Bagian VI : Maaf

24 5 1
                                    

'huuh, hah' dug begedebug dug

"Huaa, bagaimana ini?" aku berteriak kencang di dalam kelas ditemani Syafa dan Lani. Sehabis makan tadi kami langsung ke kelas mengingat pertarungan habis-habisan harga diri kelasku akibat ulah konyolku waktu itu akan segera dimulai. Hanya tersisa kami bertiga di kelas sementara teman-teman kelasku sudah turun ke lapangan futsal.

"Hahaha, santai Dan. Gak usah malu ih, lo kan udah biasa" seloroh Lani menertawaiku yang panik.

"Biasa apanya? Heh! Malu-maluin tau" aku cemberut kesal mendengar celotehan Lani yang meledekku.

"Udahlah, Dan. Tenang, cuma kita-kita kok yang bakalan liatin lo" Syafa berusaha menenangkanku agar jangan berlebihan.

"Apanya yang cuma kalian? Ada kakak kelas juga, Fa. Syukur-syukur kalo kelas lain gak ikutan nonton" aku semakin panik saat mengingat kemungkinan kelas lain yang ikut nonton pertandingan nantinya.

"Halah, gak usah dipikirin. Kita turun yuk" Lani segera bangkit menarikku bersama Syafa. Aku sendiri hanya pasrah sekaligus bingung harus berbuat apa. Mau ditaruh mana jidatku nanti? Hikss.

Kepanikan yang terus berlanjut menghasilkan bulir-bulir keringat, menetes membasahi kerudungku. Tisue segera kurogoh dari dalam saku seragamku namun yang kudapat malah robekan kertas kusut yang entah sudah berapa lama bernaung di dalam sana.

Aku yang heran segera menariknya hendak melempar namun goresan kalimat di dalamnya mampu menarik kesadaranku beberapa detik.

"Ucapkan kalimat ini saat pertandingan nanti, 'Kak, maafin adik kelasmu yang murahan ini'. Ingat, lo harus pake teriak sekencang-kencangnya sambil lari keliling lapangan futsal sampai pertandingan selesai. Titik. Jangan beritahu siapa-siapa, lakukan saja atau lo bisa memilih pergi dan semuanya akan berakhir secara BAIK-BAIK saja"

Deg!

Aku tak mampu berkata-kata lagi saat mengulang bacaan yang sama. Sama saja, mataku tak buram. Satu keyakinanku, akan kulakukan semua ini. Tak apa, ini semua adalah kesalahanku. Saatnya menjadi ketua kelas yang baik dan tidak lari dari tanggung jawab. Yeah, aku mengepalkan tangan terus melangkah menuruni satu per satu tangga menyusul Lani dan Syafa yang rupanya telah beranjak mendahuluiku hingga di lapangan futsal.

"Oyy, kalian lupain gue lagi" aku mengagetkan mereka dengan berbicara tepat di antara mereka berdua.

"Astaga ish, Dani. Jangan ngeselin gitu deh" Lani terperajat kaget melihat kehdiranku sementara Syafa hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Sorry sis, lagian kalian sih" aku tertawa meringis melihat ekspresi mereka.

"Oalah, lo kali yang jalan kayak orang paling pasrah gitu. Yaudah, kita tinggalin" Lani kembali membela dirinya memasang wajah aneh kepadaku.

"Huaa, jadi gue harus gimana nih?" aku menggaruk-garuk kepalaku tegang dengan apa yang harus kulakukan nanti. Tak ada pilihan lain lagi. Tidak mungkin aku pulang begitu saja ber-masa bodoh dengan semua ini. Akan kupastikan semua selesai dengan tanggung jawabku.

Terang saja aku terkaget-kaget saat melihat pasukan kedua kubu telah memasuki lapangan futsal. Kentara sekali dua tim ini, tim kelasku yang memakai seragam berwarna merah bercorak hitam tampak begitu lesu menghadapi tim lawan yang notabenenya kakak kelas. Seragam kakak kelas itu berwarna coklat dengan hitam pula, mereka tampaknya sangat yakin dan ada beberapa yang tersenyum melihat kawanan teman-temanku. Aku tidak tahu apa maksud senyum itu, yang pastinya mungkin mereka akan tertawa remeh nanti saat melihatku.

Seseorang mengikuti langkah tim kakak kelas itu, dia seorang perempuan. Yang benar saja, aku bertanya-tanya mengapa ada perempuan di tim futsal laki-laki?. Haha, eh tapi lihatlah! Dia kakak kelas perempuan itu. Si lem kayu, si mungkin pacar si kakak kelas es itu. Hadeh, mau ngapain dia sih?

Aku menatap heran kepadanya saat tibatiba saja dia berdiri di tengah lapangan memegang toa.

"Hola semuanya, haha. Kalian bertanya-tanya mengapa gue disini?! Lihat barisan itu, si cewek kudung putih dengan tampang konyolnya" dia berseru kepada semua orang yang berkumpul di pinggir lapangan. Menunjukku yang tengah berdiri kebingungan saat semua mata memandang ke arah diriku. Aku menunduk canggung, tentu saja semua orang penasaran siapa diriku.

"Dih, dia nunduk lagi! Gak usah nunduk woyy, kesini lu" dia memanggilku mengarahkan jemarinya di dekatnya. Aku langsung berjalan saja menembus kerubungan menuju ke tengah lapangan dan berdiri tepat di sampingnya. Semua orang kuyakini memandangiku, mungkin ada yang tertawa. Yang jelas aku tengah menahan malu saat ini.

"Kalian lihat dia?!" dia mengoceh di hadapan semua orang sambil menunjukku, "Dia ini ketua kelas XI IPA 8. Dia adalah adek kelas paling kurang ajar dan paling gak tau diri yang pernah ada di sekolah ini. Berkat dia, kalian akan menyaksikan sebuah pertandingan yang pastinya keren dan dia bakal bertanggung jawab atas kekurang ajarannya itu di depan kalian semua, hahaha" suaranya saat tertawa sungguh menyakitkan hati. Dia seolah menganggapku makhluk yang paling tidak tau diri disini. 'Ya sudahlah, terima saja' ucap batinku menyabarkan.

"Hei, lo tau kan apa yang harus lo lakuin? Dan kenyataannya lo bakalan menyesal setelah semua ini. Ingat itu" aku menegakkan kepalaku setelah cukup lama menunduk yang rupanya membuat leherku pegal, hehe. Aku mengangguk dan tersenyum bijaksana. Tenang saja, aku mampu kok.

///////

earthenwareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang