"Aduh anjir, Ines bego, bego."
Ines yang baru saja menampakkan wajahnya langsung memasamkan wajah mendengar ucapan Abam, "apaansih lo," kata Ines sambil menggertak pelan mejanya yang sekarang di duduki Abam, "setiap main game bawa-bawa nama gue pake ngatain segala! Dasar lo buluk!"
Abam hanya tertawa, dirinya juga bingung mengapa selalu nama Ines dan embel-embel bego yang ia gunakan saat main game, apalagi kalau ada musuh menyerang dan membuatnya kewalahan menekan tombol-tombol di handphone.
"Awas lah, gue mau duduk," kata Ines mengusir, satu yang lebih di bingungkan Ines. Abam suka banget duduk di bangku Ines kalau kelas lagi freetime, ya emang sih tempat duduk Abam selalu di duduki oleh Riski kalau lagi freetime dan mereka memainkam game. Tapi kan, Abam bisa usir Riski, itu hak-nya kok.
"Ribet!" kata Abam, "duduk aja di sebelah," katanya sembari mengendikkan dagu ke arah bangku Neni, kebetulan gadis itu lagi ikut nimbrung di basis belakang. Biasanya Ines juga sih, cuma kali ini dia gak ikut dulu. Malas.
"Ribet, ribet, ribet!" gerutu Ines meninju keras lutut Abam karena ia duduk dengan mengangkat kakinya di atas bangku.
"Ah, gak jelas!"
"WOI, HASIL ULANGAN BIO NIH, AMBIL!"
Sontak mendengar itu Ines buru-buru maju ke depan untuk mengambil kertas ulangan miliknya, Ines punya ekspektasi tinggi dalam ulangannya kali ini, pasalnya baru kali ini Ines belajar ketika ada ulangan, meski ia harus mengejar 2 bab yang tertinggal bersama Abam.
"Nes, punya gue sekalian!"
Ines mencari namanya di atas kanan pada kertas berukuran A4 tersebut namun sayangnya nama Abam lah yang mampu Ines temukan terlebih dahulu, tak lama kemudian Ines menemukan kertas yang tertuliskan namanya. Gadis itu segera keluar dari gerumunan anak-anak yang ingin mengambil kertas ulangannya juga.
Kemudian Ines berjalan ke arah mejanya dan duduk di tempat semula, tempat duduk Neni.
"Berapa?" Tanya Abam tanpa mengalihkan pandangan dari handphone-nya. Sedangkan Ines yang jantungnya berdebar tak sanggup untuk mengetahui nilai ulangannya, sedari tadi Ines hanya mendekap ulangan tersebut karena takut akan nilainya.
"Nes," tegur Abam lagi tapi tak Ines hiraukan, "Woi, Ki, gue pause dulu bentar."
"Gue takut, Bam," kata Ines yang tak lama kertas dalam genggamannya tersebut di rampas oleh Abam, "berapa?" tanya Ines.
"Oh, lebih bagus dari kemarin."
"Berapa?"
"67."
"Ish," Ines meninju Abam kemudian mengambil kertas ulangannya, "tetep aja remedial, males gue," katanya nelangsa.
"Masih bagus lah, biasanya kan lo dapet 3 atau gak 4," ujar Abam, "coba liat dulu," Abam mendekatkan dirinya kepada Ines untuk melihat kertas ulangan yang sudah tergeletak miris di atas meja, "aduh, bego, lo disuruh bedain Kingdom Plantae sama Kingdom Animalia aja terbalik, Nes," kata Abam heran, "nih juga, disuruh sebutin tiga ciri lo cuma nulis satu doang!"
"Lupa, anjir."
"Apaanih, kaya gini salah," tunjuk Abam di nomor terakhir, Ines mendekat melihat jenis soal dan jawabannya, ternyata Ines tak menjawab soal tersebut.
"Iya anjir!" Ines heboh, "apa-apaan nih di luar materi."
"Lah kan gue udah bilang, Bu Hesti bakalan ngeluarin soal tentang tahap perkembangan janin, gue suruh lo pelajarin, kan? Aduh, Nes, itu kan juga materi kelas 3 SMP," Abam gemas sendiri, "selupa-lupanya, masa lo bisa sampe gak dijawab gini sih. Lo hasil download-an kali, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FREDITEN
Teen Fiction"WOI, INES JELEK!" -Abam "BERISIK LO, BULUK!" -Ines Abam suka meledek, Inez paling tidak bisa tinggal diam kalau diejek. Terlebih lagi kalau di ejek dengan Abam, manusia ter-minus di matanya. Tiada hari tanpa tatapan mata sinis dan membunuh, perbed...