"Assalamualaikum" Salam gue ketika masuk kedalam rumah. Semenjak adanya perselisihan keluarga dulu yang memaksa keluarga gue harus keluar dari tempat penuh keceriaan gue saat kecil,gue harus mencari tempat singgah baru, dan disinilah sekarang gue dan keluarga gue tinggal. Walaupun gue harus merelakan tempat penuh kenangan itu,gue dan keluarga gue bahagia dan bisa melewati masa sulit itu bersama. Rumah kontrakan yang tak besar namun sangat nyaman buat gue dan keluarga gue.
"Waalaikumsalam" Jawab sosok perempuan mengenakan daster yang tak lain adalah ibu gue.
"Agus pulang" ujarnya. Nampak dari sorot matanya penuh rindu akan kehadiran gue. Dengan senyum sumringah ia mengambilkan minum dan diberikan kepada gue.
"Iya ma hehehe"
"Agus gimana mondoknya? Betah?" tanyanya penuh perhatian
"Alhamdulillah ma, doain agus aja ya hehehe" jawab gue
"Yang lain kemana ma? Belum pada pulang?" Tanya gue
"Belum, paling rada sorean" jawabnya
"Agus udah makan belum?" tanyanya
"Nanti aja ma, Agus mau istirahat dulu" Jawab gue
"Iyaudah istirahat aja dulu" jawabnyaGue rebahkan tubuh gue, ada perasaan lega ketika kembali ke tempat asal. Ya seperti itulah kebanyakan orang, sejauh apapun ia pergi tak ada yang lebih nyaman dari rumah sendiri.
Banyak yang bilang kampung tempat tinggal gue ini kampung narkoba, warganya sering tawuran, banyak penjahat dan mereka menganggap kampung ini di isi oleh orang orang brengsek, tak berpendidikan, tak punya masa depan dan banyak hal negatif lainnya yang mereka tunjukan kepada kami. Ya memang benar disini berbagai ada berbagai macam tindak kejahatan yang selalu jadi makanan sehari hari. Tapi coba tengok dari sudut pandang lain mengenai kami. Disini kami di didik agar memiliki mental yang kuat, di ajarkan rasa persaudaraan yang tinggi, di latih untuk bisa bertahan hidup di tengah keadaan yang sangat berat dan banyak pelajaran lain yang bisa dipetik disini dan tak ada di tempat lain. Hey kalian para pendatang dan netizen maha benar, tau apa kalian tentang kami? Apa kalian merasakan hidup seperti kami? Apa kalian pernah merasakan apa yang kami rasakan? Bila tidak tutup mulut kalian. Persetan semua hal buruk yang kalian tunjukan kepada kami. Disini kami berhak hidup bahagia, disini kami berhak menjadi lebih baik, dan disini kami berhak mendapat masa depan yang cerah. Tak semua yang kalian katakan benar wahai masyarakat. Jadi stop melecehkan kami. Masih banyak di antara kami yang mampu menjadi "Manusia". Apa kalian hanya bisa melihat dari sisi kelam kami tanpa mau melihat hal baik di dalamnya? Terserah apa kata kalian, sebab kami sudah terbiasa akan hal itu. Tapi mari kita lihat kedepan, apa manusia manusia yang kalian anggap hina ini akan tetap hina? Atau kalian akan menyambut kami dengan karpet merah di halaman rumah? Semoga saja kalian takan menjilat ludah kalian sendiri tentang penilaian kalian. Gue berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuktikan ke kalian semua kalau selama ini yang sampah adalah mulut kalian itu. Akan gue ubah cacian kalian menjadi tepuk tangan yang meriah. Dan akan gue buktikan "Orang brengsek" seperti kami masih bisa mendapatkan masa depan yang cemerlang.
Ema gue datang membawakan semangkuk bakso. Niat hati ingin istirahat, gue langsung kembali terbangun karena indra penciuman gue tak tahan akan aroma bakso yang tak bisa gue dapatkan selama di pesantren, alhasil gue bangun dan langsung menyantap bakso itu dengan lahap.
"Ma agus keluar bentar ya" ujar gue ketika selesai menyantap bakso itu
"Tadi katanya mau istirahat" Jawab ema gue
"hehehe iya ma mau cari angin dulu keluar" ujar gue
"iyaudah, jangan pulang sore-sore" katanya
"iyaudah assalamualaikum" ujar gue lalu melangkahkan kaki keluar rumahKaki gue melangkah ke warnet dekat rumah, tempat biasa gue dan teman teman gue berkumpul. Sejenak gue mampir ke warung.
"Eh kemana aja lo" ujar daeng pemilik warung
"hehehe pesantren gue eng" jawab gue
"pantes aja lo engga keliatan, gue kira kemana" ujarnya
"kenapa? kangen lo sama gue? Ga ada temen maen catur lagi? Hahahaha" ujar gue sambil mengambil air mineral
"Yah lo mah bukan lawan gue, kalah mulu hahaha". Daeng ini biasa teman main catur gue ketika teman-teman gue tak ada yang keluar rumah, dan dia ini lawan berat gue ketika main catur. Mungkin karena jam terbang kami yang berbeda. bagaimana tidak, umur gue masih 14 tahun sedangkan dia mungkin sekitar 37an, jelas dia lebih unggul jam terbang ketimbang gue yang masih "piek".
"Buset dah, nantangin nih jadi?"
"Udah lo belajar aja dulu, baru lawan gue" ujarnya sambil tertawa kegirangan
"sialan lo, yaudah filternya setengah". Ia pun mengambil rokok gudang garam filter 6 batang lalu memberikannya kepada gue.
"Jadi 8 setengah" ujarnya
"yaelah segala pake setengah setengahan segala, udah pasin aja" ujar gue
"yaudah jadi ceban" jawabnya
"buset malah nambah gede"
"yakan kata lo pasin aja"
"ogah ogah, nih duitnya" ujar gue sambil memberikan uang sepuluh ribu rupiah
"kembaliannya mana sini" ujar gue memancing nya
"ye sabar" katanya sambil memberikan kembaliannya.
"tengkyu" ujar gue lalu melangkahkab kaki menuju warnet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Muda
Teen FictionSemua orang punya masa nya masing masing, zaman ketika menjadi manusia yang merasa dirinya paling hebat, hingga akhirnya terjerumus dalam kenakalan remaja, zaman ketika para remaja pada umumnya mencari jatidiri, persahabatan pun bisa dikatakan sanga...