Bagian 7

4K 148 1
                                    

"Sepertinya kita perlu liburan," ucap Om Hadi tiba-tiba.

Kami baru saja selesai sarapan dan sekarang tengah bersantai di ruang tengah. Sedangkan Romi, entah kemana perginya, saat kami turun dia sudah tidak ada.

"Untuk apa Om?" tanyaku bingung.

"Tentu saja agar tidak ada yang mengganggu kita lagi. Kemarin Bibik, hari ini Romi, besok entah siapa lagi. Kalau begini terus, bagaimana caranya kita bisa belajar untuk saling mencintai. Ciuman saja gagal terus."

Aku memalingkan wajah yang terasa memanas, mendengar ucapannya yang begitu frontal.

Aku sempat berfikir bahwa kejadian saat di kamar, hanya karena terbawa suasana. Tetapi, saat di kolam tadi berbeda, aku tahu Om Hadi memang menginginkannya.

"Jadi, bagaimana menurutmu?"

"Eh, kalau sekarang nggak bisa Om. Nuri kan baru aja ngambil cuti nikah seminggu."

"Hmm begitu ya. Ya sudah, nanti saja."

"Om, nggak marah kan?"

"Tidak, Om mengerti kok. Saat ini yang paling penting bagimu pasti adalah kuliah."

Aku memandangnya tak enak, tapi mau bagaimana lagi. Aku saja masih harus mengejar ketertinggalanku selama cuti. Tidak mungkin, jika harus libur lagi.

***

Siangnya, begitu sampai di kampus. Aku langsung menceritakan kejadian tadi pagi pada Ria dan Aya. Tentunya tidak semuanya, hanya bagian pentingnya saja.

"Jadi Romi udah balik?" tanya mereka bersamaan.

"Iya," sahutku.

"Terus dia menghamili Sindy?"

"Sindy yang pernah liburan bareng kita itu?" tanya mereka lagi.

"Astaga. Iya!" jawabku kesal.

"Aku nggak nyangka," ucap Ria.

"Aku lebih nggak nyangka," timpal Aya.

"Tapi, begitulah kenyataannya."

"Terus dia udah tau belum? Kalau kamu nikah sama papanya," tanya Aya.

"Udah dan dia nggak terima. Dari tadi, dia terus menghubungi aku."

"Serius? Mana sini, biar aku yang ngomong sama dia!" ucap Ria.

"Gak usahlah, abaikan saja! Nanti dia malah besar kepala kalau diladeni," tolakku.

"Aku setuju, orang kayak Romi tuh emang bagusnya dicuekin aja," sahut Aya.

"Ya udah masuk kelas yuk, bentar lagi kuliah mulai nih," ajakku pada mereka.

"Yuk!"

***

Sore harinya, setelah selesai kuliah aku tak langsung pulang ke rumah, melainkan mampir ke rumah sepupuku, Mbak Lani. Ada hal yang ingin aku ceritakan padanya. Tentunya, yang tidak bisa aku ceritakan pada Ria dan Aya tadi.

"Assalamualaikum. Mbak Lani," panggilku dari luar pintu rumahnya yang terbuka.

"Waalaikumsalam. Eh kamu Nur, mari masuk," ajaknya.

"Iya, Mbak."

"Tunggu sebentar ya, Mbak ambilin minum dulu."

"Oke, Mbak." Aku mengacungkan jari jempol ke arahnya.

Tak lama kemudian Mbak Lani kembali dengan setoples cookies dan segelas es milo kesukaanku.

"Silahkan diminum Nur," ucapnya.

Suami DadakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang