20

1.2K 251 38
                                    

Baru saja Rea tiba di rumahnya ia terkejut begitu melihat Rei sudah ada di depan pagar rumahnya.

Bukan Rea orang pertama yang menghampiri Rei melainkan Edgar. Edgar terlihat menatap tajam Rei.

"Mau ngapain lagi lo?"

"Gue cuma mau ketemu Rea Bang..." sahut Rei dengan nada yang sedikit bergetar.

"Lo lupa apa hah? Gue kan udah pernah bilang buat jauhin adek gue," sahut Edgar dengan nada meninggi.

"Tapi ada yang mau gue omongin sama Rea bang..."

"Mau ngomong apa lagi? Mau ngajakin adek gue mabok-mabokkan lagi?"

Rea yang khawatir langsung memeluk lengan Edgar.

"Gar... biarin Rei ngobrol dulu sama gue Gar..."

Edgar melirik adiknya yang memeluk lengan tangannya itu. Rea terlihat menatap Edgar penuh harap agar Edgar membiarkan Rei berbicara padanya.

"Tapi Rea..."

"Gue ngobrolnya disini kok Gar... jadi Edgar tenang aja," bujuk Rea lagi membuat Edgar langsung melepaskan tangan Rea cukup kasar.

"Yaudah terserah lo!" kata Edgar yang langsung masuk ke dalam rumahnya dengan penuh emosi.

Dan begitu Edgar pergi Rea langsung menatap Rei. Rea melihat ada lebam disekitar pipi dan sudut bibir Rei.

"Pipi sama sudut bibir lo kenapa?" tanya Rea penasaran.

Rei terlihat tersenyum menyeringai. "Balasan karena gue udah nyakitin lo," sahut Rei santai.

"Dari Edgar?"

Dan Rei hanya diam tidak menjawab pertanyaan Rea dan itu membuat Rea yakin kalau itu adalah hasil karya kakak laki-laki satu-satunya itu.

"Gue minta maaf atas perlakuan kakak gue," kata Rea mewakili Edgar untuk meminta maaf.

"Nggak masalah. Gue emang pantas dapetin ini Rea..."

Rea hanya bisa menatap lirih Rei. Ada rasa iba melihat kondisi Rei sekarang. Wajahnya lebam-lebam dan karena kulitnya putih membuat lebam itu semakin terlihat jelas.

"Rea..."

"Ya?"

"Waktu itu gue nggak maksud. Waktu itu gue khilaf... Gue nggak tau kalau lo nggak suka kaya gitu."

Rei terdengar mulai menjelaskan sebisanya. "Gue kira karena lo anaknya asik jadi buat kaya clubing dan segala hal yang kaya gitu udah emang biasa lo lakuin makanya kemarin gue bawa lo kesana."

Rea mengangguk-anggukkan kepalanya mencoba memahami kata-kata Rei sampai akhirnya dia berhenti lalu menatap Rei. "But I'm not."

"Okay gue minta maaf dan bener-bener maaf banget. Gue masih mau jadi temen lo soalnya." jelas Rei dengan tatapan lirih.

"Walau sebenernya gue pengennya lebih tapi gue mau sadar diri dulu sekarang," tambah Rei lagi.

"Gue mau sebenernya cuma lo harus siap sama orang-orang di sekeliling gue yang udah kaya macan mau nerkam lo," jelas Rea jujur.

Rei tersenyum. "Iya gue tau, udah kebukti dari wajah gue soalnya," sahut Rei.

Rei lalu menatap dalam pada mata Rea. "Tapi gue udah nggak peduli selama gue bisa deket sama lo lagi gue bakal perjuangin itu," jelas Rei lagi.

Rea hanya bisa mengangguk datar.

"Jadi besok gue bisa antar lo ke Sekolah?"

"Ya nggak secepat itu juga lah," protes Rea membuat Rei terkekeh.

PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang