🏵️ Happy Reading 🏵️
.
.Pagi-pagi sekali dokter muda bermarga Son itu sudah sibuk dengan peralatan kerjanya. Melepas jarum infus yang sudah melekat semalaman di punggung tangan anak bermarga Lee itu. Anak yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah Minhyuk. Wajahnya berseri-seri begitu jarum terlepas dari tangannya.
"Gomawo, euisa-nim," ujarnya penuh semangat.
"Nee. Kau harus banyak istirahat agar cepat pulih. Jangan terlalu banyak bergerak dan berakhir dengan kelelahan. Kau selalu mimisan jika terlalu lelah. Dan juga jangan lupa minum obatmu. Mengerti?" ujar dokter itu panjang lebar.
Minhyuk memutar bola matanya malas. "Baiklah dokter yang tampan. Padahal aku menyukaimu, tapi kau sama cerewetnya seperti Wonho Hyung. Sedikit menyebalkan," gerutunya sembari memainkan selimut di tubuhnya.
Sang dokter tertawa kecil mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Minhyuk. Tak sadarkah anak itu jika dirinya adalah orang yang paling banyak bicara di rumah ini? Lucu sekali.
"Baiklah aku pergi dulu. Kau bisa langsung menelponku jika ada keluhan maka aku akan datang saat itu juga. Dan jangan sungkan untuk memanggilku Hyung, karena aku hanya terpaut satu tahun dengan kakakmu," tukas dokter tersebut sebelum meninggalkan kamar Minhyuk.
Minhyuk memandang kepergian dokter itu dengan raut masam. Ia sedikit kesal karena dokter itu terlalu banyak memberikan aturan padanya.
"Tapi dia tampan sekali, lebih tampan dari Donghae Hyung. Aku ingin jadi setampan dia," ulasnya entah pada siapa.
Sekarang suasana menjadi benar-benar sunyi saat dokter muda itu pergi. Minhyuk akan kesepian sepanjang hari karena Changkyun yang menjadi satu-satunya teman sebaya di rumah ini berada di sekolah. Akan menjadi sangat membosankan jika ia terus berada di dalam kamar.
Minhyuk bergerak menuruni ranjangnya dan berjalan ke arah meja belajar. Mengambil seperangkat alat tulis dan buku sketsa. Dengan semangat dan senyum cerahnya anak itu keluar dari kamarnya menuju tempat favoritnya di area rumah megah ini.
***
Angin sepoi-sepoi langsung menyapa kulit Minhyuk yang tak tertutup oleh pakaian. Sejuk sekali suasana pagi ini. Di bawah pohon rindang anak itu membentangkan sebuah tikar kecil untuk tempatnya duduk. Sementara tubuhnya duduk di atas tikar ia menyandarkan tubuhnya pada batang pohon yang ada.
Tangannya mulai bergerak lincah di atas buku sketsa yang dipengangnya, sebatang pensil ia jadikan senjata untuk menggores sebuah garis hingga berubah menjadi bentuk yang diinginkan.
Menggambar seperti ini sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Hanya bermodal buku sketsa berukuran sedang dan sebuah pensil hitam, Minhyuk akan menuangkan apa yang ada di pikirannya ke dalam sebuah karya. Ia juga mengikuti klub lukis di sekolah, meski tidak terlalu aktif, tapi Minhyuk selalu menjadi salah satu kandidat jika ada kompetisi melukis antar sekolah.
Sejauh ini hobi melukis maupun menggambarnya tak pernah dipermasalahkan karena keluarga Yoo selalu mendukung apa saja hobi dirinya selama itu positif, dan Minhyuk bersyukur atas itu. Namun, itu menjadi sulit akhir-akhir ini karena sekarang ia tinggal bersama Donghae. Ia harus ekstra hati-hati agar sang kakak tidak memergokinya sedang menggambar, karena jika itu terjadi maka Donghae akan mengomelinya habis-habisan.
"Eoh!"
Anak itu terdiam sesaat saat mendapati pensil di genggamannya terjatuh begitu saja. Padahal tadi ia menggenggamnya erat, tapi mengapa bisa terjatuh? Angin? Mungkinkah?
"Aigoo. Ceroboh sekali aku," gerutunya pada diri sendiri.
Ia memungut pensil yang tergeletak tepat di samping tubuhnya kemudian melanjutkan aktivitas yang semula terhenti karena melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY [END]
Fanfic🔒𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🔒 #sickstory #brothership #family #angst . . Ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, Lee Minhyuk harus tinggal dengan paman dan bibinya. Sepasang orang baik yang mau merawatnya seperti anak send...