4. Perfect Moment

1.5K 69 2
                                    

Follow dan baca cerita temen gue: @flstaas. Dia itu ceritanya Fela. Nama aslinya Felis, hehe:3

♥•♥•♥•♥•♥•♥

Hari ini Jumat, dan itu artinya nggak ada pelajaran karena hari ini full dengan kegiatan extra kulikuler. Gue berjalan di koridor kelas menuju ruang fotografi. Yagitudeh, cita-cita gue emang jadi fotografer.

Anggota fotografi ga terlalu banyak. Terakhir gue itung, ada 19 anggota. Walau sepi, gue mengambil bangku kedua paling belakang dekat dinding. Dan... Belakang bangku gue, Joe.

"Eh elo, ngapain sih lo disini? Lo ngintilin gue ya?" Tuduh Joe dengan santainya. Najis nih orang.

"Yekali! Yang ada elo yang ngikutin gue. Lo kan anak baru, gue sih udah dari kelas 10 ikut fotografi," Jelas gue cuek. Sok ngeliat foto-foto dikamera gue.

Joe berdiri dan melangkah ke bangku samping gue, meletakannya dan duduk dengan santainya. Jelas, mata gue melotot gak nyantai.

"Nga-" Tadinya gue pengen marah, si bule idiot ini nyela.

"Sstt. Bawel banget dah lu. Ntar lagi mau dimulai," Bener kata Joe. Kak Gina, alumni sekaligus pembimbing exkul fotografi, udah masuk kelas.

"Guys, kali ini kakak nggak bisa lama-lama. Jadi, tugas kalian cuma keliling sekolah dan foto-in kegiatan exkul lainnya. Yang bagus, minggu depan kakak pilih buat cover majalah sekolah," Perintah Kak Gina, lalu keluar ruangan, pergi entah kemana.

Anak-anak mulai menggantungkan kamera pada leher, lalu melangkah keluar kelas. Begitupun gue.

Gue berjalan santai seraya mencari objek bagus untuk difoto. Tak terasa, samping gue udah ada si bule idiot itu lagi.

"Sshh, ngapain sih lo, ngikutin gue mulu? Demen lo ye sama gue?" Ujar gue dengan kepedean. Sengaja, biar Joe ilfeel terus ninggalin gue.

Gak sesuai harapan. Joe tertawa kecil. Tawanya.. Mirip seseorang. Iya! Gue pernah melihat tawa khas itu. Sering malah, tapi gue rasa udah lama. Gue ngerasa ada feeling yang kuat dengan dia, tapi feeling itu menjurus kebencian.-.

Gue berjalan sampai lapangan basket. Ada Evan lagi main basket disitu. Oh God, dia keceee! Ceklik, gue nge-foto Evan pas saat dia memasukan bola pada ring. Gue tersenyum puas.

Sett, brak!

Aww.. Gue jatoh gara-gara ditarik sama Joe. Apa-apaan sih nih bule idiot! Berdarah 'kan lutut gue.

"Berdarah," Lirih gue. Gue.. Pengen nangis rasanya. Dari kecil, paling nggak suka liat darah. Phobia, maybe?

Dengan cepat, Joe menggendong gue dan lari menuju UKS. Eh? Gue digendong? Punggungnya Joe juga mirip seseorang dimasa lalu gue. Lebar.

Argh! 'Seseorang dimasa lalu gue' itu siapa sebenernya?

Saking enaknya ngelamun, gak kerasa, gue udah dibaringkan di tempat tidur UKS.

"Kak, dia jatoh terus luka. Obatin ya kak," Pinta Joe. Mukanya kayak panik, gitu. Mungkin merasa bersalah. Kok jadi unyu gitu dia, yaa:3

Dengan gesit, kakak PMR itu mengobati luka gue, dan melekatkan perban.

"Maafin gue ya, La," Kata Joe memecah keheningan. What? Joe minta maaf? Gue memberi tatapan 'for-what?'

"Jadi tuh tadi lo ngelamun, lo jalan aja. Tanpa sadar, depan lo itu tiang, pe'a. Makanya gue tarik elo," Oh, ternyata dia nyelamatin gue. Gentle juga nih cowok. Walau acara penyelamatannya gagal.

Joe melanjutkan, "Gara-gara gue tarik, lo jadi jatoh gitu, gue tau lo paling nggak suka sama darah," Hah? Dia tau gue phobia darah dari mana? Gue nggak pernah ngasih tau dia.

***

Joe's POV

Gue ini kenapa sih? Kok pengen banget berada disamping Ella. Kok bahagia saat Ella ngatain gue.

Kok kawatir banget, waktu Ella jatuh. Kok dengan gesit gendong Ella. Eh? Gue baru sadar tadi itu gue gendong dia.

Trus, begonya lagi gue pake bilang 'Gue tau lo paling nggak suka sama darah'

Sotil bet dah gue. Nggak ngerti, kata-kata itu mengalir dipikiran gue lalu terucapkan. Begitu aja. Seperti, gue udah lama kenal dia. Lama banget. Aneh.

***

Ella's POV

Lah ini, kenapa jadi hening? Joe kayak lagi berfikir keras.

"Ella? Lo gapapa, La?" Gue menoleh. Evan? Loh kok?

Nampaknya Joe ikut tersadar, "Eh, elo Evan kan? Sekelas kan kita?" Sapa Joe (sok) ramah.

"Elo apain Ella, hah?!" Evan membalas dengan bentakan. Duh, kok jadi berantem.-.

Ceper-cepet gue ngomong, "Van, gue gapapa, tenang aja. Lo kok bolos basket?" Gue mencoba mencairkan suasana. Evan nengok kearah gue.

Dia mendekat, "Tadi gue liat lo jatoh ditarik sama anak baru itu, lukanya nggak parah kan?" Tanya Evan sangat kawatir. Eh? Kawatir buat apa?

"'Kan gue udah bilang, gue nggak kenapa-napa. Udah sono basket lagi, katanya mau jadi kapten," Suruh gue tersenyum. Si Evan ikut tersenyum. This moment is perfect, please don't go away! Haha:3

"Yaudah deh, La. GWS ya," Evan tersenyum lembut, "Dan lo awas aja kalo nyakitin Ella lagi," Matanya berubah menjadi setajam silet, wkakwak.

"Tenang aje, gue lagi nggak mau ribut di UKS," Jawab Joe santai. Nyari masalah ni bocah.

"Lo ber-" Sebelum kejadian beneran, gue harus mencegahnya.

"Evan, udah sana," Husir gue lembut:3

Evan berlalu. Tinggal gue sama bule idiot ini, Jonathan Kelvin. Si bocah bikin emosi.

Gue pikir-pikir Evan tadi kenapa ya? Kayaknya kawatir banget. Tatapan lembutnya, beda banget sama kemarin dirumah gue. Oh iya, gue lupa tanyain soal dirumah gue.

"Evan itu.. Cowok lo, La?"

Gue menoleh. Mengerutkan dahi, menatapnya lama. Dia balik menatap gue, cukup lama sampai gue menghela nafas.

"Bukan, cuma temen," Jawab gue singkat, lalu memejamkan mata, beristirahat.

♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥

Sorry pendek, lagi mager, sumpah.

Salam Badmood!

First&LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang