07. Mimpi

19 4 0
                                    

Aurthor's POV

"Bodoh! Seharusnya kamu nggak ngasih tahu dia!"

Fanny melirik kecil dari balik kacamata bulatnya, dengan tenang menyesap cairan kental berwarna merah yang berada di cangkir, masih mengepul karena baru saja dipanaskan. Sambil mendengar ocehan wanita berumur seperempat abad di depannya saat ini.

"Emangnya kenapa, Kei? Bukankah emang udah seharusnya dia tahu?"

Keila memejamkan mata sejenak, merasa gemas ini mencakar-cakar wajah adik perempuannya yang ada di hadapannya ini. Bisakah dia memperhatikan lawan bicara??? Sungguh, hidup di tahun 2020 membuatnya menjadi tidak sopan seperti ini!

"Itu bisa menurunkan daya tahan tubuhnya, dan juga dia akan sadar dengan kesialan-kesialan yang telah menimpanya! Dia pasti akan menyangkut-pautkan dengan segala hal yang telah kamu perbuat dan kamu katakan sama dia!" geramnya.

Fanny menghembuskan napas jenuh, kakak perempuannya sangat cerewet sekali, demi apapun.

"Itu cuma sementara, kan? Nggak selamanya dia bakal begitu. Percaya sama aku," sanggahnya, berusaha mendapatkan keyakinan sang kakak. Lalu ia berdiri dari duduknya, meneguk habis cairan merah yang ada di cangkir sampai tak tersisa.

"Aku bakal jagain dia, kamu tenang aja." ucap Fanny kemudian melenggang pergi, melewati pintu transparan ruangan Keila.

Keila hanya bisa melongo mendengar penuturan adik satu-satunya itu. Bagaimana bisa gadis muda berumur enam belas tahun sepertinya pergi sendirian bolak-balik masa lalu- masa depan? Bagaimana jika dia tersesat dan tidak bisa kembali?? Dan bagaimana juga dengan anak manusia di masa lalu itu jika Fanny terus-terusan mengungkap segalanya? Dia pasti akan syok, Keila yakin itu. Gadis muda yang mungkin masih seumuran dengan Fanny, di masa lalu tentunya. Entahlah dimana gadis itu sekarang.

Keila hanya bisa memijit keningnya, merasa pusing. Sudah banyak warga di dimensi-nya yang terjebak di masa lalu itu, atau bahkan sudah membangun hidup mereka di tahun itu. Tak sedikit pula warga dari dimensi-nya yang jatuh cinta kepada manusia dan mengabaikan peraturan di alam asal mereka.

"Huh. Seharusnya ini nggak terjadi. Bisa habis penduduk abad ini kalau mereka terus saja datang ke masa lalu!"

***

Bella's POV

"K-kamu s-siapa??"

Gue mengerutkan dahi, menoleh kanan kiri, dan beberapa detik kemudian gue sadar kalau pertanyaan wanita itu ditujukan ke gue.

"Lah? Lo siapa?" tanya gue.

Gue terkejut,

Wajah kita sama, baju yang kita kenakan sama, kita...sama persis. Seolah nggak bisa dibedakan. Dia ini siapa? Kenapa dia begitu mirip dengan gue?

Dia masih cengo dengan muka bodohnya, sementara gue nggak jauh berbeda. Cuma gue dapat menetralkan garis wajah gue lagi, dan dia enggak. Gue tahu, gue maupun dia sama-sama bingung. Kita jelas orang yang berbeda, kan?

"Ah! Kamu pasti Bella. Orang yang sering dia ceritain ke aku!" celetuknya tiba-tiba nunjuk-nunjuk gue. Apa-apaan ini? Gue nggak suka ditunjuk-tunjuk. Merasa itu nggak sopan, gue refleks mendelik sinis.

"Dia siapa? Nggak usah ngaco! Lo tau nama gue dari mana?" tanya gue berusaha tetap tenang, walau dalam hati udah tersulut.

Dia tersenyum miring, "kamu nggak perlu tau dari mana aku ngerti namamu," katanya. "Kamu...orang itu." lanjutnya, lalu mengangguk-angguk mantap.

Gue memandangi dia tepat di netra birunya. Ah, ternyata dia punya perbedaan sama gue. Warna lensa mata dia jelas biru, sementara punya gue warna cokelat terang. Gue yakin dia ada hubungannya dengan hal 'itu'.

Bella's World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang