Terombang ambing

23 2 0
                                    

Seperti tahun tahun sebelumnya, para siswa yang dinyatakan lulus dan menerima hasil dari "ujian nasional", mereka sibuk mencari sekolah di jenjang selanjutnya. Beruntunglah mereka yang mendapatkan nilai besar walaupun nyatanya tak sesuai "kenyataannya" itu, dengan berbangga hati mereka memamerkan sekolah impiannya itu.
"Eh gue dapet di sekolah negeri dong"
"ya elah sekolah gue lebih paten kali"
"eh di sekolah itu ada artisnya tau"
"gue keterima di sekolah terhebat di jakarta hahaha"
"sorry ya, gue anti sama sekolah swasta"
Dan banyak celoteh lainnya
Beda dengan gue yang bingung mau kemana dengan nilai yang "alakadarnya" itu.

Gue pun mencoba keberuntungan gue dengan nyoba masuk sekolah negeri. Sekolah yang gue tuju itu sekolah dengan jurusan yang gue suka, yaitu akutansi. Aneh kan, kenapa gue milih jurusan yang orang lainpun enggan untuk buat milih dengan alesan hitung hitungan yang rumit itu. Alesannya ya karna emang gue suka berhitung dan gue suka ngehapal rumus, entah kenapa pelajaran seperti itu jadi pelajaran favorit gue dari jaman main gundu sampe gede bagong kaya gini.

Gue pun milih 3 sekolah dengan jurusan yang gue tuju, ketika gue cek di situs online yang menunjukan seleksi sekolah yang gue tuju, gue menempati posisi 50an di pilihan sekolah pertama, namun apa daya, dengan nilai gue yang "ambyar"itupun gue akhirnya tersingkir dengan paksa. Di sekolah pilihan gue yang ke dua, hanya butuh waktu kurang lebih 3 jam untuk menghapus nama gue di deretan siswa yang terseleksi di sekolah itu, sampai lah di sekolah ke 3 dan hasilnyapun sangat mengecewakan.

Mencoba mencari keberuntungan, gue pun coba buat ganti jurusan yang membutuhkan nem lebih kecil yaitu, pemasaran, namun hasilnya pun nihil.

Dengan semangat untuk bersekolah, gue tetep gigih mencoba untuk ke 3 kalinya, akhirnya gue keterima di sekolah negeri di daerah kemayoran dengan jurusan pendingin. Alih alih mencari tau tentang sekolah yang gue dapat itu, ternyata sekolah itu merupakan sekolah teknik yang bisa dibilang "sering tawuran".gue pun mengurungkan niat untuk bersekolah disitu, dengan alasan gue gamau ribut ribut lagi, gue cape kalo setiap hari harus dag dig dug ser terus secara dari jaman gue sd sampe smp gue udah berkecimpung di dunia persilatan itu.

Akibat pikiran mentok, gatau arah, gatau tujuan hidup kedepannya, abah (bokap gue)  nyuruh gue buat pesantren, dan akhirnya mau ga mau gue nurut dan akhirnya gue pesantren di daerah tangerang banten

Masa MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang