Dunia disekelilingnya masih buram, tapi ia mengerjap pelan. Seperti adegan dalam drama dia berada di ruangan kosong yang gelap. Hanya ada satu lampu redup tepat diatasnya. Jarak pandang Ji juga terbatas.
Berusaha menarik tangan dan kakinya, tapi dia diikat. Tangannya langsung lemas setelah beberapa kali mencoba.
Dia dimana? Kenapa dia disini?
Berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, kepala Jiyong justru sakit.
"Hai, Jiyong."
Siapa yang masuk setelah pintu ruang sekapnya dibuka sungguh diluar perkiraan.
"Kim Jungwoo?" Gadis itu tak berusaha menutupi rasa tak sukanya. Bagaimanapun lelaki ini adalah rival sang kakak.
Tak lama kemudian seseorang keluar dari bayangan. Cowok perawakan tinggi yang beberapa hari lalu masih tersenyum padanya sambil menanyakan tugas kuliah.
"Sebenarnya ada apa?"
"Bingung?" Tanya Lucas setelah dia menarik kursi untuk duduk Jungwoo. "Tunggu sampai kamu ketemu temanku, Ji."
Bagaikan disiram air es, Jiyong bersumpah belum pernah merasa sekaget itu dalam hidupnya.
"Mark.. Lee?"
"Hai, Nona? Or should I called you Nona Jiyong?"
Cowok itu anggota paling baru di security detailnya. Jiyong ingat kejadian saat dia datang bulan dan cowok itu bela-belain datang dari mansion membelikannya benda darurat itu. Dan cowok itu ternyata kerja buat klan Kim? Musuh dari keluarga mereka?
Apa dunia kiamat?
"Kalian mending lepasin aku sekarang atau Bang Taeyong bakal bunuh kalian." Gak butuh sopan santun untuk bicara dengan mereka.
Mereka hanya tertawa kecil. Mark berjongkok. "Kalau kita takut Taeyong, kita gak bakal culik adiknya kan."
"Kalian bakal mati." Desisnya.
"Hey.. Gak ada bos besar yang rela wilayahnya diambil alih. Bahkan untuk ditukar adiknya." Celetuk Lucas.
Ji memandang trio brengsek didepannya. Mark Lee, Kim Jungwoo, dan Lucas Wong. Kalau dia keluar dari sini masih hidup, cewek itu bersumpah akan membuat ketiganya mati perlahan dan bersimbah darah.
"Jangan cemberut dong, My Lady.. kita kan belum mulai main."
Jiyong membuang muka, itu adalah panggilan Lucas padanya. Panggilan yang membuat Jiyong mual sekarang.
"Mau kalian itu apa, hah?"
Ketiganya saling lirik. Tapi akhirnya Jungwoo yang membuka mulut, "Katakan aja, Kakak kamu mengambil sesuatu milik bos kami. Dan kamu disini sebagai kompensasi."
"Bang Taeyong ambil sesuatu dari Kim?" Berdecak tak percaya, dia memandang ketiganya hina. "Kalian pasti gak waras untuk berpikir abangku sudi melakukan itu. Melihat kalian harus menculikku gini, jangan-jangan kalian emang gak punya posisi tawar yang baik ya."
"Watch your mouth, woman."
"Or what?" Tantang Ji pada Lucas. "Go ahead, beat me up. Kalian bukan mafia dengan martabat kok."
Jungwoo mengangkat tangannya, menghentikan usaha Lucas. Berdiri didepan Jiyong lalu berbisik tepat ditelinga gadis itu, "Kita gak mukulin cewek, Nona Lee. Tapi kita bisa menyiksa siapapun."
Jiyong gak takut, dia pernah ketemu Johnny Seo dan Moon Taeil. Mafia Chicago dan Macau itu lebih menakutkan dari cecunguk macam Jungwoo. "Do your worst, Kim."
***
Ji mengatupkan rahangnya, berusaha keras gak merasakan kebrutalan yang tengah dialaminya sekarang. Dia berusaha keras melayangkan pikirannya kemanapun. Berdoa pada siapapun yang mendengarnya bahwa Taeyong sang kakak akan menemukan dirinya.
"Tsk, buat cewek besar mulut dia kuat juga." Lucas melipat pisau yang dia baru pakai.
Cowok itu gak sangka kalau gadis yang biasanya terlihat cuek ini ternyata punya daya tahan sakit yang tinggi.
Entah sudah berapa banyak sayatan pisau yang Lucas berikan tapi cewek itu hanya meringis pelan. Dia bukan keluarga mafia for nothing after all.
Lucas gak bakal bohong, dia tahu sandera mereka menarik tapi melihat badan Jiyong penuh ukiran darinya justru membangunkan hasrat paling dalam lelaki itu.
Matanya berkilat melihat goresan-goresan merah dan darah yang berjatuhan. Lucas dapat memuja tubuh Jiyong lewat seni pisaunya.
Dua penyandera lain bangkit dari kursi mereka. Mark memastikan ikatan tangan Jiyong kencang sedangkan Jungwoo menatap manik mata cewek itu.
Dia memegang dagu Ji, "Untuk seorang princess aku salut dia masih belum teriak."
Ji memang tak bereaksi. Tak ingin memberikan kepuasan pada para penyiksanya.
"Cas, get her some water please."
***
"Bugh! Bugh! Bugh!"
Pengawal di luar ruangan Taeyong mengernyit, merasa simpati dengan pukulan bertubi-tubi yang mendarat di tubuh rekan mereka. Bersimpati tapi juga gak berdaya, kesalahan mereka sungguh fatal untuk bisa Jaehyun abaikan.
Menghajar rahang anggotanya, Jaehyun masih menghajar perut dan kaki pria malang itu. Hingga akhirnya melemparkannya ke lantai.
Taeyong membiarkan Jaehyun menghajar security detail Jiyong. Pria itu orang yang rasional tapi saat itu berhubungan dengan tunangannya, all hell broke loose.
"Dasar tolol!" Dia mengambil bat didekat lemari Thropy Taeyong dan siap memukul mereka yang masih meringis. Terkapar akibat tinju membabi buta Jaehyun.
"Stop it." Doyoung menghalau bat itu. Melirik para anak buah mereka yang terkapar. "Kalian pergilah. Obati luka kalian."
Keenamnya tertatih keluar secepatnya. Ada alasan kenapa Jaehyun menjadi tangan kanan bos mereka. Lelaki itu mungkin terlihat baik tapi siapapun yang menghalangi jalannya, maka kematian ganjarannya.
Dia sama tanpa ampunnya dengan Taeyong.
Melempar bat ditangannya, Jaehyun mengacak rambut frustasi. Gimana bisa Jiyong hilang!
"Emosi gak menyelesaikan apapun, Jaehyun. Biar anak buah kita cari dia lagi. Kamu mending istirahat, kita gak butuh emosional Jaehyun saat ini."
"Tapi Jiyong hilang! Dia diculik dan Lo mau gue tenang?"
Bentakan Jaehyun membuat Taeyong mengangkat sebelah alisnya. "In case you forgot, I'm still your boss."
Nada dingin itu menyiratkan ancaman dan Jaehyun menelan ludah. Kalau ada yang bilang dirinya brutal maka mereka belum tahu Taeyong. Pria itu seperti mimpi buruk.
"Aku juga kakaknya." Tambah Taeyong. Sorot matanya berubah tajam, dingin dan penuh perhitungan. "Kita akan menemukan Jiyong dan memberi pelakunya pelajaran. Pelajaran yang membuat dia berharap tak pernah dilahirkan ke dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
WICKED
FanfictionNCT FANFICTION [OC x Kim Jungwoo] Lee Ji-yong terlalu naif berpikir jarak mampu menghentikan pembalasan atas dosa-dosa keluarganya.