Empat

7K 738 40
                                    

SINGAPURA

Sudah seminggu Kimi dan Aldi berada di negara tersebut. Salma juga ikut, dia juga ingin memastikan kalau semua berjalan sesuai harapan suaminya. Atau, dia sebenarnya hanya takut, jika Aldi mungkin memutuskan melakukan proses kehamilan alami ketimbang bayi tabung atau inseminasi.

"Dia sangat subur dan kondisi fisiknya sehat. Tetapi sekedar diketahui, tidak semua tubuh calon ibu sama. Beberapa calon ibu mungkin bisa mengalami perubahan hormon yang berpengaruh pada kondisi fisiknya. Dia bisa saja pusing, mual bahkan sampai muntah. Apalagi dia belum pernah hamil. Ini akan sedikit berbeda dengan proses kehamilan alami, hormon dibentuk sendiri oleh tubuh, namun yang kita lakukan sekarang adalah memberikan suntikan hormonal."

"Dan sesuai hasil pemeriksaan, dikarenakan permintaan agar calon ibu tetap perawan, maka kami usulkan dilakukan inseminasi dibandingkan proses bayi tabung. Lagipula, rahimnya bagus, indung telurnya juga bagus."

Aldi menatap Kimi yang berbaring dan baru saja diberikan suntikan penyubur. Ia tampak meringis kesakitan, tetapi tidak menangis.

"Dia akan diantar ke kamar rawat inap oleh perawat."

Aldi mengangguk saja.

---

"Sayang aku keluar dulu ya. Aku bosen di rumah sakit terus." Rengek Salma.

"Tapi aku nggak bisa nemenin kamu sayang. Aku harus mastiin semua berjalan lancar."

"Ya udah aku pergi sendiri aja deh."

Aldi memberikan ijin istrinya untuk pergi sendiri sementara ia menunggui Kimi yang menjalani proses inseminasi.

Kimi dianggap mampu hamil melalui proses inseminasi, bahkan normal tapi tidak mungkin mengingat dia terikat perjanjian dengan Aldi untuk tetap 'perawan'.

Kimi berbaring di ranjang sudah dua hari pasca inseminasi. Keadaannya tampak baik secara kasat mata, tapi siapa yang menduga jika proses itu tidak semudah yang dibayangkan.

Sepertinya tubuh Kimi kurang bersahabat menerima benda asing masuk dalam tubuhnya. Alhasil seperti kata dokter, dia pusing, mual dan bahkan muntah setiap kali bangun tidur. Perubahan hormon dalam tubuh Kimi benar-benar luar biasa.

"Kamu enggak apa-apa Kimi?" Tanya Aldi setelah usai membantu Kimi dari kamar kecil. Wajah gadis itu pucat dan berjalan pun kakinya lemas. Aldi putuskan menggendong Kimi ala bridal style lalu membaringkan gadis itu di ranjang.

Melihat keringat dingin di kening Kimi, ia pun berinisiatif mengambil tisu dan melapnya.

"Wah... apa-apaan ini sayang? Kamu bilang mau lihat semua proses berjalan lancar atau enggak. Taunya kamu romantis-romantisan sama dia?" Suara Salma mengagetkan Aldi dan Kimi.

"Sayang jangan salah paham. Aku cuma bantuin Kimi. Dia lagi berjuang supaya anak kita bisa hidup di rahimnya. Kamu lihat dia lemah, dia keringatan dan aku cuma membantu." Kata Aldi memberikan penjelasan pada istrinya. Takut wanita itu salah paham.

Kimi memandang keduanya. Ia masih pusing dan lemas.

Anak kalian...? Huh, Ini berasal dari sel telurku bukan dari sel telur perempuan sialan itu... rutuk Kimi dalam hati.

"Pergilah. Aku baik-baik saja sendiri." Kata Kimi menutup matanya berharap pusingnya bisa berkurang.

"See, dia bilang dia baik-baik saja. Kita tinggal panggil perawat aja. Biar mereka yang urus dia." Kata Salma lalu menekan bell emergency. Tak lama perawat datang. Lalu Salma mengajak suaminya pergi.

Kimi membuka matanya menatap sekeliling kamar rawat inap lalu menyentuh perut ratanya tepatnya di bagian rahimnya.

"Mama harap kamu bisa tumbuh sehat di dalam sana ya nak. Maafin mama... Mungkin kalau suatu saat kamu tahu sejarah kehadiran dirimu, pasti mama orang yang paling kamu benci." Ucapnya bermonolog dan butiran air mata menetes di pipinya.

BABY MILIONER (Tersedia EBOOK Juga PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang