti arahan dagu Qilla. Dan didapatlah pemandangan yang kurang mengenakkan. Abimnya yang tengah asik nongkrong bersama geng yang Rea dan sahabat-sahabatnya selalu bilang 'geng ganteng' itu dihampiri Tania--salah satu anggota geng The ladies yang terkenal di satu Sekolah mereka.
The ladies adalah geng yang berisi sekumpulan cewek 'yang katanya' cewek-cewek paling cantik di SMA Angkasa ini.
"Dih Dih si Tania duduk di samping Abim gitu Rea." Nara menjelaskan keadaan Tania sekarang yang sudah duduk di samping kekasih Rea itu. "Lo aja nggak pernah bisa kan duduk di samping Abim kaya begitu kalau di Kantin." kata Nara yang terdengar memanas-manasi sahabatnya itu. "Rea lo kalah dari di-REA!"
Terlambat. Rea kini sudah berjalan ke arah kekasihnya yang sedang di dekati perempuan yang membawa buku pelajaran itu di samping Abim yang terlihat tengah menjelaskan.
Rea lalu mengusir Fazran secara paksa dan menempati tempat Fazram tadi di samping Abim.
Abim menengok ke arah Rea dengan tatapan datar. Rea langsung menyunggingkan senyuman polosnya.
"Kenapa?" tanya Rea pura-pura polos lalu melirik buku yang tengah mereka pelajari. "Kan Abim pengen Rea jadi pinter ya jadi Rea juga mau dong belajar biologi sama Abim juga."
"Ya tapi kan hari ini kelas lo nggak ada jadwal pelajaran biologi jadi ngapain lo disini hah?" Tania yang membalas kata-kata Rea. "Ganggu orang yang mau bener-bener belajar."
Rea langsung melirik Tania tajam. "Bener-bener belajar buat ngerebut kekasih orang lain iya? Maksud lo gitu kan?" cibir Rea tanpa basa-basi.
Tania langsung berdecih. "Dasar lo cewek psycho. Otak lo sempit banget pemikirannya pantes jadi juara sepuluh besar dari bawah seangkatan."
"Nah tuh tau gue bodoh ya berarti wajar kan gue ikut belajar bareng lo sama Abim." jelas Rea mencoba membalikkan kata-kata Tania. "Tan, belajar tuh nggak perlu nunggu ada jadwal. Selama lo bisa belajar kapanpun itu ya kenapa enggak?"
Tepuk tangan pun langsung meluncur dari tangan-tangan jahil sahabat-sahabat Abim.
"Ya waktunya tapi nggak sekarang juga kali." sahut Tania sinis.
Rea tersenyum menyeringai. "Emang kenapa? Lo takut kegiatan lo yang mau ngerebut Abim itu gagal hah?"
Tania langsung memasang wajah kesalnya. Dia lalu bangun dan menghentakkan kakinya. "Dasar cewek psycho!" kata Tania yang langsung pergi meninggalkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho
Teen Fiction"They call me psycho. Tapi gue bukan psycho serem yang dibayangin orang-orang. Gue psycho nya dalam hal cinta. Dalam mempertahankan hubungan cinta gue sama dia. Apa salah?" - Edrea Clarinta Ramaniya. _Jungri lokal vers_