ADA sesuatu dalam diri Sophie yang membuatnya berubah.
Tak ada yang pasti, paham kan? Aku bahkan tak tahu apa yang dia inginkan pada saat aku berdiri di sebelah sepedaku dan menenteng dua bungkus Burger King serta dua kaleng Pepsi.
Hanya saja aku merasakan tekanan di dadaku bahwa kalau aku tak melakukan sesuatu mengenai hal itu maka aku akan merasakan diriku meledak.
Selama seminggu atau lebih, sejak aku melihat Sophie di depan Boucherie Union Square, jam tidurku berantakan. Sekarang aku bertemu dengannya lagi, dan meski Sophie adalah gadis yang aneh, dia membuatku untuk bertindak, dia menghantuiku seharian.
"Sialan. Aku akan pulang sekarang," aku berkata. "Akan janggal kalau tidak demikian."
Aku curiga diriku sedang dipermainkan Sophie. Aku menaiki sepedaku, tetapi saat aku menoleh gadis itu telah menghilang.
"Cepatlah pergi, Tae," Sungjae melanjutkan. "Dia mungkin ingin melakukan sesuatu padamu. Aku khawatir."
Ini sama sekali tidak terduga. Apa yang harus kulakukan untuk menghentikannya? Dia orang pertama yang kujumpai di New York, dan meski aku pernah mengenalnya dengan baik, aku tak tahu apa yang dia inginkan. Setiap kali mata pucatnya mengawasiku, ingatan akan gadis yang menyebutkan namaku sambil memainkan kunci pintu muncul kembali dalam pikiranku.
Aku ingin bebas darinya.
"Apa kau sedang berada di depan Official NYC Information Center?" Sungjae bertanya.
Hal itu membuatku terkejut. Sungjae dapat menyadari kalau tebakannya benar.
"Bagaimana kau bisa tahu?!" Aku bertanya dengan lemah, terus mengayuh meninggalkan Times Square.
"Bro, sudah kubilang dia mengikutimu!"
Aku berhenti di tempat aku berada. Aku tidak repot-repot menyembunyikan kemarahanku. "Oke, di mana posisinya sekarang?" aku bertanya. "Aku tak dapat menemukannya di mana pun."
Namun Sungjae terdengar kebingungan. "Uh, tunggu. Dia di seberangmu. Sepertinya dia berada di depan SKECHERS Retail. Menolehlah ke sebelah kanan."
"SKECHERS Retail?" tanyaku memastikan. "Oh shit, dia memang di sana."
"Tae, dengarkan aku. Kau harus pergi ke jalan West 43rd St., Sophie mungkin tak bisa mengejarmu kalau kau terus mengayuh sepcepat mungkin."
"Baiklah," aku berkata. "Aku harap dia tidak menyetop taksi untuk mengikutiku."
"Cepatlah, bodoh! Aku tak tahan dia terus mengirimiku foto-fotomu dari belakang!"
"Aku sedang berusaha!" aku ingin menjerit. "Aku tak tahu apakah dia berlari mengejarku. Aku tak berani menoleh ke belakang."
Aku berbelok ke jalan West 43rd St., melalui Paramount Building, restoran Meksiko Los Tacos No. 1, dan kafe Starbucks. Taksi-taksi kuning berjejer di sebelah jalur kiri jalan 8th Avenue. Napasku mulai sedikit terengah, untuk pertama kalinya sejak aku bersepeda di New York.
Tak lama, saat aku melihat ke belakang, aku bisa melihat bayangan gadis bertopi lebar dan bermantel gelap di antara kerumunan. Posisi bulan sudah tinggi, dan ada cahaya muram di langit barat.
"Tae? Apa kau masih hidup?" Dengan ketakutan Sungjae bertanya. "Kalau iya, di mana posisimu sekarang?"
"42 St-Port Authory Subway Station," jawabku sambil terus mengayuh di trotoar 8th Avenue. "Bro, kupikir dia masih terus mengejarku."
Sungjae terdengar frustasi di sana. "Dia berhenti mengirim fotomu. Kurasa dia sadar bahwa dia sudah terlalu bodoh untuk membuatmu menyadari di mana posisinya."
Di depanku berdiri gedung New York Times Building yang besar dengan tulisan timbul hitam. Di sebelah kananku ada jalan West 40th St., di sebelah kiriku ada restoran Gray's Papaya, di seberang kananku ada Chase Bank.
Akhirnya, saat kelihatannya West 37th St. tidak jauh lagi, sebuah taksi kuning tiba-tiba berjalan di sebelahku, dan mulai menyamakan laju kecepatan sepedaku, berada di jalur kiri. Jendela taksi menurun tiba-tiba, tempat seseorang terlihat.
"Taehyung!"
Sophie berteriak sekuat tenaga di dalam taksi, menyembulkan kepalanya di atas jendela yang terbuka, ketika bulan bersinar dan memudar. Suaranya tertelan udara malam.
Aku tidak berpaling, tetapi aku terus mengayuh maju sekeras yang kubisa. Rasanya jalan raya 8th Avenue begitu panjang dan gang West 37th begitu jauh, hingga Sophie melanjutkan kata-katanya.
"We need to talk right now, Tae! You should listen to me!"
Aku terus mengayuh dan mengayuh hingga kakiku terasa nyeri dan wajahku menjadi kebas karena angin, dan bintang-bintang bermunculan di atas.
"F*ck you, assh*le!" aku berteriak tanpa menoleh. "You are piece of shit!"
Suaraku habis. Aku menjadi serak karena berteriak. Aku menyerah dan menggigit bibir, memejamkan mata menahan air mata yang menggenang karena rasa takut yang menyergapku habis-habisan.
So pathetic as f*ck.
Sophie mungkin takkan mau menyerah, karena aku telah memergoki perbuatannya―aku telah mengetahui rahasia busuknya yang sudah dia sembunyikan rapat-rapat.
Whatever she wanna talk about, I don't give a shit.
"Dude, you okay?" Samar-samar aku mendengar Sungjae bertanya. "Kuharap kau tidak mendapat masalah di publik."
Aku membelokkan sepedaku ke jalan West 37th St., dan taksi kuning itu tidak mengikutiku lagi.
"Yeah, aku hampir tiba."[ ]
***
KAMU SEDANG MEMBACA
XANNY│V
FanficKim Taehyung merantau ke Amerika Serikat. Ia akan menjadi mahasiswa resmi Universitas New York, dan dengan begitu ia mencari tempat tinggal yang nyaman. Bersama seorang gadis asal Texas, mereka bersepakat berbagi kamar sewa. Hanya pada malam harilah...