Sejak kejadian kemarin itu, gue sama sekali nggak berani berangkat sekolah sekarang. Gue masih terkejut, batin gue mengatakan akan ada bahaya besar seperti apa yang dikatakan Fanny. Dan sejak saat itu juga, malamnya gue terserang demam tinggi. Suhu badan gue meningkat---entahlah kenapa. Padahal gue nggak hujan-hujanan, dan gue selalu memastikan pakai jaket saat pergi ke sekolah. Semoga saja semua ini nggak ada hubungannya sama gue yang dijadikan 'pilihan' itu.
Gue juga sampai lupa ngambil foto Kak Alfa. Percuma kan jadinya berangkat sekolah bawa kamera ujung-ujungnya nggak kepake. Dan udah diambil lagi sama yang punya.
Gue mendesah kecil, merasa bosan. Dino sekolah tentunya, Mbak Mei kuliah sampai sore. Mama paling lagi nyegat Mamang sayur di blok depan. Papa? Papa kerja jadi manajer di sebuah perusahaan cat. Gue di rumah sendirian, natap sepi-nya komplek ini. Yaiyalah, semuanya lagi sibuk sama urusan masing-masing.
Pandangan gue tertuju ke rumah bercat warna biru, dengan mobil hitam yang terparkir rapi dan dua sepeda berukuran besar.
Ah, sampai lupa. Itu beneran rumahnya Rado kan? Kok kemarin dia masuk rumah itu?? Tapi setiap gue berangkat sekolah nggak pernah ketemu dia. Palingan di sekolah, terus dia pulang agak sorean akhir-akhir ini. Maklum, pensi semakin dekat, dan semua orang sibuk. Gue malah enak-enak di rumah begini. Nggak ngurusin drama juga.
"Siap-siap aja,"
Apa maksud Fanny melalui kata-kata itu?? Siap-siap apa?? Gue bergidik ngeri, perasaan gue nggak enak. Untuk makan aja kadang hilang nafsu gara-gara kebayang genangan darah yang ada di toilet itu. Ya Tuhan, dia beneran makan itu jantung!
Dari mana dia dapat jantung menjijikkan itu? Apa dia membunuh orang? Kenapa dia nggak bunuh gue juga? Siapa yang dia bunuh??
ARRGHH!!! GUE PUSING ANJIR!!!
Mau amnesia aja rasanya. Siapapun, tolong hapus ingatan gue sampai nggak tersisa. Buat gue lupa kalau gue pernah melihat kengeri-an itu semua.
"Bel? Mama boleh masuk?"
Gue agak terlonjak saat pintu diketuk, dan segera melega karena itu cuma Mama. Sejak kejadian itu, entah kenapa gue jadi kagetan. Sialan! Harusnya gue nggak pergi ke kamar mandi pas istirahat itu! Pergi ke perpustakaan aja kek, atau diem di kelas. Gue menyesal, tapi takdir memang nggak ada yang tau.
"Buka aja, Ma. Biasanya juga kalo masuk nggak ketok pintu dulu main nyelonong, eh kesambet apaan pake ketok dulu gini," ceplos gue saat Mama mendekati ranjang.
Mama mendelik ke arah gue, "ngomong apa kamu?"
"Iya, ampun."
Mama cuma menghela napas maklum. Gue nggak salah kan ya? Emang bener kok, Mama kalo bangunin gue tuh main nyelonong aja. Bilangnya udah jam tujuh tapi saat gue cek ponsel, ternyata setengah enam.
"Papamu bakal pulang nanti, perkiraan sampe rumah agak maleman. Sebelum Papa sampe rumah, kamu nggak ada pengen apa gitu? Jajan atau oleh-oleh?"
Gue memutar bola mata jengah. "Bilang aja keleus kalo Mama yang pengin oleh-oleh, sok gengsi gitu."
Gue udah menduga sih sebelumnya, Mama tuh ada maunya.
See? Bener kan dugaan gue. Mama cengar-cengir tanpa dosa sambil nyerahin hape gue. "Gih, chat Papa." suruhnya.
"Iya iya," jawab gue akhirnya menurut, membuka roomchat gue sama Papa beberapa waktu lalu.
Lalu Mama bangkit dari duduknya. Ngeraih kenop pintu, tapi bersuara lagi sambil natapin meja belajar gue. "Bel? Itu kok ada novel hantu? Sejak kapan kamu suka begituan??"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bella's World
Teen Fiction[illustration (in the cover) by @moonmistix] Bella pikir, dengan pindahnya dirinya dari sekolah lama di Jogja akan merubah kehidupan membosankannya. Juga beberapa cibiran yang membuat telinga Bella panas saat mendengarnya. Pindah ke Star Elite Highs...