.
.
.
Sehari setelah acara pemakaman tuan Park, rumah menjadi sepi. Karena Jihoon belum kembali, rumah hanya dihuni oleh Taehyung dan Jungkook dan mereka pun hingga detik ini masih asik saling mendiami satu sama lain. Mereka belum kembali pada aktivitas masing-masing.
Sebenarnya yang lebih cenderung diam adalah Taehyung, sementara Jungkook mencoba memahami perasaan kakaknya dengan tidak banyak bicara. Ia hanya memastikan kondisi kakaknya agar tetap sehat. Seperti sekarang misalnya, ia sedang menyiapkan makanan untuk mereka.
"Hyeong, sudah waktunya makan siang."
"Ne."
Begitulah Taehyung, hanya menjawab seperlunya. Ia sedang menetralkan batinnya sendiri. Ia tahu ia tidak boleh begini, ia tidak seharusnya mendiami Jungkook dan cuek dengan keberadaan Jihoon. Ia hanya masih kaget dengan kepergian tuan Park yang mendadak.
"Maafkan hyeong, Kookie."
Mendengar panggilan itu, Jungkook tersenyum disela makannya. Ia tahu Taehyung sudah kembali.
"Untuk apa hyeong?"
"Aku sibuk dengan duniaku sendiri. Padahal kau juga sedih."
"Tidak apa-apa. Aku tahu hyeong masih belum bisa melepaskan appa."
"Tapi dia juga appamu."
"Ya, aku pun merasa kehilangan. Tapi, aku rasa Jihoon benar. Jadi aku..."
"Tidak. Tolong jangan pikirkan kata-kata Jihoon. Ia hanya sedang tertekan saat itu."
Taehyung meremat tangan Jungkook agar Jungkook tak punya kesempatan untuk melanjutkan pikiran negatifnya. Jungkook tersenyum tipis, lalu menepuk punggung tangan Taehyung dengan tangannya yang lain.
"Lanjutkan makanmu dulu, hyeong."
"Tapi tolong, jangan pikirkan kata-kata Jihoon lagi."Jungkook menatap Taehyung sedikit lebih lama.
"Ne."sebuah senyum dengan anggukan diberikannya.
Bagi Jungkook, yang terpenting adalah kesehatan Taehyung. Jadi biar ia melihat Taehyung selesai makan terlebih dahulu. Baru ia akan memikirkan bagaimana pembicaraan mereka. Sambil ia mencoba berpikir positif mengenai Jihoon.
-
-
Taehyung masuk ke kamar tuan Park untuk pertama kalinya setelah sekian lama tidak pernah ke kamar itu. Entah kapan terakhir ia masuk ke sana, mungkin saat ia masih SMP? Itu pun karena suruhan orang tuanya. Ia mencium aroma terapi begitu masuk ke ruangan itu. Kakinya melangkah masuk, sesekali meraba furniture yang bertengger disana. Ia masih bisa merasakan ada ayahnya disana, mungkin karena ayahnya belum empat puluh sembilan hari pergi.
Taehyung mendudukkan dirinya di kasur king size milik orang tuanya. Ada kesedihan yang dalam yang langsung muncul di hatinya dan membuat matanya panas. Perlahan air mata itu turun tanpa bisa ditahan. Wajar kan, ini baru lewat dua hari setelah kepergian Tuan Park. Taehyung meraba bantal yang biasa dipakai orang tuanya. Tiba-tiba saja ia merindukan ayah dan ibunya.
Taehyung memang kurang kasih sayang dari orang tuanya tapi itu tidak jadi alasan baginya untuk tidak menyayangi mereka. Taehyung sangat menyayangi dan menghormati mereka. Itu juga yang jadi alasan, betapa hatinya terluka dulu saat ia pergi dari rumah. Tapi semua kesakitan itu sudah diganti dengan kasih sayang sesaat yang dirasakannya sebelum mereka tiada. Kenapa harus di detik terakhir sebelum mereka pergi? Rasanya akan lebih sakit seperti ini. Tapi Taehyung tidak menyesal. Rasa itu membuat Taehyung merindukan mereka kini.
YOU ARE READING
Mirror [Part 2]
FanfictionHaruskah kita berhenti disini? Sequel of Mirror. Basic story : Brothership