PROLOG

2.8K 76 6
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Gua balik lagi dengan cerita baru dan judul baru, atas keputusan gua untuk buat cerita bertema Boys Love yang saat ini sedang Booming.

Sebelumnya gua udah peringatkan diawal
Bagi :
Homopobik
Anti-LGBT
Anti-Gay
Silahkan untuk tidak mampir dan mengikuti

WARNING!!
Di cerita ini mungkin akan mengandung unsur kekerasan, seksual, perkataan kasar, gambar tidak senonoh dan sebagainya.

Untuk para pembaca di mohon kebijakan dalam membaca dan pemikiran yang dewasa.

Terimakasih

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

PRANG!

"Uh! Kenapa si piringnya harus jatuh?" pria mungil nan manis itu menggerutu sebal karena piring yang di cucinya pecah berkeping-keping.

Ia membereskan semua kekacauan yang telah ia perbuat, niatnya baik untuk membantu tentunya. Tapi ia malah mengacaukannya.

Serpihan piring ia buang ke tempat sampah, lalu ia menyapu lantai dan memastikan tidak ada serpihan lainnya. Ia menyeka keringat di keningnya, membenarkan posisi poninya yang mulai lepek.

*~~*

BRAK

"Buang itu! Bisakah kali ini kau bekerja dengan benar? Lihat hasilnya! Proposal macam apa itu? Apa investor akan berminat pada perusahaan jika membaca proposal sampah itu? Singkirkan dari hadapanku dan cepat buat yang baru!" pria berwajah oriental itu mendengus kesal, kesabarannya tlah habis.

Ia memijat keningnya sesaat untuk meredakan pusing di kepalanya, masalah hari ini terus saja berdatangan bak angin topan di siang bolong. 'Tidak becus!' gumamnya.

Ia tidak berhenti mengumpat seolah dunianya akan runtuh, sejak pagi ada saja masalah. Baik hal kecil maupun besar sekalipun. Ia tidak dibiarkan untuk rehat dari kekesalannya. Ia hampir mati muda karena emosinya yang melonjak.

*~~*

"Aaaaaa... Dia tampan sekali!" teriakan para gadis tidak berhenti menggema. Ibarat paduan suara tak tentu arah. Disana teriakan disini teriakan.

Pria tinggi dengan kacamata hitam dan berpakaian casual. Tampan! Benar, ia memang selalu tampan dalam keadaan apapun. Tubuhnya atletis seperti pemain basket profesional. Ooh tentu saja.

Para gadis terus meneriaki namanya, dan berkata bahwa dia tampan. Sudah menjadi hal biasa baginya, semua orang pun akan setuju bahwa ia tampan.

*~~*

"Permisi, bisakah aku mendapat bucket bunga itu?" ia menunjuk kearah bunga berwarna merah menyala itu.

"Buatkan 100 tangkai bunga untuk bucketnya!" ujarnya lagi.

Ia sangat menyukai bunga sejuta umat itu, yap Mawar Merah. Warnanya yang cerah serta harumnya yang menggoda. Membuat ia mengagumi keindahan bunga itu.

"O-oh aku ingin bunga ini juga tolong 50 tangkai ya!" ia menunjuk bunga Lily disampingnya. Ia menatap penuh kegembiraan. Matanya berbinar seperti menatap sesuatu yang berharga dalam hidupnya.

When Love Chooses the Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang