2-Penyakit

186 22 23
                                    

Safira sadari tadi mondar mandir seperti setrikaan. Membuat Salma berdecak.

"Lo bisa diem gak sih!" Itu adalah perintah.

Safira terhenti dan menatap salma rapuh. Safira menggigit jari tangannya jika tengah gelisah.

"Aku khawatir sama keadaan ana." Ucap Safira lirih.

Salma hanya memutar mata malas, pencitraan!
Salma tipikal perempuan yang suka memandang semua orang berada itu jahat, tidak punya hati sama sekali.

30 menit akhirnya dokter yang memeriksa keadaan ana keluar.

"Dok, gimana keadaan ana?" Tanya salam.

Safira menatap dokter dengan harap harap cemas.

"Sebelum nya saya mau bertanya, apakah ana pernah terjatuh?"

Salma dan Safira mengangguk pelan.

Dokter Riyan menghela napas, "bisakah saya berbicara dengan kedua orang tuanya atau kerabat ana?" Tanya dokter Riyan.

Salma melirik safira. Sedangkan Safira hanya terdiam.

"Bisa dok." Ucap salma.

Dokter Riyan mengangguk dan berlalu meninggalkan Salma dan Safira.

Salma menghela napas kasar, membuat Safira bertanya.

"Kamu kenapa, salma?" Tanya Safira.

Salma menatap Safira lalu mendeliki, "gue bingung. Pasti ada sesuatu yang terjadi sama ana sampai harus bicara sama orang tuanya." Lirih Salma.

"Emm bukannya kayak gitu yah? Pasti orang tua nya yang harus mengetahui keadaan anaknya." Jawab Safira agak sedikit canggung takut salah bicara.

"Akhm," Salma berdehem, "sebenarnya, orang tua ana itu sangat membenci ana. Semua keluarga, teman, tidak ada yang mau peduli dengan ana. Mereka hanya menganggap ana itu seperti sampah!" Salma menerawang kejadian saat di mana ana di perlakukan kasar dan diusir dari rumah kedua orang tuanya. Dengan keadaan ana yang tengah jatuh sakit.

Salma menghela napas kasar, "gimana kalo orang tua lo yang wakilin. Bisa?"

Safira sontak menoleh dan menunduk. Safira meremas rok nya hingga kuku kuku nya memutih.
"Bb-bisa ko. Nanti fira bilang yah."

Salma mengaangguk.

~o0o~

Sementara di kediaman rumah azka, Albar terus uring uringan. Antara khawatir dan senang. Khawatir terjadi sesuatu dan senang karena ana mendaptkan balasannya atas penolakan nya.

"Arrrggghhh" Geram Albar.

Membuat fadjar berdecak kesal.

"Diem bisa gak sih lo nyet!" Sentak fadjar yang sudah emosi.

"Cewe itu mati kan? Kalo mati jangan nanti gue gimana? Gue bisa mati tanpa dia." Racau Albar.

"Lo sih jadi cowo bangsat banget sih Al, masuk rumah sakit kan tu cewe." Celetuk Viki.

"Terus gue harus gimana?" Tanya Albar.

"Salah apa sih gue? Sampe punya sahabat se goblok dan sebego elo?" Sengit azka.

Albar hanya berdecak kesal, sahabat nya ini bukannya membantu malah memojokkan nya.

"Mending lo ke rumah sakit terus minta maaf. Dan gak usah lah lo acara nembak nembak di tengah lapang pake segala latihan sama cewe lain lagi." dumel fadjar.

Albar menghela napas lalu berdiri meninggal kan mereka bertiga.
Viki yang melihat kepergian Albar hanya berdecak.

"Ck! Ada ada aja sih kelakuan si Albar!"

SELAT GIBRALTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang