chapter 1

181 8 0
                                    

Tak terasa enam bulan sudah gadis mungil dengan tinggi 159 cm yang berambut panjang hitam sepinggang dan bernama Indira Salsadila ini mengenakan seragam putih abu abu di sekolah barunya, SMA Pelita Bangsa. Kebebasannya lepas dari seragam putih-biru masih dirasakan Indira.

Disini Indira telah menemukan dunia barunya. Dunia dimana dirinya dapat menjadi orang yang lebih baik dari masa masa sebelumnya. Dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan dari manja menjadi lebih mandiri. Waktu pertama kali masuk SMA Pelita Bangsa ini, anak pertama yang berkenalan dengannya adalah Arista Maudia yang biasa di panggil Tata. Anaknya murah senyum dan cepat akrab. Tak heran bila sekarang ini Tata adalah teman terdekat Indira. Sahabat yang selalu mau mendengarkan curhat-curhat Indira setiap hari.

***

Bel istirahat telah usai. Dengan segera Indira memasuki kelasnya lagi. Kelas X 2. Kelas yang seperti kapal pecah disaat tidak ada guru. Kelas dimana canda tawa menghiasi hari-hari para siswa yang menempatinya. Kelas tempat anak-anak cowok sering menjaili anak cewek. Kelas dimana gosip-gosip sedap meluncur dari bibir-bibir anak cewek. Dan kelas dimana suka duka menyertai mereka bersama.
"Indira Salsadilaaaa!" seru Chia semangat ketika Indira duduk dibangkunya. Indira melihat wajah Chia yang berseri-seri. Hmm, Chia pasti punya kabar bagus.
"Gosip apa lagi yang enak diomongin kali ini?" tanya Indira langsung dengan wajah yang bersemangat juga. Chia nyengir lebar. "Aduh, Ra, ini bukan gosip. Tapi fakta!" nada suara Chia makin terdengar gembira.

"Yah..." Indira sedikit kecewa. "Gue maunya gosip. Soalnya kalo gosip bisa bebas ngomong." Chia tampak tidak peduli dengan ucapan Indira. "Ra, tau anak kelas dua belas yang tinggi ganteng itu, nggak?" tanya Chia sambil melirik kelas dua belas yang letaknya jauh dari kelas sepuluh. Indira terlihat agak malas. Ya, sejak mendengar kata 'fakta' tadi, Indira langsung lemas.
"Yang mana?" tanya Indira. Chia jadi gemas. "Aduh,Ra, yang kurus itu lo, yang sekretaris osis...," tegas Chia sambil jingkrak-jingkrak. "Keren banget ya...? Kok bisa sih ada orang selucu itu? Udah baik, pintar, baby face, terus gaul banget lagi! Ih mana tahan gue!"
"Oh, Gempar...," gumam Indira tenang sambil mematikan hp nya. Chia terdiam. "Siapa? Gempar?". Indira mengangguk. "Iya, Gempar. Yang putih banget itu, kan? Ya Gempar namanya." "Tau dari mana lo?" tanya Chia dengan wajah melongo. "Tau dong," Indira bangga. "Waktu MOS kan dia bilang namanya Gempar."
"Ya ampun..." Chia memukul dahinya. "Kok gue nggak tau, ya? Ih namanya bagus banget kek wajahnya yang menggemparkan hati gue. Nggak kayak Soleh, anak kelas sebelah. Nama doang alim, kelakuannya zalim."

"Jadi yang kayak gitu ya selera lo?" tanya Indira kembali ke topik Gempar. Chia mengangguk sambil nyengir lebar lagi. "Udah dateng tuh," ujar Indira sambil melirik Bu Dian, guru matematika yang dengan langkah tenang berjalan memasuki kelas X 2. "Sana balik." usir Indira.
"Ihh, dira....," keluh Chia lagi karena merasa kata-katanya yang tadi tidak di gubris. Walau begitu, ia berjalan kembali ke bangkunya di barisan belakang paling pojok. "Dasar tukang kacang. Ngacangin orang terus."

"Indira...," panggil Bu Dian memberi isyarat pada Indira agar datang ke meja guru. Dengan cepat Indira mematuhi. "Ada apa, Bu?"
"Tolong ke ruang guru, ambil buku latihan kelas X 2 yang kemarin dikumpulkan," perintah Bu Dian. Indira mengangguk lalu berjalan keluar kelas.

Keluar kelas adalah hal yang paling menyenangkan bagi Indira. Dari SD sampai sekarang tidak ada yang lebih indah di sekolah dari pada keluar kelas. Yang namanya di kelas, bagi Indira sama saja seperti di penjara. Di kurung, dikekang, sekaligus tersiksa oleh berbagai pelajaran yang menyusahkan. Makanya Indira sangat mencintai waktu istirahat.

Bahkan kalau saja Indira berani, sekarang ini Indira sudah cabut pulang. Tapi kembali lagi ke prinsipnya itu. Cabut kerumah sama saja dengan kabur dari penjara. Iiii bisa jadi buronan polisi alias sasaran kemarahan guru BK. Waaaa, sereeemm

BackStreet ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang