"Tuan! Tuan!"
Dari suaranya, sepertinya yang ingin disampaikan Bik Sum cukup penting."Sebentar ya," ucap Om Hadi seraya beranjak bangun.
"I-iya," jawabku kikuk.
"Ada apa Bik?" tanyanya setelah membuka pintu.
"Eh, itu Tuan, di luar ada Den Romi!" jawabnya cepat.
"Apa?!" Om Hadi memekik keras.
Aku sendiri pun tak kalah terkejutnya, hingga bergegas bangun dan menghampiri mereka.
"Yang benar Bik?" tanyaku tak percaya.
"Iya benar, Nyonya."
Aku dan Om Hadi kompak saling berpandangan. Lalu sama-sama memasang wajah murka, setelahnya.
"Nuri, ganti pakaianmu dulu. Setelah itu baru kita turun," titahnya.
Aku mengangguk dan bergegas kembali ke dalam kamar untuk berganti baju. Tak lupa juga mencuci wajahku yang sembab, karena menangis tadi.
***
Setelah selesai, aku dan Om Hadi pun bergegas turun untuk menemui Romi.
Sepanjang menuruni anak tangga, jantungku berdebar kencang. Begitu banyak pertanyaan dan cacian yang ingin kulontarkan.
Namun mengingat orang yang sekarang berada di sampingku, sepertinya aku harus lebih menahan diri.
Sesampainya kami di ruang tamu, aku melihat Romi sedang duduk di sofa dengan kepala tertunduk.
"Masih ingat pulang kamu?!" tanya Om Hadi dingin.
Yang ditanya pun sontak menegakkan kepala dan terkejut melihat aku yang juga berada di rumah ini.
"S-sayang kamu di sini?" tanyanya terbata.
Aku memandangnya sinis. "Setelah meninggalkanku di hari pernikahan. Kamu masih punya muka untuk memanggilku begitu?"
"Maafkan aku," ucapnya terdengar menyesal.
Om Hadi membimbingku untuk duduk dan kembali bertanya pada Romi. "Bukan kata maaf yang Papa dan Nuri butuhkan, tapi penjelasan. Kenapa kamu meninggalkannya di hari pernikahan?!" Suara Om Hadi sarat akan kemarahan.
"Romi melakukan sebuah kesalahan Pa dan karena hal itu Romi terpaksa harus meninggalkan Nuri," jawabnya dengan suara bergetar.
"Kesalahan apa?!" tanyaku tak sabar.
"Aku ... menghamili Sindy," jawabnya pelan.
"Apa?!" Aku dan Om Hadi memekik bersamaan.
Sindy itu sahabatnya Romi. Aku cukup dekat dengannya. Kami bahkan pernah liburan bersama.
"Jangan main-main kamu Rom!" bentak Om Hadi.
Romi tampak menggelengkan kepalanya. "Romi serius Pa. Saat ini Sindy tengah mengandung anak Romi dan kami juga sudah menikah siri."
"Brengsek!" makiku seraya melempar tumpukan koran ke wajahnya. Tak peduli lagi apa yang akan difikirkan Om Hadi, karena perbuatan Romi benar-benar membuatku sakit hati.
"Teganya kamu mempermainkanku! Kalau kamu memang mencintai Sindy, lalu untuk apa pacaran denganku dan mengajakku menikah?!" tanyaku seraya menunjuk mukanya geram.
"Ini nggak seperti yang kamu fikirkan, Nur. Aku sama sekali tidak mencintai Sindy dan aku juga tidak ada niat untuk mempermainkanmu!" jawabnya membela diri.
"Tidak cinta heh? Lalu kenapa dia bisa sampai mengandung anakmu?" tanyaku sinis.
"Aku tidak sengaja. Malam itu aku melakukannya dalam keadaan setengah tak sadar," ungkapnya.
"Jelaskan bagaimana kejadiannya!" ucap Om Hadi serius.
"Itu terjadi dua bulan yang lalu, Pa. Saat Romi, Nuri dan teman-teman kami liburan bersama ke villa Papa yang ada di tepi pantai. Kami sudah sepakat akan menginap dua hari, tapi tiba-tiba saja Romi dan Nuri terlibat pertengkaran. Hingga sorenya, Nuri memutuskan untuk pulang bersama dengan kedua temannya. Romi sudah berusaha membujuknya untuk tetap tinggal, tapi Nuri tetap tidak mau."
"Karena begitu frustasi, malamnya Romi mengajak teman-teman untuk pergi ke bar dan di sana Romi terlalu banyak minum alkohol. Sekembalinya ke villa Romi lupa, kalau Nuri sudah tidak ada dan mengira Sindy adalah Nuri. Hingga terjadilah hal itu. Saat itu tidak ada siapapun di villa selain kami. Karena teman Romi yang lain masih berada di bar," ungkapnya mengakhiri penjelasan.
Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Menyembunyikan tangis yang kembali pecah. Aku ingat kejadian itu, saat aku dan Romi bertengkar karena masalah sepele.
Dia cemburu dan tak suka melihatku terlalu dekat dengan teman lelakinya, walau itu sekedar bercanda. Hingga tanpa sadar dia mengatakan hal yang menyakiti hatiku, karena itulah aku pergi sore itu.
Seharusnya saat itu aku sadar, kami memang belum siap untuk berumah tangga. Kami belum cukup dewasa untuk menyikapi masalah. Namun, karena ego berbalut cinta, aku tetap kekeuh melanjutkan semuanya dan lihatlah hasilnya kini. Berantakan!
"Apapun alasannya, kamu tetap bersalah Rom! Sudah tahu kamu melakukan perbuatan terlarang dengan Sindy, lalu kenapa tidak jujur dan malah tetap melanjutkan pernikahanmu dengan Nuri?" Om Hadi kembali buka suara dan bertanya pada Romi.
"Romi sangat mencintai Nuri Pa dan nggak mau kehilangan dia. Lagipula, waktu itu Romi juga sudah meminta maaf pada Sindy dan dia pun menerimanya. Jadi, Romi pikir masalahnya sudah selesai," sahutnya.
"Lalu, pagi itu tanpa Romi duga Sindy menelpon dan mengatakan kalau dia sedang hamil. Tak cukup sampai disitu, dia juga mengatakan kalau dia akan menggugurkan kandungannya jika Romi tidak mau bertanggung jawab. Karena itulah Romi terpaksa pergi dan meninggalkan Nuri."
"Cukup. Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi!" ucapku seraya berdiri dan pergi meninggalkan mereka. Namun, belum sempat mencapai tangga, Romi sudah lebih dulu menyusul dan menarik tanganku.
"Aku benar-benar minta maaf, Sayang," lirihnya.
"Aku tidak butuh kata maafmu!" ucapku seraya menghempaskan tangannya dan berlari menaiki tangga.
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/210373395-288-k715891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Dadakan
RomanceNurinda Syahila, seorang gadis berusia 19 tahun yang ditinggalkan di hari pernikahan oleh calon suaminya. Lalu, tanpa sepengetahuannya dan demi menjaga nama baik keluarga, orang tuanya menikahkannya dengan seorang pria tak terduga. Bagaimana kisah N...