empat

7.2K 1.3K 220
                                        

Miu mengerang malas, mematikan alarm yang berbunyi nyaring dari ponselnya dan menguap kecil. Sudah hari Senin lagi. Ia beranjak dari ranjangnya hendak menuju kamar mandi ketika pintu kamarnya diketuk.

"Non, udah bangun?"

"Masuk," balas Miu sambil berlalu menuju kamar mandi.

Lalu dua orang pelayan rumahnya masuk untuk membereskan kamar dan membuka tirai, sedang Miu bersiap-siap sembari membersihkan dirinya. Setiap pagi, inilah kegiatannya. Ia keluar sepuluh menit kemudian dengan bathrobe melekat ditubuhnya. Kedua pelayan tadi sudah keluar. Miu melangkah menuju walk in closetnya, memilih pakaian apa yang harus ia kenakan hari ini.

Miu punya banyak kaus dan celana jeans yang nyaman, juga sepatu sneakers yang lebih santai dan cocok digunakan untuk kuliah. Namun, gadis itu lebih memilih untuk menggunakan blus motif dan rok pas badan yang seolah sudah menjadi stylenya sejak awal ia kuliah. Pakaian itu tidak nyaman jika harus dikenakan ke kampus, tetapi Miu akan terus mengenakannya karena ada seseorang yang sangat tak suka jika ia berpakaian begitu.

Blus bermotif strawberry dan rok merah muda itu melekat sangat pas ditubuhnya. Hampir menonjolkan setiap lekuk yang ia miliki. Miu menatap pantulannya di cermin, tersenyum sinis. Orang itu pasti akan menatapnya tak suka jika mereka bertemu, walau mereka sebenarnya jarang bertemu. Namun, Miu selalu bersiap-siap menjadi menyebalkan dan membuat orang itu jengkel padanya. Tentu saja. Ia tak akan membiarkannya merasa senang.

Miu keluar dari walk in closet miliknya, mendandani wajahnya dan mengikat rambutnya menjadi ekor kuda tinggi. Alih-alih seperti pergi ke kampus, Miu lebih mirip anak konglomerat yang akan menghadiri sebuah pesta penting. Tidak masalah. Dia memang anak konglomerat yang hidupnya selalu nyaman dan dimanjakan.

Miu menatap pantulannya sekali lagi. Sempurna. Ia kelihatan cantik dan ia tahu orang itu pasti akan sangat tidak suka, tapi memangnya ia peduli? Semakin tidak disukai, semakin gencar ia memancing kejengkelan orang yang tidak menyukainya. Miu meraih lipstik dan parfumnya, memasukannya ke dalam tas dan beranjak menuju dapur.

Seperti biasa, hanya ada pelayan yang sedang menyiapkan sarapan dan membawakan beberapa sepatu untuk ia kenakan. Miu menghela napas, melangkah menuju kursi tempat ia biasa duduk untuk makan. Miu mengunyah sarapannya dengan wajah malas, menatap pelayannya yang memberikan beberapa pilihan sepatu untuknya.

"Mau pake yang mana, Non?"

"Pink," ujar Miu sembari menunjuk pump shoes dengan hak lima centimeter dengan hiasan pita dan mutiara asli. Jangan tanya dari mana ia memperolehnya. Kalau bukan dari Papanya sudah jelas dari orang itu.

Dan sepatu ini memang dari orang itu. Ia membelikannya untuk Miu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-sembilan belas. Miu belum pernah menggunakannya selama ini, padahal ia sendiri yang menyuruh orang itu membelikan sepatu untuknya. Ia hanya ingin membuatnya merasa jengkel, tetapi menghabiskan uangnya sepertinya bukan cara yang tepat karena orang itu juga sama kayanya dengan Papanya. Miu mendengus pelan.

"Simpan aja yang lain."

Lalu sepatu-sepatu yang lain dibawa kembali ke tempatnya. Miu menghabiskan sarapannya, mengenakan sepatu yang ia pilih sampai matanya tanpa sengaja menatap sebuah amplop cokelat di atas meja. Pasti milik orang itu.

"Punya dia?" tanya Miu sambil menatap pelayannya.

Yang ditatap melirik amplop cokelat itu kebingungan dan mengangguk ragu. "Kalau nggak salah, saya liat Bapak bawa ini tadi pagi."

Miu melirik jam. Ia sebenarnya tak punya kelas, tetapi ia hanya ingin berangkat ke kampus lebih dulu supaya tak perlu menghabiskan waktu di rumah. Ia tak mau menemui orang itu, tetapi ia yakin amplopnya diperlukan. Miu menghela napas sedikit merasa kesal.

Love and The Other SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang