Debu dan polusi udara menguar tidak sopan. Terik matahari serta bising knalpot kendaraan menambah garang sang siang. Gersang. Aku berdiri di tepi hingar bingar jalan raya selepas mengemas hari yang menuntut untuk lelah. Menunggu kendaraan yang bisa ditumpangi, tidak sabar rasanya ingin segera tiba di rumah.
Kemudian kau. Melintas dengan raut ramah dari dalam angkutan kota. Hingga sorot mata kita beradu tak sengaja. Kau tersenyum kecil saat aku melangkah. Duduk di tepi pintu, membelakangi punggungmu. Di kaca sebelah kiri, ialah dirimu di cermin yang tengah merapikan kerah baju. Namamu terpasang di sana. Di dada sebelah kananmu. Nama yang kemudian kusyukuri kehadiran pemiliknya.
Entah mengapa aku berani mengira akan ada yang berbeda dengan kau dan aku nanti di depan sana. Akan ada kelanjutan kisah kita berdua. Dan benar saja. Kau pun turun. Tepat di depan teras penantian hati.
(2016)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekerat Rasa
PoesíaPerihal bagaimana aku dan kamu memulai, membuai, membadai, hingga mengusai.