Enam

5.8K 730 22
                                    

Kimi memasukkan buah-buahan ke dalam lemari pendingin. Sejak tahu berbadan dua dan sejak hormonnya semakin menguasai ia kesulitan memakan makanan selain buah.

Aldi sudah membujuk agar ia mau tinggal di rumah keluarga Respati namun Kimi menolak. Ah, tentu saja itu karena Salma. Tatapan tajam wanita itu padanya membuat dirinya tidak nyaman. Anehnya dia menunjukkan rasa tidak suka hanya saat bersama Kimi, berbeda jika ada orang lain. Dia seolah menerima Kimi dengan baik.

Aldi akhirnya membiarkan Kimi tinggal sendiri di apartemen dengan syarat ia ditemani seorang pelayan yang khusus diminta melayani kebutuhannya.

Kurang enak apa dia sebenarnya, namun seenak-enaknya tetap saja Kimi merasa menderita.

Kimi melangkahkan kakinya ke rumah sakit tempat ia bekerja. Jika selama dua bulan terakhir ia hanya memantau Papanya saja, tapi kali ini ia ingin sekali bertemu pria itu.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Mamanya dan Kimi mengangguk.

"Mama lihat kamu kurusan dan agak pucat."

"Kimi nggak apa Ma... Tapi Kimi boleh ya berdua aja sama Papa. Kimi pengen sama Papa." Pintanya dan sang Mama mengangguk.

Kimi memasuki rung ICU VIP, yang artinya Papanya dirawat intensif seorang diri tanpa rawat gabung dengan pasien lainnya. Keluarga Respati memang menjanjikan perawatan terbaik untuk Papanya.

Kimi menggenggam tangan Papanya lalu menciumnya.

"Ini Kimi Pa... Maaf ya, lama nggak ngunjungin Papa. Tapi Kimi ada kok selama ini, Kimi selalu ada buat jagain Papa. Kimi hanya nggak berani nemuin Papa langsung, karna Kimi tahu kalau Papa pasti marah besar dengan keputusan yang Kimi buat. Tapi Kimi bisa apa Pa, Kimi juga nggak nyangka, kehidupan nyaman kita seumur hidup Kimi, ternyata bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Tapi Kimi nggak nyalahin Papa, juga abang Kandra. Ini memang udah jalannya Kimi buat berbakti ke Papa, Mama dan abang." Ucap Kimi menitikkan air mata.

"Kimi hamil Pa... Tapi Kimi bingung menamainya apa, mau bilang dia cucu Papa, tapi anak ini milik orang lain, Kimi hanya diminta mengandung sembilan bulan lalu setelah melahirkan Kimi harus menyerahkan ke mereka. Tapi Pa..." Kimi jeda sejenak karena air matanya mengalir makin deras.

"... Kimi makin hari makin takut. Entah kenapa setiap hari Kimi merasakan jatuh cinta pada janin Kimi. Kimi... Kimi merasa nggak rela... Bahkan ini baru dua bulan sejak dia hidup dalam rahim Kimi..." Tangis Kimi memeluk Papanya yang hanya berbaring tak berespon karena pria itu koma dan dipasang ventilator.

"Papa cepat sembuh ya... Biar bisa peluk Kimi lagi, bisa belai rambut Kimi lagi." Ucapnya lalu mencium kening sang Papa.

Setelahnya Kimi keluar dari ruangan tersebut. "Kimi kerja dulu ya Ma." Ucapnya memeluk Mamanya.

"Jaga diri ya Kimi, juga, dia." Kata Mama menyentuh perut Kimi. Kimi tidak tahu Mamanya tahu darimana, tapi pastinya dari bang Kandra atau kak Nita.

Kimi hanya bisa terdiam lalu mengangguk.

"Saat hamil bang Kandra dulu, Mama hanya bisa makan buah selama 3 bulan pertama. Beda pas hamil kamu, maunya malah makan terus. Minta yang terbaik dari Allah ya nak, Dia pasti bantu umatNya. Mama minta maaf gak bisa dampingi kamu saat susah, Mama malah milih terus disini bersama Papa yang entah kapan akan bangun. Mama juga makasih sama kamu, baktimu menyelamatkan kami semua."

Kimi tak kuasa menahan tangisnya, ia pun memeluk Mamanya sambil menangis sesenggukan. Dan di dalam sana, tanpa seorang pun tahu, air mata menetes di wajah sang Papa. Pria itu mungkin koma tapi ia bisa mendengar Kimi bercerita.

---

Aldi tersenyum puas menatap layar monitor yang tengah menunjukkan janin dalam kandungan Kimi. Ia menggenggam tangan Salma erat.

BABY MILIONER (Tersedia EBOOK Juga PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang