BAB 5

643 37 13
                                    

"Dek..." Aku merasakan usapan lembut di pundak ku.

Aku menoleh sekilas kerahnya, lalu kembali menatap langit-langit yang bertaburan dengan bintang.

"Kenapa?" tanyanya dengan mengelus puncak kepala ku dengan lembut.

Aku hanya menggelengkan kepalaku dengan lemas.

"Dek... Kakak tahu kamu ada masalah? Apa kamu menyesal telah berpakaian seperti ini?"

Aku langsung menggelengkan kepalaku ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut kakakku. Justru aku sangat bersyukur bisa berubah seperti ini, meskipun aku belum menggunakan pakaian ini selama satu hari, tapi aku bisa merasakan ketentraman hatiku.

Sedangkan kakakku, dia sangat bahagia sekali katika aku pulang menggunakan gamis milik Mbak Killa. Sungguh aku tidak ada penyesalan sedikitpun ketika aku menggunakan gamis ini yang lengkap dengan hijabnya.

"Alhamdulillah... Terus kenapa adek murung gitu mukanya? Biasanya kamu pulang udah bikin kakak pusing dengan tingkah ajaibmu itu. Tapi sekarang? Ada apa dengan Asyilla ini?"

Aku sedikit merasa malu ketika kakak mengatakan kalau aku memiliki tingkah ajaib. Apa salah, aku buat kakakku terhibur dengan tingkahku yang selalu mengelilingi kakak cantikku ini?

"Ya udah deh... Kakak masuk dulu kalau adek gak mau berbagi cerita dengan kakak."

Kakakku memang sangat pengertian. Aku memang bukan tipe orang yang suka dipaksa oleh siapapun, tak akan ku biarkan orang lain memasuki kehidupanku yang sangat sulit ini.

Tapi, jika dengan kakak aku tidak akan menyembunyikan apapun dari dia. Karena hanya dialah satu-satunya keluargaku yang ada hingga saat ini.

Aku hanya tinggal berdua dengan kakak di kota yang besar ini. Tentang orang tuaku, aku sendiri tidak tahu. Bahkan tentang saudara-saudara dari orang tuaku pun aku tidak tahu di mana mereka berada.

Tapi ketika aku tanya kepada kakak. Kakak pasti akan selalu mengalihkan pertanyaan ku ke topik lain. Sedikit kecewa karena tidak dijawab, tapi setelah ku fikir-fikir lagi, mungkin dia tidak ingin aku bersedih jika mengetahui yang sebenarnya. Karena setiap aku tanya kepada kakak dimana orang tua kita, mata kakak pasti akan berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya. Tapi, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di hadapan adiknya ini.

Setelah aku melihat perubahan raut wajah kakak yang berubah sendu ketika aku bertanya tentang orang tuaku, detik itu juga aku tidak akan bertanya lagi jika itu membuat kakakku satu-satunya bersedih karena pertanyaan ku. Meskipun didalam hatiku yang paling dalam aku ingin mengetahui, namun sebisa mungkin aku menahan agar tidak membuat kakakku sedih. Aku tidak bisa melihat kakakku bersedih karena aku. Aku hanya memiliki dirinya, satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidupku.

Aku menyusul kakak kedalam rumah, ku lihat dia berdiri didepan kendala dengan menatap bintang-bintang di langit. Aku yakin dia pasti kepikiran tantang perubahan yang terjadi dalam diriku.

Kami berdua memiliki kebiasaan yang sama. Yaitu, suka menatap bintang-bintang yang ada di atas langit katika ada sesuatu yang mengganggu fikiran kami. Aira dan Asyilla dua orang yang tidak akan terpisahkan sampai kapanpun.

"Kak..." Dia berbalik menatapku yang berdiri diambang pintu. "Asyilla mau cerita sesuatu sama kakak." Lanjut ku, kulihat ada senyuman di sana ketika aku bersedia menceritakan keluh kesah ku kepadanya.

"Ya udah sini cerita ke kakak." Aku mengangguk lalu menghampiri kakak yang sudah duduk di atas kasur yang tidak terlalu kecil untuk ukuran kakak.

"Jadi, apa masalahmu Asyilla?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anugerah TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang