3. Abam dan Bimo

86 16 5
                                    

Bahu Abam terdorong kasar oleh sesorang yang jalan berlawanan arah dengannya. Abam yang sedang asik bermain handphone mendongak dengan wajah sangar. Lelaki yang mendorong Abam tadi tidak merasa beralah sedikitpun, ia malah menunjukkan wajah menantang.

Bugh

Abam tersungkur, handphonenya terlempar entah kemana. Tak mau kalah, Abam berdiri dan melepas tasnya, ia mulai meninju balik lelaki itu, Bimo.

Abam tak mengerti mengapa Bimo menyerangnya sekarang. Abam dan Bimo adalah sepupu, Papa Abam adalah adik dari Papanya Bimo. Mereka memang tak akur, terlebih lagi dengan hubungan keluarga, apalagi sejak Eyang Kakung meninggal. Tapi sebelumnya Bimo gak pernah menyerangnya seperti ini.

"Lu kenapa, Setan!" kata Abam.

Bimo berdiri sambil memegangi hidungnya yang nyeri, "kelurga lo yang setan."

Bugh

"Maksud lo apa?" tanya Abam menggebu.

Bimo menghujam wajah Abam, "bilang sama bokap lo, jangan pernah lagi nikmati harta orang lain yang bukan miliknya!"

"Setan!" Abam kepalang, sekujur wajahnya nyeri, "yang gak pernah mau damai itu keluarga lo," kata Abam menantang, "sombong, angkuh, me--"

Bugh

Abam mendesis kesakitan, pandangannya lebur namun ia mencoba berdiri dan melawan Bimo.

"Gue gak bakal bikin lo tenang, Bam, gue gak bakal bikin lo bahagia."

Selepas itu Bimo pergi dari hadapan Abam dengan segala tanda tanya yang masih tersimpan dalam otak Abam tentang masalah yang menjadi dibalik retaknya hubungan kakak beradik ini.

Abam menyekap ujung bibirnya dengan baju seragamnya, berdarah. Ia berdecak, sedikit nyeri dan lebam di beberapa bagian wajahnya membuat Abam berfikir duakali untuk pulang cepat.

Abam mengambil tasnya yang terlempar di sembarang tempat dan handphone yang berada di bawah tempat sampah.

Abam memutuskan untuk membuka handphone dan mengirimi pesan singkat kepada Mamanya.

Abam
Abam pulang telat, Ma, mau kerja kelompok lagi.

Mama
Iya.

**

Rumah Ocit adalah tujuan terbaik Abam. Ocit adalah teman Abam sejak kecil, rumahnya gak terlalu jauh dari rumah Abam, masih satu komplek. By the way, Ocit bukan nama aslinya, itu cuma panggilan.

Ocit yang kedatangan tamu babak belur sedikit kaget. Pasalnya Abam memang tak mengabari Ocit terlebih dahulu kalau mau ke rumahnya.

"Sori ya, Cit, gue gak bilang dulu," kata Abam.

Tak lama, Ibunya Ocit datang dengan sebaskom air hangat dan handuk kecil, "habis berantem kenapa sih, Bam? Pasti karena cewek ya?" Katanya.

Abam terkekeh pelan, kemudian meringis karena sakit di ujung bibirnya, "Abam gak punya pacar, Bu," ujar Abam.

Wajah Ibu nampak tak percaya, "yaudah Ibu bikin minum dulu, Cit kamu obatin Abam ya."

Kemudian Ibu masuk, Ocit berulang kali menatap Abam dan baskom berisi air itu, kemudian bergidik ngeri, "lu obatin sendiri aja lah, Bam, gue ngebayanginnya aja geli kalo ngobatin lu, nanti lu bakal meringis kesakitan terus gue bakal niupin. Idih, ogah."

Abam berdecak, "gue juga geli kali, Cit," katanya yang membuat mereka sama-sama tertawa.

"Lo nyerang Bimo duluan?"

FREDITENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang