Chapter XVIII: Usaha

86 6 2
                                    

Edgar bangun dari tidurnya. Ia merasa semalam adalah tidur ternyamannya selama ini. Ia menuju dapur, berpikir bahwa Nonny mungkin masih tidur, Edgar dengan cekatan membuat sarapan untuk keduanya. Tinggal sendirian membuat Edgar cukup terbiasa dan terlatih dalam menyiapkan makanan. Edgar memilih membuat roti bakar dan susu cokelat. Edgar membuat roti tersebut berbentuk hati sebagai lambang perasaannya kepada Nonny. Setelah selesai membuat sarapan, Edgar memutuskan untuk mengantar hasil karyanya tersebut ke kamar Nonny.

Edgar mengetuk pintu beberapa kali namun pintu tersebut tak kunjung dibuka. Edgar mulai panik. Dengan pelan ia membuka pintu kamar tersebut dan kamar itu kosong. Edgar melihat tumpukan beberapa pakaiannya yang diberikannya kepada Nonny semalam telah dilipat rapi. Matanya menangkap secarik kertas yang ada di atas meja. Edgar menaruh nampan berisi sarapan pagi dan mulai membaca tulisan yang terdapat pada kertas tersebut.

"Terima kasih untuk segalanya, Presdir. Maaf karena selalu merepotkan anda. Untuk perasaan anda, saya sangat menghargainya tapi lagi-lagi maaf saya tidak bisa menerimanya. Anda orang baik, pasti akan mendapatkan seseorang yang baik pula. Jaga diri anda baik-baik. Jangan melewatkan waktu makan. Saya akan berdoa semoga anda selalu bahagia"
Nonny

Edgar meramas kertas tersebut. Edgar merasa separuh nafasnya pergi. Ia berharap bahwa ia dapat membuat Nonny betah berada di sampingnya, namun Nonny pergi.

"Wow..jadi aku ditolak?! Ini tidak adil Nonny. Aku mengungkapkan perasaanku kepadamu langsung bukan dengan secarik kertas seperti ini. Jadi jika kamu ingin menolakku, katakan secara langsung di depanku. Tapi sebelum itu, larilah yang jauh. Karena jika aku menemukanmu, kamu takkan bisa lepas lagi dariku" kata Edgar dengan mantap.

***

Hari baru bagi Nonny di kota kecil yang dingin dimulai. Dengan penuh keyakinan melepaskan segala masa lalu, Nonny mengumpulkan semangat untuk berjuang saat ini. Biasanya Nonny akan selalu terlambat bangun pagi, namun di kota ini ia bangun lebih cepat yang membuat kedua orangtuanya heran.

Nonny mulai membantu Mama Rani di rumah makan yang terbilang sederhana sebagai usaha sampingan yang dijalankan Mama Rani. Nonny menyapu lantai, membersikan meja dan kursi serta mengaturnya rapi, membantu Mama Rani menata bumbu dan bahan-bahan yang ada untuk diolah menjadi makanan yang enak. Rumah makan Mama Rani terletak di pinggir pantai tidak jauh dari rumah yang mereka tempati. Harum khas pantai dan angin laut yang berhembus membuat udara semakin dingin.

Tepat pukul delapan pagi, rumah makan Mama Rani dibuka. Nonny deg-degan karena ini hari pertamanya bekerja membantu Mamanya. Beberapa ingatan tentang hari pertama bekerja di Ed Corporation mengisi pikirannya. Nonny mengingat Edgar. "Apa dia sudah mendapatkan sekretaris baru?" kata Nonny sedikit berbisik.

"Siapa, Nak?" tanya Mama Rani. Nonny tersentak. Ucapannya di dengar Mama Rani. Dengan cepat Nonny menggelengkan kepalanya. Mama Rani ingin menanyakan lebih lanjut, namun terhenti ketika melihat beberapa orang yang masuk ke dalam rumah makan mereka.

"Selamat datang" sapa Nonny ramah. Dengan cukup telaten Nonny menyediakan makanan yang dipesan pelanggan. Nonny semakin sibuk pada saat makan siang. Banyak pelanggan yang datang. Ia dituntut untuk semakin cepat. Ia membayangkan betapa susah Mamanya selama ini dalam menyiapkan banyak makanan.

***

Edgar sibuk dengan beberapa proyek yang sedang dikerjakannya. Tawaran kerja sama dari beberapa perusahaan swasta dan pemerintah membanjirinya. Saat ini yang ia andalkan sebagai sekretaris sementara adalah Kai. Ia belum rela jika posisi Nonny diganti oleh orang lain selain Kai. Karena menurutnya satu-satunya yang pantas berada di sisinya adalah Nonny. Meski sibuk mengurus proyek yang ada, Edgar tidak bisa melupakan rasa rindu yang ada di hatinya untuk Nonny.

Ketika Harus Memilih (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang