chapter 11

49 4 0
                                    

"Tata!". Di sudut lain, tampak Rival berlari menghampiri Tata yang duduk di rumput dan keadaan sepi. Masing masing tangan Rival menggenggam sebotol coca cola.

"Buat lo." Rival menyodorkan coca cola di tangan kanannya, lalu duduk di samping Tata.

"Eh, Val. Tau aja gue haus, makasih ya" kata Tata dengan senyum manisnya.

"Sama sama. Ta, kok lo ga sama Indira?".

"Hmm, gimana ya... gue tadi sempet ngeliat dia duduk sendiri. Mukanya rada badmood gitu. Gue jadi takut nyamperin, gue ga mau ganggu," jawab Tata pelan. "Tapi di sebelah gue udah ada lo. Jadi ada temennya deh,"

Rival tertawa. "Gue tahu kok, lo kan paling ga suka sendirian. Makanya lo ga suka warna hitam. Soalnya bagi lo warna itu warna kesendirian yang menyeramkan, makanya lo suka warna yang cerah cerah. Tapi gue heran kenapa lo suka nonton horor? Lo aneh tapi unik. Eh semoga ga ada cacing di sini, lo kan takut sama cacing. Oh iya tadi ga ada tiramisu, kalo ada pasti gue beliin, sayangnya cuma ada coca cola."

Tata bengong. "Val, kok lo bisa tahu semua tentang gue sih...? Semuanya bener ga ada yang meleset, lo peramal ya? Lo ga boleh main ngeramal orang gitu aja,"

"Ga kok gue ga ngeramal, tapi gue mau sesuatu...,"

"Apaan?".

"Gue mau Arista Maudia".

***
"Qi, si Tata kemana sih?".

"Ya mana gue tahu," jawab Rival cuek.

"Ehm, Qi lo tau ga? Masa iya si Tata sama Rival sekelompok," entah mengapa Indira jadi terbuka untuk curhat kepada Rifqi.

"Tau kok, emang kenapa?".

"Kok respon lo gitu sih, cuek aja. Kalo Tata deket sama Rival kan bahaya, lo ga bisa dapetin Tata dan gue ga bisa dapetin Rival,"

"Jadi itu yang lo takutin? Lagian kan udah gue bilang gue ga suka sama Tata,"

"Ya, gue takut ntar posisi gue di mata Rival tergantikan sama Tata,"

"Maksud lo?"

"Jadi gini nih, Rival kan deket banget sama abang gue, si Rival tuh curhat dia naksir anak kelas sepuluh dan bakal nembak pas di Cibubur, gue jadi takut Rival ga jadi nembak gue gara gara deket sama Tata. Gue takut Rival berpindah hati," Indira memejamkan matanya beberapa saat, menenangkan hatinya.

"Hahaha, setahu gue Ra, Rival itu bukan tipe orang yang mudah berpindah hati. Btw lo jangan gr deh, menurut feeling gue bukan lo cewek yang ditembak Rival, hahhah" ucap Rifqi dengan tertawa terbahak bahak.

"Feeling feeling, feeling gud emang? Dari gaya lo bicara, lo kayaknya deket banget sama Rival,"

Rifqi terdiam, lalu menggelengkan kepalanya.

***
Tata tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.

"Arista, gue serius. Asal lo tahu, selama ini gue deket sama Indira karena gue pengen deket sama lo, dan gue mau minta Indira buat nyomblangin. Tapi, sekitar seminggu yang lalu gue dikasi tau Rifqi kalo Indira juga suka sama gue, kasian kan dia kalo gue minta nyomblangin. Akhirnya gue putusin buat ngomong langsung sama lo kalo gue..."

"Ada hubungan apa lo sama Rifqi?"
Tata memotong ucapan Rival.

"Ta, Rifqi tu adek gue," jawab Rival setengah berbisik.

Tata terkejut. Jelas sekali dari raut wajahnya.

"Dia tahu gue suka sama lo. Dia tahu hari ini gue bakal nembak lo. Dia tahu semua tentang gue."

"Gue ga nyangka," Tata menggelengkan kepalanya. "Lo berdua ga mirip sama sekali..."

"Waktu itu, gue bilang ke Rifqi kalo gue suka sama Arista, teman sekelasnya. Trus gue minta tolong supaya lo di perhatiin terus, minjemin catatan, beliin pulsa, apa aja deh. Gue selalu perhatian sama lo lewat Rifqi, karna gue malu ngedeketin lo. Dan yang tadi gue ga ngeramal. Itu semua gue tahu dari Rifqi." Mata Rival berbinar. "Semua itu gue lakukan agar bisa dapetin lo,"

Tiba-tiba saja Tata tersenyum. Entah karena apa. Tata sendiri tidak tahu.

"Ta, gue sama sekali ga bermaksud buat php in Indira," Rival menundukkan kepalanya. "Jadi gimana Ta, lo mau kan jadi pacar gue?" tanya Rival sedikit malu-malu.

Tata tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia ingin menerima, tetapi tak ingin menyakiti Indira. Entahlah. Pikirannya kalut. Jika ia menerima Rival, berarti ia sudah makan teman sendiri. Dan jika ia menolak, ia akan menyesal karena telah membohongi dirinya yang sebenarnya menyukai Rival.

"Indira selalu curhat ke gue kalo dia suka sama lo, tapi sebenernya dari dulu gue jugaaa..." Tata menghela nafas. "Jugaa...".

"Itu tandanya lo nerima kan? Iya kan? Ga usah dilanjutin, gue ngerti kok," wajah Rival bersinar secerah matahari.

"Tapi ga bisa gini, apa kata Indira nanti? Dia bisa marah dan mutusin persahabatannya sama gue," ucap Tata sedikit menaikkan volume nya.

"Lo bisa ngomong baik-baik sama Indira. Lo terus terang kalo lo ga bisa nolak gue, lo punya perasaan yang sama kayak Indira ke gue," mohon Rival.

"Oke gue nerima lo, tapi kita ga boleh keliatan kayak pasangan pada umumnya, lo harus tetep perhatiin Indira, ajak Indira jalan, anterin pulang, kayak biasa deh. Pokoknya jangan sampai Indira dan orang-orang tau,".

"Kita BACKSTREET gitu? Ga! Gue ga mau Ta," ucap Rival tegas.

"Ayo dong Val, kalo lo beneran sayang sama gue, lo harus lakuin itu," wajah Tata memelas.

Tak lama, Rival mengangguk. "Oke, tapi kita bakal cepet bubar kalo kayak gitu."

Tata menggelengkan kepalanya. "Kita ga bakal bubar kalo masing-masing kita tetep jaga hati dan berkomitmen untuk terus bersama."

Rival menghiasi wajahnya dengan senyuman manis. Tata telah menetapkan keputusannya, walaupun dengan sedikit berat hati Tata menerima Rival karena berarti ia telah menusuk Indira dari belakang. Tapi apa boleh buat, Tata juga mengharapkan ini. Sebisa mungkin ia tidak terbebani oleh hal itu.

BackStreet ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang