Dahyun dan Jimin pulang kembali ke manshion untuk Jimin segera kembali bekerja seperti biasa. Sibuk di dalam ruangan pribadinya bersama dengan sekertaris pribadinya. Moon Thalia atau Lia. Kalau tidak salah, Dahyun pernah sesekali mendengar desahannya didalam ruangan Jimin tapi masa bodo dengan semua itu.
Dahyun nampak fokus dengan pemandangan luar. Nampak pepohonan bagaikan sedang berlari dengan cepat mengejar mobil Jimin.
Dahyun tak mau berbicara apapun bagaikan orang bisu. Masih saja dia mencerna kata kata Irene tentang perasaan Jimin kepadanya. Dahyun hanya berfikir kalau itu candaan basi milik Irene saja yang tidak akan lucu buatnya.
Wajahnya kusut bagaikan tidak memiliki sesuatu yang membuatnya bersemangat, matanya kosong menatap kepada dunia luar yang sangat ramai. Dia dan Jimin, satu mobil dalam keadaan bisu. Mobil itu mungkin akan merasa kebingunga jikala dia memiliki sifat seperti manusia karena pemiliknya bagaikan orang yang kehilangan pita suaranya secara mendadak.
Jimin ingin membuka pembicaraan. Namun satu masalah. Bingung dan kikuk. Dasar psychopath aneh, masa berbicara dengan seorang yeoja saja kikuk.
Dia memiliki sebuah rencana. Dia takkan membawa Dahyun dan dirinya pulang tapi mengunjungi sebuah cafe miliknya yang terkenal. Cafe Park.
#Dahyun POV🌷
Aku ingin tahu segalanya tentang pria disampingku ini. Meski bagaimanapun, dia tetap suamiku. Tapi entah pernikahan yang aneh juga buatku sebenarnya. Tanpa adanya saksi dan juga altar, bagaimana menurutmu? Bukankah itu abnormal?
Sialnya, kenapa aku harus dipertemukan oleh namja bermarga Park itu? Dia ingin semua saksi itu tau dari sosial media atau dia menyebarkan berita mengenai diriku. Dasar aneh.
Mobil kami malah berbelok kearah sebuah cafe besar di pinggir jalan. Itu lumayan bagus jika ku perhatikan. Aku agak linglung karena kaget mau dan untuk apa dia kesini? Mungkin bertemu dengan kliennya atau dengan sekertarisnya itu. Masa bodo siapa. Mau Lia kek mau Thalia kek, apa peduliku, right?
Tapi entah kenapa saat dia menciumku tadi pagi. Aku merasa seperti melayang diatas udara dan jantungku spontan ingin sekali keluar dari sana. Wajah tampannya bak malaikat, tapi sikapnya seperti iblis.
Iblis berwajah malaikat, huh?
Mobil berhenti dan dia memarkirkan mobilnya. Aku dan dia turun dari mobil menuju ke dalam cafe. Raja siang begitu memancar tapi udara sejuk juga menerpa saat aku keluar.
Didalam cafe itu ramai. Kurasa ini bintang lima karena ternama bagiku. Kami mencari tempat untuk kami duduk berdua saja. Aku agak tidak tenang karena dia tidak melepaskan matanya kearah lain selain wajahku. Jujur, ini begitu membuatku semakin ingin mendekatinya.
Apakah ada sesuatu yang salah pada wajahku atau dandananku terlalu menor? Begitu lekat sekali. Aku membuang wajahku kemanapun yang aku sukai dan tak ingin melihat wajahnya itu.
"Jadi apa yang ingin kau lakukan disini?" Tanyaku. Kalau saja masih diam begini akan buang buang waktu saja.
"Kau mau makan atau minum?" Tanya Jimin. Astaga, aku sudah makan, gila saja dia akan membuatku gendut nanti.
Aku hanya membalas gelengan kepala. Cafe ini agak sepi juga, maksudku, ramai tapi tidak terlalu ramai. Apakah mahal?
"Jimin!" Tiba tiba teriakkan seorang wanita memanggil nama Jimin. Kenapa kau terlihat ingin marah ya?
"Eoh? Thalia?" Gadis brengsek itu lagi. Thalia! Aku benci padanya.
Tiba tiba dia duduk di pangkuan Jimin dan memeluk Jimin. Jimin malah membalasnya dan membiarkan aku merasakan sesak dengan keromantisan mereka berdua. Rasanya menusuk dan juga rasa cemburuku tiba tiba berkobar kobar bagaikan nyalah api yang besar.
Aku hanya diam melihat pemandangan ciuman menjijikan dari Thalia dan Jimin. Mereka berdua seperti berpacaran. Thalia itu sebenarnya sekertarisnya atau bahan seks nya?
Ini sangat menjijikan sekali. Apa mereka juga tidak punya malu sama sekali? Aku kesal jika hanya menonton sesuatu yang tidak pantas di tonton di hadapanku sekarang.
Lalu, tiba tiba pelayan datang membuat Jimin dan Thalia melepaskan ciuman mereka. Aku melihat pelayan perempuan itu. Tunggu sebentar.
"Eoh? Dahyun?" Yah! Itu dia!
"Yeji!" Aku memeluknya dan dia juga memelukku. Masa bodo dengan reaksi kedua manusia itu aku sangat bahagia bisa betemu dengan sahabatku lagi.
"Kau bekerja disini?" Tanyaku berbasa basi.
"Iya, hanya kecil kecilan. Oh iya, kau mau pesan apa?" Tanyanya. Aku tau dia harus bekerja cepat dan tidak bisa berbincang lama denganku. Pasti dia akan kesusahan.
"Kau tau apa kesukaanku, Yej." Dia terkekeh. Aku hanya menyukai milkshake sejak kecil.
"Baiklah, tuan apa kau mau sesuatu?" Jimin menggeleng dan segera Yeji pergi. Tapi sebelum itu, "nanti kalau ada waktu kita akan berbincang." Ucapnya kemudian meninggalkanku.
"Siapa dia?" Tanya Jimin. Kutatap dia dengan tatapan datar.
"Sahabatku." Jawab singkat dariku. "Lanjutkan saja kegiatan kalian tadi." Ucapku ketus.
"Kau iri? Cemburu?" Iya!! Tapi aku tutupi saja, aku juga tidak begitu menyukainya. Aku membencinya.
"Cih." Aku hanya berdecih kesal. Lalu, aku menangkap sebuah objek. Seseorang yang membuatku tertarik akan wajahnya. Familiar sekali diingatanku.
Aku berdiri dan mencari seorang yang barusan aku lihat. Begitu menawan dan pipi gembil itu. Aku sudah bosan dan melihat Jimin dengan tatapan marah kemudian pergi dari hadapannya modusku ingin mencari 'dia'.
Jimin meneriakkan namaku tapi aku tak peduli. Aku terus melangkah mengikuti arah langkah wanita itu. Terus dan terus.
Namun, aku merasa kesal dan malah terus berlari dari kejaran Jimin yang masih sibuk di dalam kerumunan orang orang. Aku terus mengejar targetku. Wanita hamil itu. Yah, dia sangat aku kenal diingatanku.
Bagaikan seorang polisi yang mengejar tahanannya, tak peduli keringatku yang menetes karena terik raja siang. Pokoknya aku mau pergi saja dari hadapan Jimin dan Lia yang masih sibuk mengerjarku.
Lalu, sampai akhirnya tubuhku mendarat sempurna diatas tanah itu. Aku melihatnya. Wanita itu, yang aku kejar sekarang berada di hadapanku. Nafasku tercekat, rasanya aku ingin menangis. Bagai mimpi dan aku tak percaya dengan semua ini.
Seseorang tolong jangan bagunkan aku jika ini sebuah mimpi. Sunggih indah sekali mimpi yang tengah aku jalani. Mata terus bertemu dengan matanya yang sipit itu terkejut. Pipi gembil dan mata kucing itu. Aku sangat merindukannya. Lalu, seorang pria di belakangnya. Nafasku makin tercekat sampai aku merasakan sakit dan menyadari bahwa semua ini kenyataan.
Ini gila. Aku pasti berkhayal. Dia nampak menangis dan dari sorot mata sipit indahnya, dia nampak bahagia sekali. Aku meneteskan kristal bening itu ke pipiku. Bahagia, tak percaya, ingin menangis, bahkan memeluknya saja aku sungguh ingin.
"Kang Dahyun." Kang? Yah! Marga itu, aku sangat menyukainya. Bukan, bukan Kim Dahyun, tapi Kang! Suara manis dan lembut itu. Telingaku sangat mengenalnya.
Jalanan itu menjadi saksi mata kejadian ini semua. Aku bangkit dan segera memeluknya merasakan kehangatan yang aku rindukan. Menumpahkan semuanya, kesedihan dan kebahagiaan menjadi satu. Lalu, aku merasakan ciuman di pucuk kepalaku membuatku semakin ingin dipelukannya melepaskan kerinduan yang sangat.
"Kang Dahyunmu ini kembali lagi." Ucapku membuatnya tersenyum senang. Astaga, matanya yang hilang itu sangat manis.
"Iya Dahyun. Selamat juga atas pernikahanmu." Ucapnya. Ternyata begitu ya, sudah menyebar luas sampai wanita ini tau segalanya.
"Terima kasih, Kang Seulgi eonni."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PSYCO HUSBAND✅ || PJM X KDH ||
Romance[End] "Menurutlah Dahyun, hidupmu ada di tanganku." "Kau milikku dan akan selamanya menjadi milikku seorang" - PJM "Berjanjilah kau tidak akan menyakiti hatiku, Jimin" - KDH Dahyun menjalani kehidupan dengan banyak memuat fakta baru bagaikan sebuah...