8. Memories

325 40 5
                                    

Gabriel Solomon

Jakarta, April 2012

Hari ini akan menjadi hari yang istimewa untuk Sky. Setelah menjalani interview satu minggu yang lalu, gadis itu akhirnya mendapatkan pekerjaan impiannya dan semuanya dimulai pagi ini.

Sejak beberapa hari yang lalu, ayah Sky harus pergi ke beberapa daerah untuk menghadiri kegiatan sosial, jadi ku pikir Sky akan melupakan sarapan paginya. Karena itulah sekarang aku sudah berada di halaman rumahnya dengan scrambled eggs dan toast sederhana yang sengaja kubuat pagi tadi. Aku melirik dashboard sebelum mematikan mesin mobil. Pukul 7 pagi, aku yakin gadis itu masih bermalas-malasan diatas ranjang saat ini. Berani bertaruh?

Aku bergegas turun dari mobil dan Bu Tari ternyata sudah menunggu di depan pintu. Usai menyapanya, aku segera menaiki tangga untuk menghampiri Sky. Dan dugaanku selalu tepat mengenai gadis itu. Ia masih dibalik selimut walaupun matanya sudah terbuka.

"GABE!" Pekiknya saat melihatku yang datang dari pintu.

Sambil mengangkat paperbag berisi makanan, aku menyunggingkan senyum lebar. "Your breakfast is here, miss Saralle.."

"Oh my God!Gabriel.."

"Kenapa? Terharunya ntar aja Sky, sekarang mandi dulu gih.."

"Gabe nyebelin deh! Kok nggak bilang dulu kalau mau kesini? Kan aku bisa mandi dan berdandan dulu.."

Aku menggelengkan kepalaku. "Memang ini tujuanku. Udah lama banget sejak SMA aku nggak lihat wajah polos kamu tanpa riasan begini.."

"Gabriel Solomon.." Ucapnya sambil menutupi wajah dengan kedua tangan. "Keluar deh.."

"Nggak mau.." Jawabku acuh sebelum menyebrangi kamarnya untuk membuka tirai jendela. Saat itu aku baru mengingat suatu hal. Aku segera memutar tubuhku. "Oh, hampir lupa..Aku udah siapin ini buat kamu.." Ucapku sambil mengulurkan tangan, memberinya salah satu dari dua paperbag yang kujinjing sejak tadi. Sky mengerutkan kening. "Ini apa?" tanyanya.

"Daripada kamu terlambat karena sibuk berganti baju berkali-kali .." Gumamku. Sky menerima pemberianku dan membukanya dengan perlahan.

"Wah! Setelan kerja.." Gumamnya. Aku tersenyum melihatnya yang begitu senang dengan blouse dan trousers pemberianku. Sebanyak apapun pakaian yang dimiliki wanita, mereka akan bingung ketika harus memilihnya untuk menghadiri acara penting, dan biasanya mereka akan memilih untuk membeli pakaian baru, walaupun modelnya tak jauh berbeda dengan yang mereka sudah miliki dilemari. Itulah yang kupikirkan ketika akhirnya memutuskan untuk memilihkan setelan kerja untuk Sky.

"Gabe, thankyou.." Ucapnya sebelum mengulas senyum lebar.

"Tadi aku lagi berfikir keras harus pakai apa untuk hari pertama kerja.." timpalnya lagi.

"Berarti aku tepat waktu ya?"

"Sangat tepat waktu!" Jawabnya sambil menganggukan kepala. "Aku harus mandi sekarang.." Ia menggelung rambutnya keatas sebelum bergegas bangkit meningalkan ranjang.

"Aku tunggu dibawah sambil siapin sarapan" Ucapku. Sky langsung menunjukan ekspresi terharu yang terlihat begitu menggemaskan, hingga aku tak bisa menahan diri untuk tak mencubit pipinya sebelum meninggalkan kamar.

"Jangan lama-lama.." Timpalku lagi sambil berjalan menuruni tangga.

Rupanya gadis itu menuruti ucapanku, lima belas menit kemudian ia sudah tiba di ruang makan dengan setelan yang kupilihkan. Ternyata ia jauh lebi cantik dari yang kubayangkan ketika memilih blouse putih tulang serta trousers peach itu.

"Wah, Gabe! Udah lama banget aku nggak makan masakanmu.." Ucapnya

"Nah, abisin gih.." aku menjulurkan tangan untuk menyuapinya sepotong toast. Sky tersenyum begitu cantik sebelum melahap toast pemberianku.

"Mmmm! Enak!!"

Aku tersenyum senang melihat wajah bahagia Sky. Setiap hari, entah mengapa aku semakin merasa bahwa membahagiakan gadis itu adalah hal yang ingin terus kulakukan. Sesederhana itu dan sebisa mungkin.]


-----


Sky Saralee

Coffee Shop Bandar Udara Jakarta, Januari 2017

Aku menatap Bening dari kejauhan. Matanya yang sembab membuatku sedikit merasa bersalah karena membuatnya ikut menitikan air mata beberapa menit yang lalu. Ia balas menatapku dari balik showcaseberisi dessert sebelum tersenyum tipis, seolah itu bisa memberiku sedikit kekuatan. Tenanglah, selama ini aku sudah mampu bertahan berkat kekuatan yang kumiliki, pemberian dari mana-mana.

Aku menangkupkan jurnal keduaku lalu meraih jurnal bersampul biru tua yang tergeletak di atas meja. Jurnal ketigaku yang banyak berisi foto-foto.

Kadang, menatap sampulnya saja sudah membuatku ingin menangis walau air mata ini sudah sukar untuk keluar. Rasanya lebih menyesakan daripada bisa menangis sesenggukan.

Ku buka dengan perlahan sampul jurnal ketigaku, sambil merasakan panah yang mulai menusuk jantung hatiku, terlalu nyeri dbuatnya.

Dengan berat, aku membaca beberapa kata yang tertulis disana, bahkan ingatanku masih cukup kuat untuk mengenang bagaimana perasaanku ketika menuliskannya. Secarik kertas yang kutempel di jurnal tersebut terlihat lusuh, namun kalimat yang tertulis didalamnya mampu membuatku kembali lemas, seolah mereka memiliki tenaga untuk membunuhku.

Sudah lima minggu berlalu, apa kabar kamu?

Aku kangen..

Sambil tersenyum getir, aku mengusapkan jemariku pada jejak tulisan tanganku tersebut. Dua tahun lalu ataupun saat ini, aku masih merindukanmu.

"Aku kangen kamu.." Gumamku, kali ini sambil mengusap kertas polaroid berisi fotonya, gambar yang diambil menjelang natal empat tahun yang lalu.

Ia dengan senyum indahnya yang selalu memikatku. Dikepalanya ada topi santa claus yang membuatnya terlihat makin menggemaskan.

Sambil menarik nafas panjang, aku membalik satu lembar lagi. Membaca beberapa tulisan disana, rentetan huruf yang mampu menyayat hatiku, memperingati diriku bahwa aku sudah hidup di masa yang berbeda.

Aku ingat ketika menempelkan beberapa surat yang kutulis ke jurnal ini. Kertas-kertas yang menjadi saksi ketika aku berada ditengah hidup dan mati, menderita tanpanya.

Aku memejamkan mata, kembali menanyakan pertanyaan yang sebelumnya kupanjatkan. 


Apa aku masih boleh berharap?

WAKTU ITU ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang