"Dia anak anak kelas sepuluh, kan? Kiano menepuk pundak Rival. Kiano sahabat Rival. Tapi baru sejak kelas sebelas ini. Waktu kelas sepuluh mereka tidak terlalu dekat. Orangnya kecil, putih, rambutnya keriting, hidungnya lumayan mancung.
"Iya, emang kenapa?" jawab Rival. Kiano tersenyum. "Tumben ngobrol sama kelas sepuluh. Ada urusan apaan sih?". "Enggak, kemaren nggak sengaja gue nabrak dia. Dia lagi bawa buku. Dianya jatuh, buku-bukunya berantakan. Terus gue bantuin beresin. Tadi dia itu... ya... bisa di bilang berusaha ngingetin gue sama kejadian kemaren. Padahal gue udah nggak inget apa-apa. Soalnya, nggak ada yang istimewa tuh dari kejadian itu," jelas Rival panjang lebar."Ah, masa??" goda Kiano.
Rival mengangguk. Lalu tak sengaja matanya menangkap sosok Indira yang sedang ngobrol seru bersama Tata. "Eh, cewek itu..." Rival menjentikkan jarinya sambil tersenyum.Dan kisah ini pun benar-benar di mulai.
***
"Dia nggak akan pernah tertarik sama gue, Ta" curhat Indira pada Tata dalam perjalanan menuju kantin. Waktu itu lagi istirahat. "Aduh Ra, jangan merendah," hibur Tata sambil mengelus-elus rambut Indira.
Indira yang biasanya menyambut waktu istirahat dengan hati riang, kini sebaliknya. Hari ini memang hari perubahan Indira rupanya."Ah, gue nggak ada harapan." Indira mengucek-ngucek matanya yang hampir mengeluarkan air mata. Tata menghela nafas. Indira benar-benar punya hati dan kepribadian yang sensitif. Baru juga urusan kecil, sedihnya udah selangit.
"Ra, jangan sedih terus dong. Capek gue liatnya. Lagian kalo takdir berkata jodoh, dia nggak akan kemana-mana kok. Mungkin sekarang lo memang lagi sakit hati, tapi ini baru awal, Ra. Kita nggak tau apa yang bakal terjadi. Tenang aja," Tata mengeluarkan kata-kata emasnya. Indira memandang Tata di balik matanya yang berbinar. Kini Tata melihat secercah harapan di mata Indira.
Indira perlahan tersenyum, lalu memeluk Tata. "Lo ngebangkitin semangat gue, Ta. Thanks ya," ujarnya hangat. Tata menarik nafas lega.Indira dan Tata sampai di kantin. Wuih, sesaknya. Selalu begini tiap hari. Nggak pernah nganggur. Indira berpisah dengan Tata. Gadis dengan rambut sepundak dan bermata unik itu berjalan ke bagian cemilan. Indira berjalan ke arah berlawanan, karena di situlah bagian yang menjual "obat" penghilang rasa haus.
Tiba-tiba langkah Indira terhenti. Oh, di situ ada Rival yang jajan sama Kiano dan Farel. Ah, sekarang kalo bertemu Rival, Indira jadi malu. Malu karena kejadian saat pulang sekolah kemaren. Kayaknya dia kurang kerjaan banget! Indira masih merasakan getaran hebat yang selalu muncul jika dia melihat Rival. Tapi untuk mencoba mengobrol dengannya lagi... ah, rasanya harus berpikir lima kali.Dengan langkah pasti Indira berbalik menyusul Tata. Ia rela menahan haus. Rela.
Baru juga mau melangkah, tiba-tiba ada yang mencolek pundak kanannya. Indira berhenti. 'Duh, siapa sih' batin Indira kesal. 'Lagi gugup-gugupnya malah di colek. Gue gak mau balik di situ ada Rival'. Namun tangan yang mencoleknya itu terus saja mencolek pundaknya. Wah, ini orang kayaknya bakal terus nyolek sampai Indira berbalik. Akhirnya Indira berbalik. Dan... HAH!!! Benar-benar tak terduga. Dalam sekejap rona merah menghiasi pipi Indira.
KAMU SEDANG MEMBACA
BackStreet ✓
RomanceIndira dan Tata sama-sama cantik, sama-sama imut, sama-sama naksir cowok keren bernama Rival... Dan ternyata Rival juga naksir Tata. Eh, tapi yang terakhir ini rahasia lho. Soalnya Indira sama sekali nggak boleh tahu. Soalnya kalo Indira sampai tahu...