.
.
.
Jungkook berjalan menyusuri trotoar panjang yang remang-remang. Seperti sebuah Dejavu, ia berjalan sendiri, dengan headset di telinganya. Ia tampak menikmati lagu yang di dengarnya sendiri. Sesekali kepalanya mengangguk mengikuti irama, sesekali langkahnya mengikuti nada yang mengalun.
Malam sudah pekat, entah pukul berapa ini. Jalanan juga nampak sepi, bahkan satu mobil pun tidak terlihat melintas. Tapi seolah Jungkook tidak peduli pada hal itu. Ia seperti sedang menuju ke satu tempat didepan sana. Berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke saku Hoodie navy. Memang malam ini terasa agak dingin.
Jungkook menghentikan langkahnya, ia merasa diikuti seseorang. Meski kupingnya di sumpal, tapi ia cukup pandai mengatur volume untuk tidak terlalu asik dengan dunianya sendiri. Ia masih bisa mendengar suara ketukan sepatu dari seseorang dibelakangnya. Awalnya ia diamkan, tapi lama-lama tidak tenang juga.
Ia mengeluarkan tangannya dari saku, ada uap putih menyembul dari nafasnya. Ini mendekati musim dingin, tapi bagi yang terbiasa dengan salju, pakaian hangat belum untuk dipakai sekarang. Itu alasan Jungkook masih mengenakan hanya Hoodie saja di malam ini.
Tanpa basa basi, Jungkook membalikkan badannya saat suara langkah kaki itu juga berhenti saat ia menghentikan langkahnya. Ia kaget melihat sosok berjas hitam di depannya dengan kemeja terbuka dua kancing atas nya.
"Untuk apa mengikutiku?"
Seorang pria yang sayangnya wajahnya nampak samar karena backlight. Tapi Jungkook tahu siapa pria itu. Sorot mata tidak mau diganggu dengan dibumbui sedikit ketakutan di dalamnya sangat terlihat dari mata bulat Jungkook. Sebuah senyum sinis di berikan pria didepannya itu pada Jungkook.
"UNTUK APA TERUS MENGIKUTIKU?! Hmphh!!"
Jungkook meronta, sebuah tangan kekar dari tubuh seseorang yang lebih besar dari dirinya melilit di dadanya. Saputangan dengan bau menyengat menempel di wajah Jungkook. Menutup mulut dan hidungnya sedetik setelah ia berteriak. Dalam hitungan detik, mata Jungkook memberat, seluruh tubuhnya seperti tak punya tulang dan semuanya gelap.
-
-
"JUNGKOOK!!"
Taehyung membuka matanya spontan. Nafasnya terengah-engah seperti baru saja lari maraton. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Pandangan matanya terlihat kuatir. Ia langsung mendudukkan dirinya. Melihat sekeliling panik, seperti mencari sesuatu. Saat itu juga pintu kamarnya terbuka, muncul tuan Park dan Jungkook. Adiknya lah yang berjalan lebih dulu dan langsung mendudukkan dirinya di samping Taehyung dan menatapnya kuatir.
"Hyeong, ada apa?"
Untuk beberapa saat Taehyung tidak sadar ada yang masuk ke kamarnya. Hingga suara itu membuatnya menoleh. Ia melihat sosok yang di carinya. Sosok yang membuatnya kuatir. Entah kenapa ia takut. Ia tidak pernah bermimpi seperti ini sebelumnya. Baru ini juga ia memimpikan Jungkook setelah sekian lama tinggal bersama. Taehyung tidak menjawab pertanyaan Jungkook secara lisan. Ia langsung memeluk adiknya itu yang malah bingung diperlakukan begitu.
Jungkook sedikit melihat pada tuan Park. Tatapan bingung seolah bertanya 'kenapa hyeong begini?' di ajukan Jungkook. Padahal tuan Park juga baru masuk ke kamar itu. Jadilah yang ditanya menjawab komat Kamit tanpa suara.
"Mimpi buruk Sepertinya."
Mengejanya dengan baik agar Jungkook mengerti apa yang diucapkannya. Jungkook paham. Ia lantas mengelus punggung Taehyung, sesekali menepuk-nepuk pelan. Hanya sebentar hingga Taehyung melepas pelukannya. Ia menunduk. Jungkook meraih gelas dan menuang air dari teko kaca di meja kecil tepat disamping ranjang Taehyung.
YOU ARE READING
Mirror [Part 2]
FanficHaruskah kita berhenti disini? Sequel of Mirror. Basic story : Brothership