Hayi POV
"Benar, mereka akan mengabaikanku. Seperti yang kau lakukan, Hanbin" kataku dengan nada rendah.
Mata Hanbin membulat mendengar penyataan itu. "Tidak, aku tidak mengabaikanmu," elaknya.
"Yes you did !!"
Hanbin mencengkram pundakku dan memaksa tubuhku untuk berhadapan dengannya. "Kau salah, Hayi." nafasnya memburu setelah mendengar tuduhan kerasku tadi. " Aku hanya tidak ingin membebanimu karena masalah ini," jelas Hanbin.
Aku menggeleng pelan. "Kenapa?! Bukankah aku berhak tahu yang sebenarnya? I am your girlfriend. Kita seharusnya saling memahami dan membagi beban!"
"Tidak, kau tidak perlu tahu." jawab Hanbin dengan suara yang sudah lamat terdengar. "Aku tidak ingin kau terlibat lebih jauh tentang hal ini. Aku tidak ingin merusak image dan mimpimu." Perlahan dia meraih dua tanganku dan menggenggamnya erat.
Hanbin tersenyum, "Kau sangat bersinar di atas panggung. Aku takut, membawamu ke sisi gelap ini." lanjutnya. Setetes air mata jatuh dari mata kanannya. Dadaku ikut ngilu bersama lelehan air mata yang coba dia hentikan.
"Dasar bodoh,"
Hanbin membelai wajahku, "Aku tahu," jawabnya.
==
Hanbin POV
Tuhan sudahi perih ini, aku tidak ingin menunjukkan sisi hancurku di depan Hayi. Rapalku tidak berhenti sejak tadi.
"Dasar bodoh," umpatnya padaku. Memang aku orang bodoh dan juga seorang pecundang. Aku mengakui itu tanpa babibu.
Hayi memalingkan wajahnya dariku, pandangannya berubah kosong. Seketika aura negatif kembali datang kali ini lebih pekat dan suram. Aku tidak akan menyukai ini.
"Sekarang aku tahu," ucapnya. Hayi kemudian menatapku tajam, "Kau tidak pernah menyukaiku sebagai Lee Hayi. Kau hanya menyukai gadis yang berdiri di atas panggung, bernyanyi dan tersenyum bernama Lee Hi." lanjutnya. "you loved being on stage so much, until you dont want to ruin anything. including me, oh sorry, Lee Hi."
dadaku bertalu mendengarkan Hayi menyelesaikan kalimatnya. she hit me twice, and i died everytime she did it.
Tidak ada yang bisa kulakukan selain minta maaf. "Maaf. Aku bahkan tidak sadar bahwa aku orang seperti itu," aku menghela nafas panjang menahan emosiku tumpah didepannya. "Aku memang mencintai panggungku karena aku tahu ada rasa bahagia bagiku disana. Kukira kau juga merasakan yang sama. That's why i pushed you away. I'm not gonna let your dream and your happiness gone, because of me." jelasku lemah.
Hayi tertawa sarkas. "Kau benar-benar... buta."
Aku terkejut,
"Apa kau tidak pernah melihat bahwa 'impian dan bahagia' perlahan memudar sejak tahun pertama aku dibawah naungan agensi sampah itu?!" ucap Hayi dengan nada tinggi. "Aku juga seperti mu, tertekan, terluka, kebingungan. Tapi kau datang! kau ada disana untukku saat aku butuh teman! dan aku menyukainya."
Hayi berdiri membelakangiku, "Tapi lihat sekarang, kau membuatku tidak berdaya, Hanbin. Aku juga ingin menjadi sepertimu saat itu. Tapi tidak kau tidak mengijinkanku untuk seperti itu."
Aku mengikutinya dan meraih tangan Hayi. ia berbalik menghadapku, wajahnya sudah memerah dan basah karena air mata.
"I feel so angry and insecure at the same time. I am no good for you," ucapnya terbata.
"Shh... jangan sebut dirimu seperti itu Hayi. Akulah yang seharusnya berkata hal itu." katanya menenangan dia.
Hayi menyeka air matanya kemudian kembali menatapku. "Kurasa kita harus...."