8. Alex!

1.3K 56 6
                                    

Masih ada kah yang baca cerita absurd ini?

♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥

Gue mengerjapkan mata untuk pertama kalinya dihari ini. Kepala gue pusing, terasa berat banget. Gue melirik jam dinding, 05.20. Kali ini nggak telat. Gue menghembuskan nafas lega.

Kaki gue mulai melangkah kearah kamar mandi. Dengan lamban, tentunya. Setelah keramas, gue mengambil sikat gigi di wastafel, dan mulai menyikat gigi gue.  Kepala gue mengadah pada cermin dihadapan gue.

Astajim.

"Mata gue?" Lirih gue tanpa sadar. Mata gue kenapa jadi kayak bonyok abis ditonjokin orang? Kantong mata berlipet, item, sembab, mata merah. Udah kayak abis nangis seminggu nonstop.

Nangis? DEMI APA?! Gue semalem nangis? Eh, nggak mungkin. Reputasi gue sebagai cewek tomboy ternodai, kalo gini. Anjir, gue nangisin Joe, cuma karna dia ngacangin gue.

"Ella! Lama banget sih, lo. Mandi ato ngendem tuh?" Celetuk seorang cowok diluar kamar mandi. Gue yakin dia Alex.

Gue cepet-cepet melilitkan handuk, lalu keluar dari kamar mandi. Si bocah gila itu malah obrak-abrik lemari baju gue. Kampret nih anak.

"Eh anak beruk! Ngapain lo dikamar gue? Pake ngacak-ngacak baju gue," Cerocos gue sambil berkacak pinggang. Si Joe malah menatap gue kasian.

"La? Demi apa, baju lo kayak gini doang? Lo tuh cewek, La. Masa baju udah kayak preman. Dress-dress lo mana?"

Gils, Alex cowok, dan dia bawel plus rempong banget. Apalagi tentang fashion gue. LO ITU COWOK ALEX! Tampang doang ganteng, badan doang kotak-kotak, ngurusinnya dress. YaTuhan.

"Ada diruang baju Mama, elah. Bawel lu kayak cewek, udah sono! Gue pengen pake baju." Husir gue.

Dengan watados dia berjalan keluar, "Ih sorry, body lo rata, nggak tertarik." Anjeng!

"Mesum lo, kambing!" Teriak gue dari dalam. Bukannya nggak terima kenyataan kalo body gue rata, gue sih nggak peduli. Masalahnya kan, itu termasuk pelecehan. Apalagi dia cowok.

Seragam Unity siap membalut tubuh gue, baju pas—nggak ketat, nggak kegedean—dengan rok normal.

"Ayo, Lex, cabut," Ujar gue seraya memakai sepatu all star gue. Hari ini gue berangkat bareng Alex. Sebenarnya, emang harusnya setiap hari bareng Alex, cuma kemarin-kemarin dia–sok–sibuk gitu.

***

"Gue pergi dulu ye," Gue membuka pintu mobil, dan bersamaan juga Alex membuka pintu mobil.

Alex dan gue udah diluar mobil, dan Alex meng-lock mobilnya. Apa-apaan nih?

"Ngapain lo ikut turun? Mau jadi anak SMA lagi lo?" Protes gue. Ya, Alex alumni Unity juga.

"Yaelah, sekolah gue juga ini. Gue ngampus jam sembilan. Udah kangen sama sekolah," Jawabnya cuek dan memasuki koridor. Gue berjalan disampingnya.

"Bilang aja mau modus sama cewek, najis," Komentar gue. Gue tau banget alibi-alibinya Alex. Gue sama dia deket banget dari kecil. Yaiyalah, namanya juga adek-kakak. -_-

"Nah tuh tau,"

Nahkan.

Gue berjalan nempel dengan Alex, and orang-orang pada ngeliatin gue—tepatnya Alex—. Mungkin orang-orang pada mikir; 'Ini kenapa cogan nyasar bawa kacungnya?' atau mungkin 'Handsome and The Beast'

Kampret.

"Eh, kelas gue diatas, nyong. Udah lo pulang, sono!" Husir gue diujung tangga. Alex malah menghiraukan dan terus jalan. Ngocol ye.

"Bawel lo, La. Kapan lagi sih, abang ganteng lo ini, nemenin lo sampe ke kelas. Bangga dong, punya abang cogan," Gils, pede gila nih anak.

"Lex, gue mau muntah nih, tadangin ya,"

Dia menghiraukan gue–lagi–, "Ini kelas lo?"

Gue mengangguk malas. Tau nggak? Cewek-cewek lagi pada ngeliatin gue sinis. Gue yakin mereka nggak ada yang berani mengungkapkan kesinisannya, gara-gara gue temenan sama Fela, Indi, Salsa, Dea dan Evan.

"Yaudah, gue ngampus dulu. Belajar yang bener lo, jangan cabut mulu," Ancamnya sok. Apa bet dah.

"Emang gue kayak lo," Tanggap gue singkat. Terus dia tersenyum manis pada gue—yang gue yakin cuma buat modus sama cewek yang dari tadi liatin dia—, dan mengacak-acak rambut gue sok imut.

Najong lo, Lex. Dasar jomblo terkutuk, kerjaannya modus mulu.

Saat Alex menuruni tangga, cewek-cewek pada heboh. Ya, belom banyak yang tau Alex abang gue. Yang mereka tau, Alex itu alumni Unity paling tenar, dan Alex anak band.

Gue menaroh tas kebangku dengan melemparnya. Disamping kursi gue, Joe. Dia keliatan mikir.

"Hai, Joe," Gue mencoba santai. Walau sulit, apalagi saat mengingat kemarin.

Joe tersadar dan melihat gue sekilas, trus dia pergi begitu aja. Mood gue..

***

Joe's POV

Daniella Ruth Anggita. Cewek itu berhasil bikin gue pusing, gara-gara mikir terlalu banyak.

Dia ngeselin, tapi juga nyenengin. Dia cuek, tapi juga ceria. Dia nggak cantik, tapi dia selalu bikin gue terbayang wajah dia. Seakan-akan ada inner beauty terpancar jelas dari dirinya.

Halah, bahasanya.

Belakangan ini, gue menjauh darinya. Gue nggak ngerti, motif kuat apa yang bikin gue menjauh dari dia.

Waktu ngeliat dia terlambat bareng Evan, gue nggak suka. Berarti kan, mereka berangkat bareng. Cemburu, maybe? Ya.

Gue. Suka. Ella.

Dan gue merasa, perasaan ini udah lama. Seperti kekasih LDR yang lama nggak ketemu, dan kembali satu kelas. Satu meja belajar.

Terutama, saat gue tau, dia punya boneka Elmo warnanya merah, dan bernama Ello.

Trus kejadian gue nabrak Ella. Gue yakin dia tadinya mau marah, tapi ketahan saat liat gue yang ditabrak. Gue pengen ngebantu dia, pengen meluk dia. Gengsi.

Gue ngeliat raut mukanya seperti ingin nangis. YaTuhan, gue nggak tega.

Terus, barusan. Dia dianter sama cowok—kayaknya kuliah—, dan pake acara ngacak-ngacak rambut segala. Gue cemburu, Ella!

***

Ella's POV

"La, tadi BangAl nganterin lo? Tumben," Kata Indi menghampiri gue. Ada yang lainnya juga.

"Tau tuh, mau modusin Bu Iin dia," Dea sama Indi ketawa ngakak. Bu Iin, petugas TU yang bulet, kribo, dan galaknya minta ampun. Tapi kalo sama cogan sejenis Alex, genitnya melebihi cabe-cabean Bekasi.

"Gils abang lo, demennya sama lada hitam kayak dia," Komentar Salsa. Anjir.

♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥•♥

Full of Alex pan.

First&LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang