Pintu gereja terbuka, suara organ pun mengalun, dan semua orang berdiri menatap ke arah gue. Gue menampilkan senyum terbaik gue. Gue bahagia...
Gue terus berjalan dengan tenang menggandeng Papa, ayahnya Cella. Lita, Ryan bahkan pengantin pria gue, James, kaget setengah mati. Apalagi melihat Papa yang tersenyum bahagia ke arah gue!
Sampai akhirnya di depan altar, gue masih terus menggandeng tangan Papa. Dengan isyaratnya, Papa menyuruh pemain organ untuk berhenti. Keadaan di dalam gereja langsung hening. Papa menatap gue sekali lagi, dan gue mengangguk.
"Saya tidak akan pernah mengijinkan anak saya untuk menikah dengan bajingan seperti Anda." Kata Papa masih dengan senyumnya penuh tanya.
"Mak-maksudnya..." kata James tergagap.
"Maksudnya, pernikahan ini batal." Kata Papa yang sukses membuat hadirin satu gedung ini terbelalak kaget.
Banyak yang mulai bergosip, berbicara, bahkan Lita dan Ryan pun langsung maju mendekat ke arah gue dan Papa. Ga mau kalah, orang tua James pun ikut mendekat dan berdebat.
"Tidak bisa begitu! Masa pernikahan ini batal seenaknya?! Bukankah anak Anda sudah setuju untuk menikah dengan anak saya?!" teriak ibunya James.
Ah, selain anaknya yang gue ga suka, ibunya juga! Cerewet sekali. Gue pernah ketemu dua kali saat fitting baju. Astaga... ini itu semua dikomentarin!
"Tentu saja bisa. Ga ada yang ga bisa bagi saya, Tommy Hendrawan." Kata Papa angkuh.
Wow!
Bisikan-bisikan orang-orang di belakang gue semakin meriah.
"Anda sungguh mempermalukan keluarga kami!" teriak ibunya James.
"Justru akan lebih memalukan kalau pernikahan ini dilanjutkan!" tambah Papa.
"Jaga mulut Anda! Apa maksud Anda berkata seperti itu?!" balas ibunya James.
Dengan sebelah tangannya, Papa mengeluarkan semua foto yang dia simpan di balik jasnya. Dengan senyum mengembang, Papa langsung melemparkan foto itu tepat di wajah James.
"Saya tidak butuh menantu yang selama berpacaran bahkan hingga detik ini berselingkuh di belakang anak saya! Saya bahkan tidak butuh menantu yang tidak meminta ijin saya untuk menikah dengan anak saya! Tidak ada ampun bagi seseorang yang menipu keluarga Hendrawan!" teriak Papa.
Gue bisa melihat wajah pucat pasi James yang melihat foto-foto yang sudah berserakan di lantai. Begitu juga dengan orang tua James. Nina yang ada di bangku terdepan pun membeku di tempat.
"Terima kasih atas perhatian lu selama ini. Nina boleh menggantikan gue di acara hari ini." Kata gue sambil tersenyum lebar.
Akhirnya gue benar-benar ga jadi menikah! Syukurlahhhhhh!
"Pa, aku capek. Kita pulang ya!"
"Iya. Kita pulang." Kata Papa sambil membantu gue untuk berbalik, dan berjalan menuju pintu keluar gereja.
"Lita... Ryan... ayo kita pulang! Kita punya pesta besar untuk merayakan kepulangan Papa!" ajak gue.
***
Keluarga itu yang terpenting! Itu hal yang gue dan Cella yakini.
Papa dan Ryan terlihat begitu akrab. Bahkan tadi mereka sempat bermain basket di halaman belakang yang selama sebulan ini gue rombak menjadi lapangan basket. Walau setengah mati mengatur waktu, akhirnya perjuangan gue ga sia-sia!
"Kaaakkkkk!!! Papa jago banget main basket! Ga bohong deh!!! Dia lebih jago dari Kak Cello!!!" teriak Ryan menghampiri gue dan Lita yang ada di pinggiran kolam renang.
"Kak Cello? Siapa itu??" tanya Papa menghampiri gue dan Lita.
Lita juga menatap gue bingung. Gue merasa dipojokkan.
"Ryan kenal Cello?!" tanya Lita bingung.
Oh astagaaa! Iya juga ya. Selama ini gue kan ga pernah cerita sama Ryan kalau gue kenal Cello!!!
"Loh?! Kak Lita kenal Kak Cello??!" tanya Ryan.
Aduhhh gawat!
"Ga kenal!" jawab gue cepat dan buru-buru ingin membekap mulut Lita.
"KENAL! DIA PACARNYA CELLA!!!" teriak Lita ga kalah cepat.
Sekarang mata Papa dan Ryan menatap gue tajam. Gue hanya bisa pasrah dan menunduk. Ini di luar rencana gue!
"Oh.." kata Papa dan Ryan berbarengan.
Gue langsung mendongak melihat Papa dan Ryan. Kok Cuma 'oh'?
"Ryan, sini. Kita harus bicara man to man." Kata Papa.
Ini apaan sih! Papa bilangnya keren mau bicara man to man, tapi ternyata Cuma dua langkah dari tempat gue duduk. Bicaranya pun suaranya sengaja dikeras-kerasin!
"Jadi nama cowok itu siapa?"
"Marcello, Pa!" teriak Ryan.
"Orangnya gimana?"
"Ganteng sih! Dulu dia itu ganteng nomor dua setelah Ryan, tapi sekarang dia nomor tiga karena Papa juga ganteng. Walau masih gantengan Ryan!"
Gue melongo dengarnya. Itu yang disebut bicara man to man?!
"Oke. Kamu ganteng nomor satu. Papa dua. Dia tiga. Terus apalagi?" tanya Papa penasaran.
Gue hanya bisa menutup muka gue. Konyol!
"Atletis Pa! Badannya otot semua!"
"Wah, kalau itu Papa sih masih bisa menang dari orang itu. Terus ada lagi?"
"Hm... JAGO MAIN BASKET!" teriak Ryan.
"Tapi kan Papa lebih jago! Terus ada lagi?"
Ryan berpikir. Gue malah geleng-geleng kepala. Tahukah mereka kalau yang mereka bicarain itu GUE?!
"Dia itu CEO MC Group, Om! Pinter loh! Juga baik sih, walau dia yang nabrak Cella dulu. Inget kan Om beritanya?!" tambah Lita yang ga tau sejak kapan udah duduk bertiga bersama Ryan dan Papa.
"Tetep Om lebih keren. Om juga CEO! Hm... jadi pacar Cella itu orang yang bikin dia celaka ya?" kata Papa sengaja mengeraskan suaranya.
"CUKUP! Ini apa-apaan sih! Kenapa jadi banding membandingkan begini, coba?!" kata gue jengah.
"Jadi, siapa lebih keren? Papa atau orang yang namanya Marcello itu?"
Astaga.
"Papa!!!"
"Om dong!"
Senyum Papa mengembang luar biasa.
"Kalau begitu, Cella ga boleh pacaran lagi sama orang itu! Cowok yang menjadi pacar Cella harus bisa mengalahkan Papa dulu! Setuju??!" kata Papa semangat.
"SETUJUUUUU!" teriak Lita dan Ryan berbarengan.
Ini apa-apaan sih!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Diary
عاطفيةGue tampan, pinter dan luar biasa. Bahkan di usia gue yang baru 26 tahun, gue udah menjadi CEO di perusahaan besar yang gue bangun sendiri! Tapi semua itu berubah. Entah gue yang gila atau dunia yang gila, yang jelas gue bukan lagi 'si tampan'. Gue...