15; choices

713 93 11
                                    


Dua bulan lamanya Subin terbaring dengan segala alat kesehatan dan tanpa melakukan aktifitas apapun akhirnya menemukan titik terang. Pagi tadi sewaktu Dongpyo dengan telaten menyeka tubuh kakaknya, ia menyaksikan sedikit gerakan dari jemari Subin yang nampak kaku. Seketika Dongpyo memanggil Seungwoo pun dokter dan dua orang suster menghampiri kamar Subin.

Dokter bilang, Subin seorang yang kuat. Ia masih bertahan dengan gigih untuk kembali bangkit dari tidur panjangnya. Setelah melewati serangkaian tes hari ini, sang dokter melanjutkan penuturannya bahwa Subin baik-baik saja dan doa juga dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan.

Pukul setengah empat sore, Dongpyo baru sampai di rumah sakit dengan membawa laptop dan beberapa buku paket tebal. Kemudian ia taruh lebih dulu semua barangnya di bawah dekat lemari kayu kecil berisi makanan-makanan sebelum merehatkan tubuhnya setelah perjalanan barusan.

"Ayah masih kerja kali ya? Abang kapan bangunnya sih? Kangen banget..." tuturnya lirih.

Kemudian jarinya sibuk mengetik pesan di ponselnya untuk dikirimkan kepada Seungwoo. Biasanya pukul tiga sore, Seungwoo sudah ada di kamar rawat Subin. Tapi kali ini ia terlambat tigapuluh menit.

Selagi menunggu Seungwoo dan mungkin Eunbi akan datang, Dongpyo membuka laptopnya untuk memulai mengerjakan tugas akhir sebelum memulai ujian akhir semester. Tidak lupa, camilan yang tadi ia beli juga dibukanya untuk sekedar menemani ia bertugas.

Baru saja 20 menit memulai mengerjakan tugasnya, ponsel Dongpyo berdering. Seungwoo meneleponnya.

"Halo? Ayah kok belum pulang? Adek di RS sendirian tau."

"Hah? Sama siapa?"

"Uhm, Yah, are you okay?"

"Yaudah, aku telepon bunda ya kalo gitu suruh nemenin di sini."

"Take care, Yah."

Perasaan Dongpyo memang tidak baik-baik saja sejak sampai di rumah sakit. Alasan mengapa Seungwoo belum datang juga akhir terjawab sudah. Pertemuan Seungwoo dengan putri Lee Jinhyuk membuat Dongpyo mendadak tidak bisa berpikir dan fokus pada tugasnya.

"Halo? Bunda, masih ngantor?"

"Adek sendirian. Mau temenin gak?"

"Suaraku? I'm fine, Bun. Ke sini ya, adek tunggu. Dah, Bunda."

👨👦👦

"Saya gak ngerti sama kamu. Kalian memutuskan berpisah kan? Kenapa masih aka berurusan sama anak saya tentang masalah kamu?"

Di hadapannya, Seungwoo menahan berbagai emosi darinya yang tidak bisa ia keluarkan sejak lama. Memang, bukan kesalahan Chaeyeon tapi ia berpikir mereka tidak ada bedanya. Seungwoo sama-sama membencinya.

"...maaf, Om. Chaeyeon minta maaf. Harusnya Chaeyeon gak minta bantuan Subin."

Anak perempuan seusia Subin itupun memecahkan tangisannya di telinga Seungwoo yang terdengar sangat tidak enak. Seungwoo benci melihat perempuan menangisㅡsekalipun orang yang tidak ia sukai.

"Jangan nangis. Saya gak suka lihatnya."

"Maaf. Jadi ... saya harus gimana, Om?"

Netra Seungwoo mengedari ke seluruh ruangan yang bernuansa vintage dengan banyak ornamen tribal dan dreamcatcher yang menggantung. Napasnya ia atur dengan baik sebelum melanjutkan pembicaraannya.

"Chaeyeon minta maaf sekali lagi. Terserah permintaan maaf ini Om Seungwoo terima atai ngga, terserah. Chaeyeon selalu berdoa buat kesembuhan Subin setiap hari. Setelah dapet kabar Subin koma, Chaeyeon hampir depresi, Om..."

"I don't care, I do not fucking care about you, Lee Chaeyeon. Anggap saya bukan orang dewasa yang baik. Saya akan memaafkan kamu kalau kamu mengabulkan permintaan saya. Jika tidak, saya akan tetap mengejar kamu untuk mengabulkannya," tegas Seungwoo.

Chaeyeon tidak lagi tertunduk setelah Seungwoo melontarkan kalimat tersebut. Air matanya ia usap sampai kering dan memantapkan diri untuk membalas permintaan tersebut. Karena ia paham, Subin tidak seharusnya terbaring lemah di sana. Ia seharusnya dapat melanjutkan hidup layaknya lelaki kuliahan lainnya.

"Ya, Chaeyeon bakal melakukan apapun yang Om Seungwoo minta. Asal Om maafin Chaeyeon. And ... would never ever get in touch with your son anymore. Janji."

"Why?"

"Semua kesalahan ini dari Papa. Dia yang mulai semuanya. Tapi dia terlalu sombong dan egois, bahkan ke anaknya sendiri. Even he's damn sweet sometimes. Chaeyeon gak mau lagi mencelakakan orang yang sayang Chaeyeon. So yeah."

Seungwoo mendekatkan dirinya pada Chaeyeon yang tersandar pada punggung kursi besi agar suaranya dapat terdengar lebih jelas olehnya.

"Tuntut Papa kamu atas semua kejadian yang menimpa istri saya juga Subin."

Tubuh Chaeyeon bergetar mendengar permintaan Seungwoo yang sama sekali tidak ia duga. Air matanya kembali menggenang di pelupuk matanya. Salivanya ia telan susah-susah untuk sekedar memberi kesan basah di kerongkongannya. Chaeyeon tidak sampai melewati batas berpikir soal Seungwoo yang ternyata semengerikan itu, baginya.

Tidak, Chaeyeon tidak bisa.

"Bagaimana?"

"Om Seungwoo..."

"Penderitaan itu gak seberapa sama penderitaan yang saya alami selama ini. Your family are super duper dumbass, hypocrates, and ashamed."

"Om, saya juga bisa nuntut Om soal pencemaran nama baik keluarga!" bela Chaeyeon.

"Ouch, silakan saja. Saya tidak takut."

"Om... kenapa harus Chaeyeon yang ngelakuin itu?"

"Karena kamu anaknya, dan saya mau Papa kamu jera atas perbuatannya. Logikanya, seorang anak yang menuntut ayahnya pasti ada suatu hal besar terjadi kan? I beg you, Chaeyeon."

"Tolong, Om ... Chaeyeon gak bisa..."














"Atau saya yang harus menyebarkan dulu berita soal Lee Jinhyuk pimpinan Lee Corps yang membunuh rekan kerjanya ke media? Semakin lama kebohongan itu ditumpuk, semakin banyak pula hal-hal yang harus kalian bayarkan."






THE HAN

ㅡㅡ

holaaa~! we meet again!

how's so far??? kayaknya drama bgt gaksi ini cerita yaallah :(( semoga masih ada yg baca yaaak

thank youu for coming here! 💙💙

[4] Ayah: Parallel ㅡ han seungwoo [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang