tujuh

6.7K 1.3K 144
                                    

Ceye mendudukan dirinya di tepi kolam, menonton Jojo yang sedang beradu renang dengan Leon. Anggota klub yang lain nampak sedang mengambil jeda istirahat sambil ikut menonton. Pintu area kolam renang terbuka dan Siva masuk ke dalam, masih menggunakan setelan kerjanya yang kini sudah berantakan. Ia melirik Jojo dan Leon sejenak, kemudian mendekat pada Ceye.

"Dalam rangka taruhan apa lagi nih?" tanya Siva sambil berdiri di sisi Ceye.

"Nggak ada. Cuma iseng," balasnya sambil menoleh, memperhatikan penampilan Siva yang seolah masih siap dinas. "Lembur bos?"

Siva menoleh sekilas pada Ceye dan menghela napas. Ah, kalau sudah begini, pasti soal istrinya. Mungkin mereka perang dingin lagi atau Siva merasa kesepian lagi karena istrinya. Siva begitu mencintainya hingga pria itu seperti kehilangan dirinya sendiri. Dan Ceye benar-benar merasa marah pada siapapun istri Siva Alterio itu. Wanita bodoh itu benar-benar bebal karena berani mengabaikan pria seperti Siva Alterio.

"Gue pengen pulang sebenernya, cuma dia lagi ngehindarin gue," ujar Siva pelan dan mendudukan diri di kursi yang kering.

Ceye melirik Siva prihatin dan menepuk bahunya. "Kenapa nggak diceraiin aja kalo dari awal nggak cocok?"

Ceye tahu Siva tak bahagia dengan pernikahannya. Istrinya tak mencintai pria itu. Wajar saja baginya, karena mereka dijodohkan. Jika itu dia pun, ia tak akan melanjutkan pernikahan itu.

Siva menggeleng. "Pernikahan itu sakral. Gue nggak bisa asal ceraiin dia. Lagian, seandainya gue ceraiin dia, gue nggak akan menikah lagi."

Ceye melirik Siva, kemudian menatap ke arah Leon dan Jojo. Ia masih tidak mengerti kenapa Siva mau-maunya mempertahankan istrinya. Siva memang tak banyak menceritakan tentang istrinya pada mereka, tetapi seringkali Ceye merasa jika istri Siva ini sangat sulit dikendalikan dan tak pernah mempedulikannya. Terbukti dari sikap Siva yang sering menunjukan bahwa dirinya kelelahan dan butuh perhatian.

"Padahal kalo lo ceraiin bini lo, gue mau nyodorin Miu," katanya sambil menyeringai. "Kayaknya lo bakalan cocok deh sama dia."

Siva tak membalas. Andai Ceye tahu siapa istrinya, ia jelas-jelas tak akan bisa berkata begitu. Menyebut namanya pun tak akan berani.

"Sabtu ini latihannya free?" tanya Siva mencoba mengalihkan pembicaraan.

Ceye mengangguk. "Diganti ke Minggu. Pada mau malmingan katanya." Ceye menyeringai pada Siva. "Sekalianlah, lo malmingan sama bini lo. Siapa tau ntar jebol."

"Gue cium aja dia ngamuk," gumam Siva sembari melepaskan jas dan dua kancing kemeja teratasnya.

"Hah?" Ceye menatap Siva terkejut. "Jangan bilang bini lo belum ngasih?"

Siva menghela napas, melepaskan seluruh pakaian teratasnya hingga bertelanjang dada, melepas celana bahannya dan meletakannya begitu saja di atas kursi. Hanya tersisa boxer yang menutupi tubuh bawahnya. Ia melirik Ceye dengan wajah lelah, melakukan pemanasan sejenak dan langsung menceburkan diri ke kolam renang tanpa menjawab pertanyaan Ceye. Tak usah ditanya pun, harusnya Ceye tahu akan hal itu.

Ceye sekali lagi melirik Siva kasihan. Sejauh ini, Siva adalah pria baik-baik dengan tampang seratus persen tampan dan tubuh kekar idaman para wanita. Belum lagi, ia sudah mapan berkat warisan orang tua dan pandai menjalankan bisnis. Siva bisa menunjuk wanita mana pun untuk menjadi pendampingnya. Ia bertanya mengapa pria itu ikhlas menerima semua ini dalam kehidupannya. Siva bahkan sampai rela memutuskan Safiera demi menuruti keinginan orang tuanya dan ia berakhir disia-siakan oleh istrinya. Pria kaya itu nampaknya tidak beruntung dalam urusan asmara.

Ceye merenggangkan tubuhnya sekali lagi, menyusul Siva untuk berenang. Kemudian, mereka kembali beradu hingga malam semakin larut dan anggota lainnya pulang hingga hanya tersisa Siva dan Ceye. Siva tak membawa pakaian ganti ataupun handuk. Sudah biasa karena pria itu memang tak mau repot-repot. Lagi pula, Ceye kadang meminjamkan handuk untuknya.

Love and The Other SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang