Mama dan adik Abim benar-benar sangat baik pada Rea. Rea yang baru beberapa jam kenal dengan mereka bahkan sudah tidak merasa canggung dengan mereka.
"Jadi gimana cara kakak nembak Bang Abim dulu?"
Mata Alisha--adik Abim itu berbinar-binar menunggu jawaban dari Rea.
"Gimana ya..."
Rea menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena malu. Soalnya bukan cuma Alisha yang ada disitu tapi mamanya Abim juga.
"Pokoknya itu kejadiannya disaat gue udah frustasi banget buat dapetin hati Abim... Udah tujuh kali nembakin Abang lo ditolak terus, baru di terima pas nembak yang ke delapan kalinya. Dan karena cara nembak yang pertama sampai ketujuh gue selalu ngomong langsung sama Abim, jadi yang ke delapan gue coba pakai kertas. Kaya di film-film gue tulis kata perkata terus gue kasih liat di depan Abim. Bahkan gue udah nulis kata 'gpp' karena mikir bakal Abim tolak lagi."
"Terus kak terus?"
"Terus pas gue udah siap-siap nunjukkin kata 'gpp' karena Abimnya diem aja eh Abim nya jalan deketin gue, terus dia bisik-bisik 'Iya'."
Alisha menaikkan alisnya. "Bang Abim cuma bilang iya?"
Rea mengangguk sambil tersenyum lebar. "Iya dia cuma bilang 'iya'."
Alisha lansung geleng-geleng kepala. "Nggak nyangka Abang gue seajaib itu."
"Tapi kata 'iya' dari Abim itu super langka..."
"Ya iya juga sih..." Alisha setuju dengan kata-kata Rea karena kakak tirinya itu memang minim komunikasi.
"Eh iya kalau dipikir-pikir dia nggak cuma bilang 'iya'," kata Rea membuat Alisha dan mama Abim langsung antusias.
"Bilang apa lagi Abim Rea?"
Pertanyaan itu muncul dari mamanya Abim yang membuat Rea menengok ke arahnya lalu tersenyum karena ternyata mamanya Abim juga ikut mendengarkan cerita Rea.
"Selain bilang 'iya' Abim juga..."
Rea menggantung kata-katanya lalu tersenyum malu-malu. "Abim juga sambil senyum."
"Senyum? Cuma senyum?" tanya Alisha terdengar kecewa.
Rea menganggukkan kepalanya. "Iya senyum yang paling manis dan ganteng yang pernah gua lihat seumur hidup gue. Rasanya tuh kaya ada kupu-kupu berterbangan di dalam perut gue. Pokoknya sore itu gue bahagia banget..."
Walaupun Alisha terlihat tidak habis pikir pada kisah Abim dan Rea tapi begitu melihat Rea tersenyum Alisha ikut tersenyum.
"Gue pengen lo tetep jadi kakak ipar gue rasanya..." gumam Alisha.
Rea tersenyum. "Gue juga pengennya gitu cuma abang lo... nggak suka gue."
Mamanya Abim tampak akan mengatakan sesuatu namun dia akhirnya pergi begitu mendengar pintu rumahnya diketuk.
Dan beberapa saat kemudian mama Abim muncul lagi di hadapan mereka.
"Rea di depan ada laki-laki yang katanya Abang kamu."
"Tinggi tante? Matanya belo?"
Mamanya Abim itu mengangguk. "Ada empat orang yang datang dan ya yang bilang dia kakaknya Rea itu memang sesuai apa yang kamu bilang."
"Bang Edgar berarti." Rea langsung berdiri dan sedikit kecewa karena kakaknya sudah lebih dulu muncul sebelum Rea melihat Abim lagi.
***
Abim menghentikan motornya sebelum ia sampai di rumahnya. Pengecut memang karena Abim melakukan itu hanya karena ia melihat dari jauh Edgar bersama Alvian, Reizal dan Kaivan tengah menjemput Rea dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho
Teen Fiction"They call me psycho. Tapi gue bukan psycho serem yang dibayangin orang-orang. Gue psycho nya dalam hal cinta. Dalam mempertahankan hubungan cinta gue sama dia. Apa salah?" - Edrea Clarinta Ramaniya. _Jungri lokal vers_