Jumpa

46 3 2
                                    

Awal tahun 2020 kemarin,
pertama kalinya setelah empat tahun tidak bertatap muka,
pertama kalinya setelah menjalani kehidupan masing-masing,
aku kembali bertemu denganmu.

oOo

Masih ingat, kan, bagaimana indah dan pedihnya kisah kita berdua? Aku tebak kamu pun tidak akan pernah lupa, atau mungkin bisa saja aku salah. Selama ini aku selalu mengisahkan cerita kita pada teman-temanku seperti baru terjadi kemarin.

Aku masih berdebar, tersenyum, bahkan berteriak tertahan karena gemas. Semua masih terekam jelas.

Sekitar tahun 2016, keadaan di antara kita mulai memburuk. Perasaanku yang berubah menjadi sebuah obsesi dan kamu yang ingin lepas dariku, lepas dari kita, untuk terbang tinggi menggapai angkasa. Kamu mengatakan sesuatu yang membuatku (berhasil) membencimu cukup lama, sampai-sampai jika pikiran tentangmu terlintas aku akan mengerutkan hidungku bak habis menghirup sesuatu yang busuk. Keadaan kita memang tidak pernah semakin membaik mengingat dinding yang memisahkan kita pun sangat kokoh dan teramat tinggi, tetapi kupikir kamu tidak perlu mengatakan sesuatu itu untuk menghancurkan hatiku.

Sampai pada akhirnya di ulang tahunmu yang ke-18, kamu mengaku kalau saat itu hanya sedang berpura-pura. Semua kata yang diucapkan sengaja dilebih-lebihkan dengan harapan akan menyakitiku sehingga aku bisa membencimu. Kabar baik: kamu berhasil.

"I'm sorry for what I did to you. I did it so you won't have to be hurting anymore, so you can hate me."

Berkat pengakuanmu itu, kebencian yang aku rasakan mulai luntur. Aku jadi tersadar bahwa selama itu aku mulai menjadi penghambatmu, melarangmu untuk maju, melarangmu untuk turun ke dunia pariwisata karena tidak ingin kamu menjadi konsumsi publik—apaan sih. Aku selalu berusaha untuk menyimpanmu untukku dan selalu untukku, padahal kamu berhak pergi kemana pun tanpa perlu persetujuanku. Kamu sangat berhak untuk melanjutkan kehidupanmu dengan bagaimana pun yang kamu mau karena kamu adalah kamu, aku adalah aku.

Kita tidak akan pernah ada lagi.

oOo

Entah bagaimana aku dan kamu bisa kembali bercakap secara natural meski telah mengalami beberapa momen seperti itu. Mungkin aku dan kamu selalu begini, ya? Selalu memiliki cara yang tidak pernah disadari untuk kembali ke satu sama lain. Kabar baik kah, atau kabar buruk?

Mungkin jika kamu tidak merokok dan vaping, aku tidak memiliki alasan untuk memulai sebuah percakapan, meski itu dimulai dari sekadar membalas story-mu di Instagram.

Haruskah aku mulai bersyukur kamu merokok saat itu?

oOo

November 2019.

Di bulan ini aku dan kamu mulai cerewet-cerewetnya. Tidak, bukan, aku saja sih. Kamu tetap berpegang pada kekasualanmu. Lalu di bulan ini pula, percakapan itu terjadi.

K: Gausa ngerokok ya kamu.

A: Kamu juga dong..
A: Jujur sedih tiap kali ngeliat story mu isinya rokokan.
A: Tapi ya gimana kalo itu kebutuhanmu.

K: Bodoh emang manusia-manusia perokok di dunia ini, Nin. Sudah tahu kalau barang ini perlahan bisa membunuh mereka, tapi masih aja diterusin.
K: Memang bagus untuk menghilangkan orang-orang bodoh sih.
K: Program pemerintah terselubung yang sebenarnya mantap untuk mengurangi populasi.

Apa sih kamu.

K: Tetep jadi mereka yang pintar ya, kamu.

A: Ayo jadi mereka yang pintar sama aku.
A: Kamu ga boleh hilang dulu sebelum aku.

Maafkan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang