Ini seharusnya adalah lembaran baru bagi Rea. Tapi lembaran barunya selalu terasa sulit untuk dibuka.
Lagi dan lagi. Kembali ke lembaran yang sama. Meski lembaran kertas yang sama itu bisa membuat jarinya berdarah karena ketajamannya tapi tetap saja tangan Rea tidak beranjak dari halaman itu. Sama seperti Rea yang kini tidak beranjak dari tempat berdirinya begitu di tempat parkir saat kini ia melihat Abim memarkirkan motornya.
Beberapa perempuan langsung menghampiri Abim. Ingin rasanya Rea menelusup antara kerumunan itu tapi dia merasa tidak ada hak dan membuat dia akhirnya hanya mematung sambil melihat Abim yang pergi bersama Nadia dan beberapa temannya.
Bukannya masuk kelas Rea justru memilih belok ke Kantin bahkan sekalipun bel sudah berbunyi.
Rea bolos.
Tanpa ada rasa bersalah pada pelajaran yang dia lewatkan, Rea justru sibuk dengan nasi kuning yang dimakannya.
Penjaga warung di Kantin sempat bertanya tapi Rea berbohong kalau kelasnya tengah ada pelajaran olahraga.
"Kosong?"
"Apa nih yang kosong? Bangku apa hati gu-" kata-kata Rea terputus begitu melihat siapa yang tadi bertanya padanya.
Harusnya Rea jangan mendongak saja.
Wajah Abim menatap Rea menunggu jawaban.
Rea mengerjap-kerjapkan matanya. Dia pasti tengah berhalusinasi. Karena Abim muncul di Kantin seperti ini dan bahkan muncul di hadapannya tentu saja hal yang tidak mungkin.
Apa Tuhan mengirim bayangan Abim pada Rea karena sedang menghukumnya akibat bolos kelas?
"Tuhan... gue janji nggak bolos lagi deh asal bayangan Abim ini bisa hilang..." gumam Rea yang menengadahkan tangannya.
"Kalau bayangannya nggak hilang bakal tetep bolos lagi?"
"Lah bayangan Abimnya ngomong lagi."
Pletak!
Sebuah pukulan yang tidak begitu menyakitkan terasa di kepala Rea dan bahkan bayangan Abim itu juga mendapatkan pukulan dari Pak Randy wali kelas Rea yang kini sudah berdiri di samping bayangan Abim.
"Kalian ini bukannya masuk kelas malah pacaran disini!" Pak Randy mulai mengomeli Rea.
"Ya kali pak saya pacaran sama bayangan?"
"Bayangan?" Pak Randy terlihat bingung namun kemudian tidak terlalu mempermasalahkan. "Sana kalian bantu saya bereskan ruang penyimpanan alat olahraga sebagai hukuman membolos disini."
"Ta-tapi pak..."
"Buruan sana!"
Rea menurut dan langsung berdiri namun diikuti bayangan Abim.
"Sampai kapan sih bayanga Abim ngikutin gue?"
"Dan sampai kapan Rea mau anggap Abim bayangan?"
Mulut Rea langsung menganga karena merasa bodoh tapi terkejut juga. "Jadi kamu Abim?"
Abim menganggukkan kepalanya.
"Kalau beneran Abim, coba peluk Rea."
Abim langsung berbalik. "Jangan modus," kata Abim yang langsung berjalan mendahului Rea.
Dan tanpa berkata apa-apa lagi Rea lalu mengikuti Abim dari belakang.
***
Rea masih tidak percaya kalau kini ia tengah bolos dengan Abim. Tepatnya dihukum karena bolos dengan Abim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho
Teen Fiction"They call me psycho. Tapi gue bukan psycho serem yang dibayangin orang-orang. Gue psycho nya dalam hal cinta. Dalam mempertahankan hubungan cinta gue sama dia. Apa salah?" - Edrea Clarinta Ramaniya. _Jungri lokal vers_