14. The Real Ending

1.1K 60 2
                                    

Gue keluar dari taxi, ujan-ujanan. Gue melepas heels gue dan berlari menuju taman penuh kenangan itu.

Gue duduk di ayunan dimana gue dan cinta pertama gue duduk bersama. Gue menangis sepuasnya, tanpa khawatir orang melihat airmata gue karena tercampur air hujan.

Sesaat, gue nggak merasakan hujan. Gue menengok keatas dan mendapat jaket dongker yang sangat gue kenali. Gue berdiri dan menoleh kebelakang.

"Joe?" Pekik gue terkejut melihat keberadaan Joe.

"Jangan ujan-ujanan, sakit lagi baru tau rasa. Ngerepotin Bang Alex aja tau nggak," Celetuk Joe dengan wajah yang sama saat pertama kali dia masuk kelas gue sebagai anak baru. Menyebalkan.

"Elo mah nggak ilang-ilang nyebelinnya," Komentar gue membuat Joe tertawa. Lesung pipinya, OhMyGosh.

"Ngeliatin guenya nggak usah sampe kayak gitu, ntar lo tersepona, bisa berabe," Usil Joe menahan senyum jahil. Tai nih anak.

"Adanya juga terpesona kali," Ralat gue dan diacuhkan oleh Joe. Dia malah menarik tangan gue untuk berteduh dirumah pohon.

"Duduk di pohon ini jadi inget kenangan kita, La," Ucap Joe sepertinya tanpa sadar.

"Kenangan?"

"Lo belom sadar ya, Love?" Tanya Joe dengan tulus.

Hah? Love? Kalau nggak salah itu panggilan si 'cinta pertama' gue. *A/N: lihat chapter 6: Flashback(Elmo)*

Gue membelalakan mata gue. "Jadi elo-"

"Iya gue First. Gue pemberi boneka Elmo itu," Ujarnya seraya tersenyum manis.

DEG!

Apa bener? Joe itu First dimasa lalu gue. Joe.. Cinta pertama gue. Pantas, dari awal gue ketemu, gue merasakan sesuatu yang hilang telah kembali.

Gue memeluk erat Joe dengan mata berurai air mata. Mulanya Joe terperangah, tak beberapa lama dia membalas pelukan gue.

"Gue.. Nggak sadar. Ternyata orang yang gue tunggu dari dulu, ada dideket gue selama ini," Bisik gue belum melepas pelukan.

Gue terlalu bahagia. Gue terlalu senang mengetahui kalo first love gue adalah dia. Jonathan Kelvin.

Gue melepas pelukannya,"Kalo lo first love gue, Evan siapa dong?" Tanya gue dengan polosnya, lebih seperti bertanya pada diri sendiri.

"Loh kok jadi Evan?" Rajuk Joe sok imut memonyongkan bibirnya.

Gue menepok bibir Joe, "Nggak usah sok imut dah, jatohnya geli woy," Sewot gue.

"Gitu-gitu lo yang meluk gue ye tadi!" Seru Joe nggak mau kalah sambil mengelus bibirnya yang gue tepok tadi.

Aih, bener sih gue yang meluk dia tadi. Jadi blushing 'kan.

"Evan kaget—"

"Alah nggak usah ngalihin pembicaraan deh. Lo blushing 'kan?" Goda Joe rese. Nih anak, tetep aja ya.

"Serius ih," Rutuk gue sok marah. Akhirnya Joe mengalah.

"Evan kaget pas ngeliat boneka Elmo gue. Jadinya gue ngira dia yang ngasih. Abis dia senyum-senyum sendiri," Jelas gue mengalihkan perhatian.

"Oh. Ya, maybe dia nggak asing dengan boneka itu. 'Kan boneka kayak gitu banyak, gue aja belinya goceng dapet tiga," Celetuknya polos.

"Anjir, lo ngasih gue barang murahan,"

Kita tertawa bersama. Dibawah bulan benderang. Ditemani hujan rintik-rintik. Dipohon ini. Tempat kita biasa bermain. Dahulu kala.

♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥

Tamaaat! Oke ini pendek. Sebagai gantinya gue bakal publish Epilog hari ini juga. See ya;*

First&LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang