#1A | Rembulan Meredup di Matamu (part 1)

243 19 13
                                    

#1
Judul: Rembulan Meredup di Matamu
Penulis: xhenneca41


Menelisik denting waktu tak pernah ada kata berakhir. Menelusur detak jarum jam semakin dalam jantung berdesir. Langkah demi langkah menapak pada seutas asa yang lama terukir. Tumbuhnya sebuah harapan dari sesuatu yang tak mungkin, itulah takdir.

Langkahku bersinergi dengan semangat dalam hati. Hari pertama internship, siapa yang tidak akan gugup, tapi harus tetap dihadapi. Praktek pertama semenjak aku mempelajari semua ilmu di bangku kuliah selama ini. Praktek pertama yang akan menjadikan hidupku penuh dengan fantasi berlebih atas sesuatu yang aku sukai.

Aku, mantan mahasiswa kedokteran yang telah menyelesaikan pendidikannya dan masih harus menghadapi tuntutan ujian program profesi. Dengan bangga ku sebut namaku Sinn Verh Marik Indraguna, dengan tittle S.Ked dibelakangnya.

"Yakin nih nggak mau diantarin sampai ke dalam? minimal sampai ke ruang pembimbing mu, Dhek,"

Itu ayah ku, pria gagah yang hobi memakai kacamata kemanapun ia pergi. Apalagi kalau sedang mengemudi. Karena kedua matanya sudah tidak sehat lagi. Iya itu pasti tanda-tanda dini degenerasi. Bisa juga karena ayah terlalu lama berdiam memandangi layar laptopnya sampai dini hari. Tuan Yossafa Indraguna, suami tercinta dari nyonya Arfaline Meccamedina.

"Makasih ayah tapi itu tidak perlu, aku bukan anak TK lagi kan?" Tolakku. Jelas saja ku tolak, bagaimana mungkin seorang dokter muda berangkat shift pertama masih diantar kedua orang tuanya.

"Sampaikan salam pada paman mu ya,"

"Nanti ayah telepon paman sendiri saja kalau mau titip salam,"

"Eh, ini anak, kok ngomongnya gitu sama ayahnya,"

"Paman Hexa kalau sudah jadi pembimbing dia agak menyeramkan, dah ayah, dah bunda, besok aku mau mobil baru di garasi ya biar aku ngga ngerepoti ayah terus tiap pagi harus diantar, pulang harus dijemput, kan jadi nggak santai,"

Ucapanku mungkin terdengar keterlaluan. Tapi itu hanya gurauan. Walaupun ayah dan bunda di dalam mobil sudah mulai geram. Tapi aku tersenyum bahagia. Aku ini tipe anak jahil yang lebih suka menggoda mereka dari pada bermanja.

Sebagai anak tunggal aku ingin mendapatkan panggilan 'adek' dari semua keluargaku. Bukan karena aku manja, tapi entah mengapa mentalku ini terasa tak siap jika harus menjadi kakak. Walaupun itu sudah sangat mustahil untuk memiliki seorang adik.

Rahim bunda diangkat bersamaan ketika aku lahir. Karena adanya tumor ganas yang masih dalam tahap berkembang. Demi menyelamatkan nyawa bunda, keputusan itu ayah ambil tanpa persetujuan istrinya. Menjadi kepala keluarga ternyata tak semudah yang ku bayangkan.

Bunda mendiamkan ayah untuk sesaat, mungkin kecewa dengan keadaan. Tapi lagi dan lagi, cinta membuktikan kekuatannya. Keduanya saling jatuh cinta lagi setelah bertengkar hebat. Wuah! Luar biasa!

Aku anak tunggal, tapi aku sangat ingin memiliki kakak. Sosok laki-laki yang lebih dewasa dari usiaku dan bisa ku panggil 'abang'. Hidupku menjadi kian sempurna jika hal itu benar-benar terjadi. Jiwa manjaku berontak seketika mengharap munajatku dikabulkan. Tak bosan ku panjatkan semenjak aku umur enam tahun. Mustahil memang, tapi entahlah, aku masih terus melakukannya sampai sekarang.

Pepatah sering bilang bahwa Tuhan itu maha mendengar semua doa. Dan Tuhan akan mengabulkannya diwaktu yang tepat. Jadi, jika semua doamu belum terkabulkan, bersabarlah karena Tuhan itu mahatahu segala takdirmu.

Mendadak aku menjadi bijak seperti ini. Ku rasa kepala ku terbentur ranjang saat bangun pagi tadi. Terserahlah, yang penting ilmu yang sudah ku pelajari dan akan ku praktekkan mulai pagi ini belum ambyar.

EVENT GCAW Official Ke-2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang