12

316 90 11
                                    

Shin Hye semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam air. Sedaya upaya ia tidak membuat gerakan apalagi keluar dari air. Pasti karena tidak melihat ada orang disana yang membuat kapten nyebur. Ia tidak mau membuat kapten terkejut bila tahu ada dirinya. Hal kedua yang membuatnya harus tetap sembunyi yaitu kapten tidak boleh membongkar penyamarannya. Mengikuti arah air yang mengalir ke hilir Shin Hye menghanyutkan diri menjauhi kapten. Baru di bawah pohon besar yang akarnya selonjor ke sungai, ia naik ke tepi dengan gerakan sangat hati-hati. Dibalik pohon itu ia berganti pakaian. Kapten yang sangat fokus membersihkan badan sambil bernyanyi-nyanyi tidak melihat bayangannya merangkak mengambil pakaian bersih didekatnya. Sehingga Shin Hye selamat berganti pakaian dengan pakaiannya yang bersih. Lantaran suasana gelap, tidak cukup penerangan untuk membuat kapten dapat melihat. Sebaliknya dari balik pohon Shin Hye dapat melihat dengan cukup jelas sosok kapten yang masih berkubang di dalam air. Ia mengintipnya, sambil menunggu kapten selesai mandi dan meninggalkan sungai.

Kapten tampak sangat menikmati membersihkan badan dengan ditemani sinar gemintang. Tidak tampak rasa takut. Tentu saja, sebab dia seorang petinggi militer. Lebatnya hutan dan derasnya air sungai sudah jadi pemandangan biasa buatnya. Bahkan hewan melata dan raja hutan sekalipun tidak akan membuat nyalinya ciut. Maka ia tidak khawatir, tidak ada beda baginya siang atau pun malam. Beberapa jenak kemudian kapten berdiri menyudahi mandi. Sontak Shin Hye menarik wajahnya, tidak tega matanya menatap siluet tubuh tegap itu telanjang. Tapi mubazir jika dilewatkan, sebab ini hanya siluet, tidak sevulgar saat melihat tubuh Sung Joon dan Min Ho. Shin Hye menyorongkan lagi wajahnya, kembali mengintip. Dadanya tiba-tiba berdetak kencang melihat siluet tubuh di seberang sana kala berpakaian. Detak yang rasanya berbeda dengan detak saat melihat Sung Joon sengaja memperlihatkannya. Detak yang membuat bibirnya tanpa sadar mengukir senyum. Ige mwoya...? Jingjaryo, Park Shin Hye! Kau nakal sekali mengintip pria berpakaian. Bukankah kau benci melihat mereka tanpa busana? Ah... entah kenapa kecuali untuk yang satu ini. Benak Shin Hye berceracau sendiri menuduh dan menyangkal.

"Mwo hae...?" tiba-tiba sebuah suara membuatnya nyaris terpeleset begitu kaget.
Kwang Hee sudah berdiri di depannya.
"Ah, gabjagi-ya!" seru Shin Hye seraya menolehnya.
"Apa yang sedang kau lakukan? Kau... Sedang mengintip Kapten berpakaian?" belalak Kwang Hee menunjuk ke seberang sana.
"Ish... kau ini bicara apa?" Shin Hye membungkam mulut Kwang Hee seraya melongok ke belakang pohon. Ah, syukur Kapten sudah beranjak, hanya punggungnya yang terlihat meninggalkan sungai.
"Benar kan kau sedang mengintipnya?" ulang Kwang Hee. Shin Hye tidak menampik, ia malah tersipu.
"Jadi kau mengintip Kapten mandi dan berpakaian lalu kau tersipu?" lagi belalak Kwang Hee tidak percaya Shin Hye tidak mengelak.
"Aku tidak sengaja mengintip, aku hanya tidak mau dia memergokiku maka aku sembunyi." tepisnya tak urung mengonter.
"Jadi itu yang membuatmu terlambat pulang ke tenda? Aku khawatir sebab kau tidak segera pulang makanya menyusulmu kesini, tidak tahunya kau sedang asik mengintip."
"Mianhe, kubilang tidak sengaja. Aku tidak buru-buru pulang sebab takut dia memergokiku, jadi aku sembunyi dulu."
"Bukankah kau benci dengan pria telanjang? Kenapa saat Kapten yang telanjang kau tersipu?"
"Karena ini malam hari, jadi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dan itu cukup menarik, Oppa... Hehe..."
"Aigo... Apa kau jatuh cinta kepada Kapten, Shin Hye-ya?" kernyit Kwang Hee.
"Mwo...?" Shin Hye kaget.
"Kau sekarang jatuh cinta kepada Kapten Jung. Majji...?"
"Ani. Jangan mengada-ada. Nanti dikiranya benar. Dan lagi, ingat... Aku sekarang sedang jadi Shin Yang." tepis Shin Hye tidak mau berkepanjangan, sebab khawatir ada yang menguping. Ia akhirnya melangkah lebih dulu meninggalkan sungai.

Saat rebah di dalam tenda, matanya tidak dapat lekas terpejam. Rasanya ia sangat bahagia. Kapten tadi tidak mengetahuinya bukan? Pasti tidak. Sebab bila tahu pasti menegurnya. Dia akan teriak bila memang mencurigai ada seseorang atau sesuatu. Ah, leganya. Malam itu Shin Hye memejamkan mata sambil bibir mengurai senyum.

Siang itu seorang penunggang kuda terlihat memasuki kamp. Sepertinya dia prajurit. Ya, utusan dari istana. Itu sebabnya Kapten langsung menerimanya di markas. Utusan itu mengabarkan bahwa diplomasi yang dilakukan Raja terhadap Jepang tidak membuahkan hasil, karena Kekaisaran Jepang sendiri sedang bergejolak kala itu. Ini jelas berita buruk bagi kapten, sebab pasukan bentukannya itu menjadi satu-satunya harapan kerajaan sekarang. Padahal mereka bukan pasukan perang terlatih yang siap tempur kapan pun. Faktanya mereka warga sipil yang sebagian besar bahkan baru kali itu belajar bela diri. Mereka pasukan yang masih mentah.
"Panglima berpesan, Kapten dimohon untuk segera bersiap. Bangsa Han akan mulai menyerang 2 minggu sejak perundingan berlangsung di istana beberapa hari lalu. Itu artinya waktu yang Kapten miliki kurang dari 10 hari." jelas sang utusan menggelisahkan kapten.
"Nanti kemana kami harus bergerak?" tatapnya cemas.
"Ke selatan. Nanti pasukan Kapten akan bergabung dengan pasukan yang telah bersiaga disana."
"Nde, aguesmidha. Akan kulaksanakan, Letnan."
Walau berat Kapten tidak bisa membantah. Sebab itu perintah Raja. Panglima tertinggi kerajaan. Meski sesungguhnya pula pasukannya belum siap untuk berperang.

Yong Hwa menghela napas berat sepeninggal prajurit utusan istana. Bisakah ia mengirim pasukannya dalam kondisi yang masih belum terlalu siap ini? Dapatkah ia mengandalkannya? Ia semakin cemas saat memikirkan 3 regu yang masing-masing dilatih komandan regu. Tapi mereka sudah tidak memiliki waktu untuk meningkatkan kemampuan. Beberapa hari yang tersisa hanya untuk mempersiapkan keberangkatan ke medan laga. Saat berperang itu datang lebih cepat dari yang diperkirakan. Bahkan belum genap 1 bulan mereka berlatih. Menyadari itu Kapten seperti memikul beban yang tak kira-kira berat di pundaknya.

Keesokan harinya kapten mengumumkan hal itu dengan tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya tersebut.

Kita harus segera pergi ke medan perang. Pasukan musuh saat ini sudah bersiap di wilayah perbatasan. Dan besok kita akan bergerak ke wilayah selatan. Siapkan perbekalan kalian hanya yang mudah dibawa saja. Apa kalian mengerti?

Suaranya tetap menggelegar seperti biasa tapi terdengar lebih sendu.

Nde, aguesmidha!!!

Shin Hye menatap paras itu lekat. Apa yang membuatnya begitu gelisah? Apa dia khawatir sebab pasukannya belum siap tempur? Setelah memberi pengumuman dia terlihat berdiskusi serius dengan ke 4 wakilnya. Shin Hye sendiri segera mengecek perbekalannya, seperti baju besi, topi baja dan pedang. Busur serta anak panahnya tidak ketinggalan. Tidak disangka tiba juga saat keberangkatan ke medan laga. Cerita-cerita heroik yang sering ayahnya ceritakan, akan segera ia alami. Berperang melawan penjajah.

Tidak hanya Shin Hye, yang lain pun sama-sama melakukan persiapan. Saat melihat Kwang Hee yang juga tengah melakukan persiapan, Shin Hye sedikit cemas. Ketika mereka kanak-kanak dulu, dirinya yang lebih berperan sebagai pelindungnya bukan sebaliknya. Dan sekarang Kwang Hee sudah menguasai dasar-dasar bela diri, namun di medan perang nanti yang akan dihadapi bukan berandalan, melainkan penjajah yang memiliki kemampuan berperang. Rasa cemas seperti itu barangkali yang dirasakan kapten sekarang. Mencemaskan pasukannya.

Saat mengambil air bersih ke gunung untuk memasak, Shin Hye mengenang tempat itu yang akan segera ia tinggalkan. Mungkin itu terakhir kali ia melihatnya. Begitu pula saat melihat sungai. Di tepi sungai ia berdiri hanya memandanginya saja.

Langit beranjak senja, hari itu tidak ada latihan. Para prajurit tidak terlihat memenuhi sungai pada waktu yang sama. Mereka datang bergiliran untuk membersihkan badan sepanjang siang. Hari itu terasa santai namun juga tegang, sebab berperang sudah di depan mata. Tidak terdengar canda tawa diantara mereka, bahkan jarang pula yang mengobrol. Mereka memilih cepat masuk tenda, meski tidak segera tidur. Saat suasana kamp sudah senyap itulah Shin Hye justru keluar dari tendanya. Seperti yang lain ia sulit untuk memejamkan mata, dan ia memilih menghirup udara segar di luar.
Terlihat seseorang menyalakan api unggun di halaman tenda, kesana ia melangkah. Kapten tampak duduk sendirian di depan api unggun...

TBC

The Beautiful WarriorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang