Si Ikan Buntal

23 2 4
                                    

"Apakah kau pernah mendengar suara rindunya langit kepada bumi? Jika belum, bersuaralah denganku. Kita nikmati rintik deras yang mengundang kita berdekatan hingga suara rintik menjadi sunyi"

-Arsal-

***

Suasana di kelas sangat gaduh saat El memasukinya. Ada yang sedang memainkan gitar sambil bernyanyi, ada yang sedang berkumpul di samping meja guru, ada juga kumpulan lelaki dengan ponsel ditangan mereka. Kebiasaan anak jaman sekarang, bermain game online.

Rani menghampirinya, dia sekretaris di kelasnya. "El, lo satu kelompok sama gue".

Kening El mengerut, "kelompok apa?"

"Tadi Bu Utiw masuk buat ngasih tugas kelompok bikin kerajinan dari bahan dasar tekstil. Kita satu kelompok bareng sama Ikiw, Saskia. Bareng Arjune juga. Tuh", Rani menunjuk Arjune dengan dagunya.

Pandangan El mengikuti yang ditunjuk Rani. Memang ada Arjune di sana dengan kedua temannya yang lain. El berjalan menghampiri teman sekelompoknya.

"Lha, tumben lo masuk jam prakarya, biasanya juga bolos", ucap Arjune ketika menyadari kedatangan El.

El hanya mengedikan bahunya. Dia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Arjune.

"Jadi guys gue punya ide tentang kerajinan yang bakalan kita buat". Semua menoleh kearah Rani. Mendengarkan penjelasan tentang kerajinan yang akan mereka buat.

"Gue setuju aja, lagian tugas gue cuma ngumpulin daun-daun kering". Arjune bangkit dari duduknya setelah mendengar penjelasan dari Rani.

Arjune melirik ke arah El, "thank's, El".

Kening El berkerut, detik selanjutnya dia paham maksud dari ucapan Arjune. Tapi, darimana Arjune tau kejadian tadi pagi?

***

Raya sedang berjalan di koridor bagian barat. Dia baru saja keluar dari toilet. Tujuannya kali ini adalah kantin. Segala bisikan tentangnya tak pernah dia gubris. Dia memilih diam. Seiring berjalannya waktu, gosip murahan itu akan hilang dengan sendirinya.

Terdengar suara langkah kaki di sampingnya. Raya masih diam, tidak ingin menengok siapapun yang kini berjalan beriringan dengannya.

Langkahnya terhenti karena seorang gadis dengan rambut sebahu menghalangi jalannya. Matanya memperhatikan Raya dengan tajam. Sebelah alis Raya terangkat. Setelah itu gadis di depannya itu tersenyum hingga menampakkan gigi rapihnya.

Gadis itu mengulurkan tangan kanannya, "Gue Kanaya. Panggil aja Naya".

Raya memperhatikan tangan mungil dan wajah gadis itu secara bergantian. Ini adalah pertama kalinya ada seseorang yang mengajaknya berkenalan.

Raya ingin mengangkat tangannya namun tiba-tiba gadis yang bernama Naya itu menarik kembali tangannya.

"Gue paham, kok. Lo pasti jijik kan sama tangan gue soalnya tadi habis makan gorengan, belum dicuci tangannya. Hehe", Naya nyengir membuat mata sipitnya semakin kecil tak terlihat. "Sebutin nama lo aja, deh".

Raya sebenarnya ingin marah. Tapi mengingat bahwa ia harus merubah sikapnya membuat senyum kaku menghiasi wajahnya. "Gue Raya".

"Nah, Raya, sekarang kita temen. Lo mau ke kantin, kan? Bareng gue aja".

Belum sempat Raya menjawab tangannya sudah ditarik oleh Naya.

Sedangkan di kantin, Arsal dan yang lainnya sedang menertawakan Danny yang tidak membawa uang jajan karena semalam dia bermain di rumah Arjune sampai jam dua belas malam. Ini adalah hukuman untukknya.

MARISELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang