"Siapa Mas?" tanyaku saat telponnya sudah dimatikan.
"Pak Gunawan, ayahnya Sindy. Mas lupa kalau masalah Romi belum selesai," jawabnya seraya memijit pangkal hidungnya.
"Tadi Pak Gunawan bilang apa?"
Mas Hadi menghela napas panjang. "Dia meminta Mas ke rumahnya dan membicarakan kelanjutan hubungan Romi dan Sindy."
"Hmm, begitu. Ya sudah, pergi saja Mas," usulku.
"Iya, mau bagaimana lagi! Padahal Mas masih ingin melanjutkan yang tadi," ucapnya seraya memandangku penuh arti.
"Apaan sih Mas." Aku memalingkan wajahku yang merona.
Mas Hadi tersenyum dan kembali mendekatiku.
"Mas, mau ngapain? Ingat loh sudah ditunggu Pak Gunawan," ingatku.
"Mas tahu kok. Orang Mas cuma mau menggendong kamu ke kamar mandi. Kamu nih suudzon aja sama suami ," ucapnya seraya memandangku geli. Aku jadi malu sendiri.
Setelah menurunkanku di kamar mandi, dia kembali menggodaku. "Mau Mas temanin tidak?"
"Enggak! Nuri mau mandi sendiri!" sergahku cepat.
"Hahaha. Ya, sudah kalau begitu Mas mandi di kamar Romi saja," ucapnya seraya keluar dari kamar mandi.
***
Setelah selesai mandi dan berpakaian, aku duduk di pinggiran ranjang. Memperhatikan Mas Hadi yang sedang memakai kemejanya dengan tergesa.
"Ck, timpang lagi," decaknya kesal, karena harus mengulang lagi dari awal.
Aku tersenyum lucu. Seperti bukan Om Hadi saja, fikirku.
"Kenapa sih Mas buru-buru banget? Tadi aja pas ditelpon kesal," tanyaku heran.
"Mas itu mau cepat-cepat menyelesaikan masalah Romi. Biar bisa cepat pulang ke rumah," jawabnya cepat.
"Memangnya Mas mau ngapain di rumah?"
"Ah, kamu kayak gak paham aja," ucapnya seraya menaik-turunkan alisnya.
"Oh, kerjaan Mas tadi belum kelar ya," tebakku. Pasalnya saat aku masuk ke kamar tadi Mas Hadi sedang sibuk dengan laptopnya.
"Ck, bukan itu. Sini Mas bisikin," ucapnya seraya mencondongkan tubuhnya ke arahku.
"..........."
Setelah Mas Hadi menjauhkan tubuhnya, aku menunduk dengan wajah yang sangat malu. Namun tak lama aku tersentak karena teringat sesuatu.
"Mas, N-nuri belum mau punya anak," ucapku takut-takut.
Mas Hadi nampak terkejut.
"Kamu serius?" tanyanya tak percaya."Iya," jawabku seraya mengangguk mantap.
"Tapi kenapa?"
"Nuri belum siap untuk menjadi ibu Mas. Selain karena umur yang masih muda. Kuliah Nuri juga masih panjang."
"Lalu kapan kamu siap?"
"Setelah wisuda. Nuri harap, kali ini Mas mau mengerti."
"Oke, tapi kamu berjanji kan, setelah wisuda kamu siap untuk memiliki anak?"
"I-iya."
"Mas hanya tidak mau kamu membuat alasan baru, dengan mengatakan ingin bekerja nanti," ucapnya tegas.
Aku hanya mengangguk tanda mengiyakan ucapannya.
"Umur Mas sudah tidak muda lagi. Karena itu Mas sangat ingin memiliki anak dalam waktu dekat, tapi kalau kamu memang belum siap. Mas tidak bisa memaksa."
![](https://img.wattpad.com/cover/210373395-288-k715891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Dadakan
RomansaNurinda Syahila, seorang gadis berusia 19 tahun yang ditinggalkan di hari pernikahan oleh calon suaminya. Lalu, tanpa sepengetahuannya dan demi menjaga nama baik keluarga, orang tuanya menikahkannya dengan seorang pria tak terduga. Bagaimana kisah N...